Senin, 27 Februari 2012

FENOMENA KAMAR MENCARI MIMBAR

Mukadimah Antologi Puisi KATARSIS
Hadi Napster
http://sastra-indonesia.com/

Berawal dari sebuah wacana, yang melebur ke dalam rencana, dan kini terlaksana dengan sederhana. Seperti itulah kira-kira gambaran lahirnya buku Antologi Puisi yang lalu saya juduli KATARSIS ini. Ya, buku berisi 150 anak kandung yang terlahir kerdil dan kecil dari rahim pena saya. Yang oleh beberapa orang menyebutnya karya sastra, meski saya sendiri tidak begitu yakin dengan sebutan tersebut.

Adalah rasa cinta, setia dan (bisa jadi) sedikit cita terhadap sastra, yang memotivasi saya untuk kembali mengumpulkan tulisan-tulisan sederhana ini lalu mengemasnya menjadi sebuah buku. Bukan hal mudah tentunya, mengingat di luar sana tumbuh-kembang sastra bak jamur di musim hujan. Di mana begitu banyak muncul penulis atau penyair ‘baru’ yang dengan semangat menyala seakan tiada henti saling mempertontonkan hasil karya masing-masing.

Bersyukurlah negeri ini, utamanya sastra, yang menurut saya kian memasyarakat dalam geliat kehidupan sehari-hari. Terlebih dengan berkembang pesatnya cyber sastra lewat social networking di internet, sungguh merupakan sebuah jembatan menuju pertumbuhan sastra dalam skala kuantitas, meski belum tentu dibarengi dengan peningkatan kualitas.

Di sinilah agak rancu-nya perkembangan sastra modern. Sebab bukan tidak mungkin bahwa tulisan-tulisan yang lahir dari para ‘penyair’ baru (termasuk saya), yang di atas kertas memang kebanyakan ‘bukan’ wong sastra, justru serupa membangun rumah dengan hanya memasang dinding dan atap, tapi lupa dengan pilar maupun pondasinya.

Sastra Kamar. Begitulah kira-kira banyak orang menamai tulisan-tulisan yang datang dari subjektivitas penulis dengan latar belakang sekelumit permasalahan dalam kehidupan individualnya. Yang serta-merta lalu diberi label ‘karya sastra’ oleh kalangan ‘tertentu’ setelah membacanya. Dalam pandangan awam secara pribadi, saya lebih memilih menganggapnya sebagai Sastra Timpang, atau bisa juga Sastra Euforia.

Mengapa saya berani berasumsi demikian? Sangat jelas jawabannya; karena tulisan-tulisan tersebut tercipta dari kecenderungan berpijak pada unsur ekstrinsik semata. Memang banyak hal yang bisa menjadi opsi dalam ranah ini, anggap saja misalnya muatan-muatan psikologi, sosiologi, kondisi sosial, politik dan ekonomi, motivasi, ideologi, tendensi, tradisi, dan banyak lagi permasalahan lainnya. Namun apakah berbekal hal-hal seperti di atas saja sudah cukup untuk melahirkan sebuah karya sastra? Tidakkah kita terpikir kembali bagaimana dengan unsur intrinsik karya itu sendiri? Akan kita sembunyikan di mana; diksi, rima, ritme, tipografi, tata aksara, dan unsur-unsur dalam yang meliputinya? Bagaimana pula dengan asonansi, aliterasi, persajakan, hingga pemaknaan bertingkat; anorganik, vegetatif, animal, humanis dan metafisika atau transendental karya tersebut? Sudahkah semua ini kita klasifikasikan pada tempatnya masing-masing?

Jika jawabannya adalah belum, maka asumsi Sastra Timpang bisa menjadi pilihan. Atau ada kemungkinan lain, yaitu Sastra Euforia. Ya, katakan saja euforia karena tulisan-tulisan tersebut lahir dari sekedar keinginan untuk turut meramaikan geliat sastra yang semakin marak ber-modern ria dalam label kontemporer-nya. Sebuah capaian yang prestisius dalam dunia sastra sebenarnya, di mana semakin banyak orang menjadi gandrung untuk menulis dan berkarya. Akan tetapi bisa saja menjadi antiklimaks bagi dunia sastra sendiri, sebab kebanyakan apa yang ditulis adalah ‘entah’ atau ‘antah berantah’ semata.

Yang semakin menggelikan, sebab segala ketimpangan dan euforia ini lalu diikuti dengan mewabahnya kritikus-kritikus sastra yang lantas dengan seenaknya menghakimi atau memvonis ‘plus-minus’ hasil karya orang lain dari beragam sudut pandang. Tanpa memandang apa, bagaimana dan dari mana karya itu berasal? Sekarang, mari kita bercermin lagi, mari mencari tahu dan bertanya kembali; apa tindakan ‘sastra’ sendiri kala mendapati polemik semacam ini? Bagaimana tanggapan ‘sastra’ dengan giat antikonsepsi seperti ini?

Sulit memang mencipta sebuah tulisan yang benar-benar bernilai sastra. Bahkan saking sulitnya, sampai-sampai dewasa ini kita malah kebanyakan disuguhi tulisan-tulisan yang lebih cenderung mengandalkan tameng lisensi poetika, apoetica, atau apalah namanya, sebagai modal utama untuk merdeka dan menulis semau gue. Bahkan tak jarang kita jumpai kemunculan bahasa-bahasa baru yang indikasinya seakan menjadi gambaran sebuah penyimpangan arti, baik yang berupa ambiguitas, kontradiksi, hingga nonsense sekalipun. Tapi ironisnya, karena ternyata bahasa-bahasa baru tersebut adalah kosakata-kosakata yang sedianya hanya dimaksudkan ‘lazim’ saja, tanpa penyimpangan apapun. Tetapi justru dengan sendirinya menjadi ‘tidak lazim’ karena ‘ketidaklaziman’ penulisannya.

Apa kira-kira penyebabnya? Apa lagi kalau bukan; tingginya hasrat seseorang untuk membuat tulisan yang ingin ‘diakui’ sebagai karya sastra, hampir sama tingginya dengan ketidakpedulian pada morfologi maupun kaidah bahasa yang ada. Lebih parah lagi sebab dalam proses pemilihan diksi ketika membangun sebuah karya tulis, 90% fokus konsentrasi para penulis ‘jaman sekarang’ habis terkuras pada nilai-nilai estetik semata, dan hanya menyisihkan 10% sisanya untuk kepentingan semantik. Dengan kondisi seperti ini, maka karya yang lahir pun bisa dipastikan akan sangat sempurna. Sempurna timpang-nya, sempurna euforia-nya.

Kembali pada kasak-kusuk Sastra Kamar, adalah pendapat yang sangat logis jika kelak pembaca mendapati buku ini sebagai sekumpulan karya bernuansa kamar. Sebab apa yang hendak saya sampaikan lewat buku ini memang tidaklah lebih dari sekedar membagi corak kehidupan, semangat berinteraksi, optimisme belajar, serta tekad dan ikhtiar untuk terus mencintai sastra dengan cara berkarya. Bukan pula buku ini berarti saya maksudkan sebagai bentuk protes atau pembelaan terhadap Sastra Kamar. Sama sekali tidak.

Lebih bijak jika saya katakan; buku ini adalah sebuah usaha pencarian jawaban tentang; bagaimana mendewasakan AKU, agar bisa berbicara tentang KAU, DIA, KAMI, KITA dan MEREKA. Dengan kata lain, sedikit harapan kepada Sastra Indonesia agar kiranya dapat mencipta sebuah konsepsi baru yang lebih cerdas dan sistematis, terkait metode mengusung Sastra Kamar menjadi Sastra Mimbar sebagaimana yang diharapkan. Agar nantinya tidak timbul lagi polemik dalam tumbuh-kembang sastra, menyangkut subjektivitas penulis yang terkadang dianggap ‘terlalu’ berperan dalam mencipta sebuah karya sastra.

Karena jika kita harus jujur dan benar-benar merenung, maka pertanyaan sangat mendasar yang wajib kita jawab adalah; bagaimana seseorang akan berkoar di atas mimbar jika kamar saja masih berantakan alias belum tertata rapi? Bagaimana kita akan memasuki pola pikir orang lain jika nalar sendiri belum mampu kita kuasai? Nah sekarang kenyataannya, sudah adakah manuver substansial dari Sastra Indonesia sendiri dalam upaya mencerahkan secerah-cerahnya subjek ini? Harapan kita semua tentu saja: semoga kelak akan ada konsep dan konteks lebih konkret yang bisa menyamakan ayun langkah para penggiat sastra. Bukan justru semakin bertambah banyaknya arah pada persimpangan, yang membuat penulis-penulis ‘baru’ kian bingung menentukan ‘tujuan’nya berkarya.

Besar harapan saya, bahwasanya apa yang tertuang dalam buku ini dapat menjadi sedikit motivasi bagi semua, terutama diri pribadi saya, demi upaya menambah kadar ‘bijak’ dan tingkat ‘kedewasaaan’ pada diri, baik dalam bersikap maupun berucap. Utamanya ketika diperhadapkan pada kontradiksi realita dengan ingin dan angan, sebab kurang lebih itulah roh utama dalam buku ini. Segala prahara dan ketidakpuasan, harapan yang berbanding terbalik dengan kenyataan, semuanya terangkum sederhana dalam buku ini. Dalam rentetan tanda tanya besar sebagai konstelasi nyata kekinian yang tentu saja mencari-cari dan mendambakan jalan keluar.

Sedikit tambahan, terkait corak dan gaya penulisan dalam buku ini yang mayoritas mengedepankan pola sajak rima sehingga cenderung nampak kaku dan terikat, semua itu tidak lebih dari sedikit ‘kerinduan’ pada sederhana dan indahnya karya-karya sastra lama. Sebab diakui atau tidak, suka atau tidak, kita sama-sama harus legowo mengatakan bahwa Sastra Indonesia Lama yang ‘serba kaku’ adalah nenek moyang dari Sastra Indonesia Baru yang kini tersohor dengan ‘serba bebas’nya. Jadi anggap saja sebagai sebuah transformasi yang merupakan peleburan karakter dan visi; penciptaan reuni Sastra Indonesia Lama dengan Sastra Indonesia Baru yang telah terpisah periodisasi sangat panjang, di dalam sebuah karya.

Pada kesimpulannya, saya ‘vonis’ saja buku ini sebagai perwakilan untuk kita bertanya; masihkah Tuhan adalah nomor satu? Masihkah surga berada di telapak kaki Ibu? Masihkah cinta menjadi hal yang mulia dan agung? Masihkah interaksi serba modern saat ini menjanjikan wanginya harmoni kehidupan? Terlalu banyak pertanyaan, terlalu banyak ketidakpastian. Semakin banyak ketidaktahuan, semakin banyak pula kejanggalan.

Maka demi melengkapi pertanyaan-pertanyaan di atas, saya serahkan sepenuhnya 150 puisi dalam buku ini kepada siapapun yang kini membaca, menghayati, memuji, mencibir atau bahkan menyesal karena telah membelinya. Semoga kehadiran buku ini dapat membawa sedikit manfaat dan menambah semarak gegap gempita Sastra Indonesia tercinta.

Akhir kata, selamat membaca, menelaah, menghakimi dan memberi anggapan pun tanggapan. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, saya mengajak kepada semua untuk sama-sama mencari tahu; mengapa 150 tulisan sederhana dalam buku ini lantas diberi judul KATARSIS?

Yogyakarta, 07 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati