Selasa, 31 Januari 2012

BABAD NUCA NEPA (FLORES)

Membaca “kedangkalan” logika Dr. Ignas Kleden?
(bagian XIV, kupasan ke nol dari sebelum paragraf ketiganya)

http://sastra-indonesia.com/























Sutardji Calzoum Bachri
















































Catatan ini banyak menyerupai kata pengantar, maafkan. Tak lebih betapa sulit memasuki abad-abad sebelum masehi. Pun kondisi kejiwaan, tepatnya ruh dalam diri betapa berpengaruh luar biasa kala menuliskannya. Mungkin pembaca tak menyangka, setiap kata-kata tertuang berimbas besar, minimal bagi yang tercinta. Ketika saya ungkap kata ‘alibi’ di bagian lalu, kejadiannya pun muncul. Saat terjerumus ke masa lampau kini, serasa kalbu terdekat menjauh, serupa resiko yang harus ditanggung.

Kondisi sekarang sangat parah sehingga saya mengambil ruhnya sementara, saya ganti ruh dirinya daripada milik saya dengan kesementaraan pula. Agar paham betapa jalan di alas tali keseimbangan amat ngeri. Di samping beban berat juga waswas tergelincir yang pasti menentukan laju tulisan selanjutnya.

Sampailah ruh saya pinjam memasuki pedalaman suku Manggarai. Orang-orang daerah ini menyebut pulau Nuca Nepa dengan perkataan Nuca Nepa Lale atau Pulau Ular yang Indah. Melalui lelangkah kaki asing, karena ruh tersebut belum terbiasa menjelajah jauh. Tapi atas keayuannya semoga lekas sampai. Bertemulah ia dengan kepala suku yang bertuturkan legenda; kenapa pulau ini dinamai Nuca Nepa Lale. Kenapa orang Ngada dan Ende menyebut Nusa Nipa. Juga hikayat pada suku Larantuka menuliskan Nuha Ula Bungan yang maknanya Pulau Ular yang Suci.

Ia (ruh pinjaman) banyak menimba pengetahuan mereka; rahasia ungkapan sakral penentu denyut alam sekitarnya, serta misteri lain menyelubungi takdir manusia. Ibarat gunung terselumuti ketinggian kabut, cahaya kesadaran prosesi perubahan, mematangkan jenjang usia pemikiran. Atas terbang berbeda ruh membaca, sementara kaki-kakinya masih menginjak tanah melincah, gemulai membawa berita. Menembus pekabutan menyusupi lelapisan cahaya rasa nan suara makna. Untaian rambutnya kini taklah panjang selepas dipangkas, sesyarat memasuki napas suku Manggarai. Mempermudah menyusuri padanan daun-daun jua kerikil bergetar oleh perangainya.

Ahai, ia akrab mengisi raga saya dan padanya ruh saya dirasai. Dengan lesatan seperti burung terbang tercepat yang belum pernah ada manusia menyaksikannya. Ruh berpindah-pindah dari Gunung Ranaka, mencapai ubun-ubun Mandosaawu, dilanjutkan kepada puncak Inerie. Menjamahlah kelembutan alam Ruteng, kesuburan pegunungan Ambulembo. Sampai di Pulau Sumba dengan napas santun menggapai suara Gunung Wanggameti merdu desir anginnya. Keheningan khusyuk melagukan dendang keceriahan menemui kepemudaan segar serasa terlahir kembali; alisnya melengkuk tebal menandai setiap perjalanan bagi tafsir hukum alam. Pipinya sintal senyuman menawan, bersedekah untuk siapa menyaksikan. Hidung tidaklah mancung menambah sedap dipandang. Yang bibirnya aduhai isyarat pengetahuannya telah tanak menyeluruh ke bagian tak terjamah, kecuali diapungkan rahmat merindu balasan. Janggutnya seimbangkan seluruh air muka mengharuskan wibawa turut serta, dikala kedipan matanya memudahkan segenap diingini. Dan satu andeng-andeng menikam kata-kata mengejawantah.

Dengan perangai itu kedirian ruhnya meneruskan kembara menuju Gunung Anajeke, memetik peputik kembang bersenda ria dengan kupu-kupu ribuan warna. Tanah subur memercikkan sedikit lumpur ke pakaiannya dibiarkan, mungkin amat bahagia. Tiada terasa sampai Gunung Iwing, dilanjutkan ke Kabaau, tidak luput ke Pahulubandil. Tiap-tiap detakan lelangkah, jantung blingsatan, mukanya kemerah jambu matang. Sementara ruh saya yang dirasai tenang menyelidik apa gerangan dipikir, disaat cerita ini melaju berkehusyukan. Senada bercampurnya pasangan, timbul-tenggelam di kedalaman kerahasiaan.

Babakan berlanjut menghirup napas menghimpung segenap pengalaman, memasuki panca indra dijadikan kekayaan. Pengetahuan yang kelak tidak habis dipunggah untuk puisi-puisinya mendatang. Ruh bersama jasadnya terbang ke Pulau Timor mendaki Gunung Mutis diiringan bayu sedenyar gending Jawa mengalungi lembah. Ia teringat masa-masa kecilnya di kampung halaman bermain jaratan, dakon. Dan nyanyian yang disyiarkan Kanjeng Sunan Kalijogo; ler iler.

Wewaktu dilipat-lipat, diudar sesuai kalbu kayungyung berat. Sebab apalah saya tanpa kebesaran kalbunya merelakan dengan tidak menyebut namanya nan elok sehingga saya segan menyapa. Senandung ini seberkas sinar cahya menggelinjak menemui Gunung Nefomat. Tidak lama kaki-kaki gemulainya dengan ruh pesonakan mata telinga ke punggung Kekneno, sebelum ke batas Wehaf, dan Gunung Timau yang anggun serta.

Sedurung ke Pulau Alor saya berujar; entah reaksi apakah percampuran ini atau perpindahan beransur cepat. Berbolak-balik berkelembutan tak tampak mata. Memberi efek berlimpah tak terdetak sebelumnya. Jika memakai kata 'gentayangan,' tetaplah fokus merajalela, sekuat tanda berbauran memberkah. Rasanya diruapi ketinggian agung memendarkan lapisan nikmat sel-sel darah berdenyut kencang sekaligus pelan tak terbantah. Mengikuti bintik-bintik air menuangkan senjakala mulai temaram di sana.

Sebelum berhenti di tenggang masa yang masih bergelayut dalam selubung ruang-waktu demi maujud bagian nol ini. Pulau Alor sebagai titik tolak ruh menyimak denyutan air sungai-sungai menghidupkan kepulauan keramat Nuca Nepa. Ruh saya pinjam beranjak ke Gunung Muna, merasai lembut bersentuh lelapisan mega, tepatnya malam diterangi rembulan juga kunang-kunang dihiasi padang dataran. Langkahnya pelahan kelelahan, bau keringat nikmat dijilat angin tipis sedataran tinggi, setepat masa takdir menuntunnya berkeadaan bijaksana. Sebajik nilai utama diperdengarkan orang mulia yang ditemuinya di jalan kembara. Dengan kesadaran imbang, kepak sayap-sayap nalurinya menciumi Gunung Apengmana serta Blikmana. Sebelum hentikan lawatannya paling ganjil namun genap makna pada Gunung Fokala.

***

Hikayat lain disebut raganya hanya berada di ketinggian Gunung Ranaka, sementara ruhnya senantiasa mengembara separas di puncak kegilaan. Jari-jemarinya menuang apa saja didengar telinga, dipandang batinnya berdecak dalam. Dapat dikata banyak versi mengenai lawatannya, ada mengatakan di muara Sungai Aisesa. Begitulah legenda menutupi kekurangajarannya lewat misteri nan membalut, mempurna menggumuli alam dikandugnya. Di muara Aisesa ia pelajari masa memantul-mantul oleh cahaya surya, seumpama hati terpaut dedaun pagi memelanting embun kelembutan belia. Betapa jujurnya waktu memberi bacaan membening sehingga hijab semesta terbuka mewah merestui indranya.

Ruh terus membaca alam menyimak nyanyiannya di arus Sungai Reo. Ia diajarkan memperteguh hati-pikiran, menyikapi bebatuan terjal terpukul kesungguhan dari kelembutan. Kepatuhan hukum alam membuka lembar kitab menyelidiki ayatnya kepada biru langit membentang. Desiran bayu, cecabang pepohonan lentur mencium kening permukaan sungai. Peputik kembang berjatuhan mengikuti arus. Suara-suara hewan liar menambah derajad kesaksian. Ketakjuban selalu melekati batin mempertebal iman. Keyakinan bertumpuk setinggi tapakan ruh mengejawantahi keseluruh dirasa. Bersyukur meningkatkan pemahaman perdalam penyelidikan, menguras rasa memakmurkan jiwa kesejatian.

Manakala tibanya di Sungai Moke, berjalan cepat di muka air berselancar seimbangkan gravitasi ondakan angin. Firasatnya cemerlang mengedarkan cabang isyarat yang diberikan padanya. Waktu dilewati berkemantaban tiada sedikit pun tercecer. Bagai santapan lezat bagi ruhani terus dahaga, diserang kehausan rindu mendera. Kangennya ke alamat-alamat ceruk terdalam, celah daun sorotan cahaya. Dan ruang tempat penyadaran kala semua digerakkan. Maka tidak sekadar pesona diperoleh, namun jua martabat sedari tirakat di atas tabaruknya, kepada keseluruhan hidup menghidupkan.

Teringat dirinya, kelembutan Sungai Leo Ria nan pernah berpapasan gadis-gadis ayu sama dengannya. Menikmati untaian tubuh di dalam tarian syukur kehadirat Yang Esa, pemberi berkah panen berlimpah. Sampailah ke Sungai Jamal, di sana ia mengunci diri. Merasai dingin menggigil oleh kesaksian, meringkuk di bawah pohon. Setingkat pulung kapujanggaan menimpanya, pencerahan mengisi sekujur ruh berhawa batin menyejukkan sukma. Makna-makna bersusulan menghampiri. Permudah penalaran meneliti hayati sedari keuletan menghayati tetingkap nyawa. Semua di luar jangkauan saya, yang diberi sejumput di sini. Tak ada lain ketulusanlah pemampu memerdekakan ruh di ambang batas tak terkira, yang masih dalam lingkup kuasa Pencipta. Lalu senyala perintah mengulangi lawatannya ke Pulau Sumba, mungkin hanya ingatan-ingatannya dilayarkan ke sana.

Di muara Kambaniru dari kelokan memanjang, ia diberi penghormatan para penduduk dengan menampilkan tari-tarian Kandingangu. Upacara adat demi memohon kehadiran pencipta alam semesta. Tak dilupakan kebiasaannya di bencah Jawa ‘mengampuh;’ menjumput tanah dikunyah demi restu moyang merambahi partikel pribadinya sampai ke warna alami. Yang sisa tanahnya diambil sedari mulut untuk diusapkan di kening. Selepas itu memancarkan cahaya ke mereka di sekitanya. Mereka terus menarikan tarian Yappa Iya nan cekatan menggambarkan masyarakat Mbarambanja menangkap ikan. Dan tetarian lain dengan ditutup tarian Hedung Buhu Lelu dari kampung Lembata. Nan mengisahkan betapa erat kekerabatan penghalusan larikan kapas dipisah dari bijiannya. Para gadis-gadis menerbangkan sampurnya berwarna-warni menandai kemakmuran.


















Atlantis, The Lost Continent Finally Found {The Definitive Localization of Plato's Lost Civilization, 2005}
























































Dijumput dari: http://nurelj.blogspot.com/2012/01/membaca-kedangkalan-logika-dr-ignas_976.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati