Sabtu, 31 Maret 2012

Perempuan di Jendela

Jusuf AN
http://www.hariansumutpos.com/

Kita pernah menyimpan mimpi, atau lebih tepatnya angan-angan kosong tentang rumah itu. Rumah yang sekarang kau huni itu. Dulu, ketika kau masih sering bertandang ke kamar kos yang terletak di lantai dua yang sampai sekarang masih aku tempati ini, kerap kau membuka jendela, lalu menatap rumah itu lama-lama. Kau mengetahui kalau rumah bergenting biru itu tak ada penghuninya, menunggu ada yang mau menyewa. Dan kau mengungkapkan keinginanmu: ingin menikah denganku lalu tinggal di rumah itu. Rumah mungil sederhana yang dikelilingi sawah, “Berdua tinggal di sana, pastilah nyaman dan indah,” katamu.

Sekarang, apakah kau benar merasa nyaman dan indah? Hanya sebatas itu aku berani bertanya, dan itu semua aku tanyakan lewat tatapan mata. Sudah seminggu ini, setiap pagi mata kita selalu berjumpa di udara. Kau dari jendela rumahmu, aku dari jendela kamarku. Apakah kau pandai menerjemahkan bahasa mataku, Hany?

Kita memang pernah melewati waktu bersama selama lebih dari dua tahun lamanya. Aku tahu banyak hal tentangmu; apa yang biasa kau lakukan sejak bangun tidur hingga tidur lagi semuanya sudah kau ceritakan. Aku tahu kau tidak suka belanja, alergi dengan mall dan supermarket, tidak senang menonton televisi, penggemar novel petualangan dan senang makan ikan segar. Seperti aku, kau juga senang bersepeda santai, dan seringkali mengutuki asap knalpot ketika sedang berjalan. Tapi tetap, akan sulit rasanya bagi kita untuk bercakap-cakap dengan bahasa mata dengan jarak kurang lebih dari tiga puluh meter. Tak ada gerak bibir, lambaian, senyuman, atau cibiran. Tak ada yang bisa aku tangkap dari matamu kecuali keasingan.

Dan kini, pada pagi yang mendung ini, aku kembali menemukanmu. Aku kembali menjumpai keasingan dalam tatapan matamu. Aku tidak membuka gorden dan hanya mengintipmu. Kulihat kau bersandar pada kayu jendela yang memiliki engsel di bagian samping. Kau telah buka lebar-lebar daun jendela itu hingga kesiur angin mengibarkan rambut pirangmu. Hei, setahuku kau tak pernah memakai anting, tapi benda apakah yang mengerlip di dua cuping kupingmu itu. Ah, mungkin kau tidak lagi seperti kau yang dulu. Mungkin kini kau telah senang berdandan dan memakai perhiasan. Ya, bukankah itu wajar bagi seorang perempuan? Bukankah kau telah menempuh hidup yang baru. Aduh, kenapa aku seperti tidak rela dengan takdir yang membelitku? Kenapa kau mendadak penting untuk aku pikirkan, penting untuk kukenangkan?

“Aku tahu kau masih jauh untuk memikirkan pernikahan. Dan aku tak akan lagi mempermasalahkan itu,” katamu, ketika suatu hari kita tengah bersama menikmati udara senja di alun-alun kota.
“Aku rasa akan lebih menyenangkan jika kita tidak setiap hari berjumpa.”

Kenapa kini aku begitu menyesali kalimat itu? Kalimat yang entah kenapa membuatmu tak lagi berkunjung ke kamar kosku selama seminggu. Sungguh, Hany, aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu. Dugaanku kalau kau benar-benar siap menunda atau membuang pikiran untuk menikah sementara waktu, ternyata keliru. Segera setelah menyadari kesalahan kalimat itu aku berkunjung ke kamar kosmu, tapi kata kawan-kawanmu kau sedang pulang ke Magelang. Dan aku hanya meninggalkan pesan pada kawan-kawanmu, jika kau kembali ke Jogja suruhlah datang ke tempatku. Dan seminggu kemudian, pagi-pagi sekali kau mengetuk pintu kamarku, membawakanku sebungkus nasi gudeg yang masih panas.

“Orang tuaku menyuruhku pulang,” terangmu, setelah terlebih dulu menyuruhku sarapan. “Aku kira kau sedang sibuk garap proyek penghijauan, jadi aku tidak memberitahukanmu.”

Tidak biasanya, pikirku. Tidak biasanya kau merasa takut untuk menggangu kesibukanku. Tidak biasanya pula kau sanggup menahan diam selema lebih dari sepuluh menit. Biasanya kau akan bercerita banyak hal, tentang kawan-kawan satu kos denganmu yang senang menghambur-hamburkan listrik dan kosmetik, atau tentang pembimbing skripsimu yang selalu menyalahkan kerja-kerjamu, juga ayahmu yang tidak bisa berhenti merokok. Tapi waktu itu, kau terdiam lama, duduk selonjor dengan kepala menunduk. Ketika aku sebut namamu, kau geragapan, seakan pikiranmu baru saja terseret arus yang kencang.
“Kau kenapa, Hany?”

“Mhh, baru saja aku mau bertanya begitu, eh kau sudah tanya duluan. Kau yang kenapa? Kenapa kau tidak menanyakan tentang orangtuaku yang menyuruhku pulang?”
“Jadi, kenapa orang tuamu menyuruhmu pulang?”
“Sangat berat untuk menjawabnya.”
“Orang tuamu sehat-sehat saja, kan?”
Kau mengangguk.
“Apa mereka tidak berbicara tentangku?”
“Mhh…”

“Sebenarnya aku ingin main ke rumahmu lagi, tapi aku tidak enak dengan ayahmu. Kelihatannya ayahmu tidak senang denganku.”
“Itulah, kenapa aku berat menerangkan padamu tentang kenapa orang tuaku menyuruhku pulang.”
“Benar kan, ayahmu tidak suka denganku, dengan penampilanku, juga pekerjaku yang tidak jelas? Aktivis LSM. Ha..ha..ha.. Pasti orang tuamu menertawakan pekerjaan macam itu.”
“Bukan itu.”
“Lalu?”

Kau kembali menunduk. Di kepalamu aku menebak ada sesuatu yang berkecamuk.
“Oran gtua jaman dulu, tentu kau tahu seperti apa.”
Aku belum dapat menebak arah pembicaraanmu.
“Sejak dalam kandungan, mereka telah menentukan hidup takdirku.”

Suaramu terdengar sumbang. Dan ketika kulihat matamu berkaca-kaca, aku segera merangkulmu, menyandarkan kepalamu di dadaku. Saat itulah, dengan suara isak, kau mulai membuka semuanya.

Bahwa kau sudah dijodohkan sejak dalam kandungan dengan seorang putra dari kawan dekat ayahmu. Kau mengaku baru tahu akan hal itu. Kau yang sadar benar seberapa besar pengorbanan orangtua merasa tak sanggup untuk membantah mereka. Lalu kau meminta maaf padaku seperti merasa sangat berdosa.

“Akan lebih berdosa jika kau tidak menuruti orang tuamu,” kataku. “Sudahlah, hidup ini terlampau singkat untuk bersedih. Jalani dan nikmatilah.

”Meski aku bersikap setegar pohon beringin tertua di alun-alun kota, tetapi kau seakan dapat membaca air mukaku yang mungkin merah padam. Kau memelukku kian erat. Lama dan semakin erat. Dan aku tidak menyadari, bagaimana kemudian diriku menjelma menjadi seekor kumbang yang kehausan, sementara bunga-bunga penuh madu bermekaran di atas tubuhmu.Bau keringatmu masih tertinggal di kamarku, Hany. Baju yang kau tumpahi dengan air matamu juga belum aku cuci ketika aku dengar kabar dari kawanmu bahwa kau telah benar-benar melangsungkan pernikahan. Segera setelah mendengar itu, aku membersihkan kamarku, sesuatu yang jarang aku lakukan.Tembok yang dulunya aku cat dengan warna hijau kesukaanmu kini aku ganti warna hitam legam. Aku semprot parfum autotheraphy yang sebenarnya tidak aku sukai. Aku buang semua fotomu dari dompet dan di komputerku. Aku cuci karpet dan semua pakaianku dengan deterjen yang berlimpah-limpah. Beraharap aku dapat melupakanmu.

Aku juga banyak menghabiskan waktu bersama kawan-kawan di kedai kopi, naik gunung, dan mulai kembali konsentrasi dengan buku-buku dan kerja-kerjaku. Beberapa nomor telepon perempuan juga sudah aku dapat, dan aku mulai rajin menulis SMS. Hampir saja, ya hampir saja aku dapat melupakanmu jika aku tidak pernah membuka jendela kamarku kemudian melayangkan mata ke jendela yang lain.

Kau masih di sana sekarang. Bersandar di jendela yang memiliki engsel di bagian samping dan telah kau buka lebar-lebar itu. Kau tetap tak berpaling dari menatap jendela kamarku. Sementara aku masih mengintipmu dari balik gorden dengan kepala yang berat, sesak oleh tanya.

Kenapa kau memilih tinggal di rumah itu bersama suamimu? Aku tahu, kau memang harus merampungkan skripsimu baru setelah itu pulang ke Magelang, tetapi bukankah kampusmu jauh di jalan Solo, dan banyak rumah kontrakan di sekitar sana? Mengapa kau memilih kontrakan di jalan daerah Kasongan?

Mungkin saat ini kau sedang berusaha keras untuk menerangkan pertanyaan-pertanyaanku itu lewat tatapan matamu. Tapi, bagaimana caraku menerjemahkan bahasa matamu, kecuali jika aku langsung berkunjung ke rumahmu dan menanyakan langsung.

Berkunjung? Bukan suamimu aku takuti, Hany. Aku hanya takut apabila setelah kunjunganku ke rumahmu, perahu keluargamu goyah, lalu pecah terbelah. Ah, apakah aku harus menyamar sebagai pencatat rekening listrik seperti di film-film komedi hanya untuk melihatmu dari dekat kemudian diam-diam menanyakan alasanmu tinggal di rumah itu? Konyol sekali!

Kau masih di sana sekarang. Tidak seperti biasanya, tak aku lihat suamimu merangkulmu dari belakang sebelum kemudian kau menutup jendela dan melangkah entah kemana. Cukup lama kau berdiri di sana. Sampai kemudian, aku melihat punggungmu terguncang-guncang, mulutmu terbuka mengeluarkan cairan. Kau muntah?

Mendadak aku jadi teringat saat terakhir kali kau bertandang ke kamarku pagi-pagi sekali dengan membawa nasi gudeg kesukaanku. Aku seperti dihentakkan dari peristiwa yang tidak pernah sebelumnya aku sadari akan terjadi. Peristiwa di mana diriku menjelma kumbang yang kehausan sementara di tubuhmu bermekaran bunga-bunga penuh madu. Mendadak aku bertanya-tanya, apakah kau sedang masuk angin, sampai muntah-muntah begitu? Atau kau, hamil? Mendadak aku sangat mencemaskanmu, Hany. Apakah suamimu tahu bahwa kau tak suci lagi saat dinikahi lalu mencampakkanmu yang kini hamil? Ah, mudah-mudahan kau hanya masuk angin.***

Wonosobo, 2008

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati