Jumat, 29 Juni 2012

Kisah Perempuan Telanjang

Eko Hendri Saiful *
Tabloid Seputar Ponorogo, edisi III, 17-23 Jan 2012

Jika kawan melewati alun-alun kota kami, engkau akan menemukan sebuah menara yang berdiri tonggak di pojok alun-alun. Bentuknya seperti menara telephone seluler di kota-kota besar yang terbuat dari kesatuan besi berwarna hitam. Jika diukur kurang lebih 20 meter tingginya. Kebanggaan bagi kami selaku warga kota kecil memiliki menara setinggi dan semewah itu. Kabar terakhir menara itu dimiliki oleh sebuah stasiun radio swasta dikota kami dan berfungsi sebagai pemancar.
Pemandangan terakhir yang kulihat seeorang perempuan seusia ibuku tampak kebingungan di depan pintu masuk pagar menara. Tampaknya ia sedang mencari sesuatu untuk anak digendongannya. Bukan maksud saya untuk meminta sumbangan air mata, tetapi memang tragis kondisi lahir perempuan itu. Badannya tak tertutup sehelai kainpun memperlihatkan tubuhnya yang penuh luka. Rambutnya kumal, bergelombang dan tak terurus. Selain itu di wajahnya tampak lecet. Terlihat juga kejenuhan menimpa perempuan itu karena menyeret kakinya yang pincang.

Perempuan itu melewati kawat pelindung menara. Menerobos, memanjat, dan melipur anaknya yang menangis sedu. Wajahnya melukisakan keputusasaan yang mendalam. Menandakan usianya yang semakin lapuk dikoyak nasib. Orang-orang sering mencibir karena bau amis dari gelombang rambutnya yang hitam kemerahan. Ia menaiki tangga demi tangga dan berusaha menggapai puncak menara.

Dalam sekejab menara di pojok alun-alun itu di penuhi hiruk pikuk masyarakat kota. Dari mulai petani, kiai, politisi, hingga penjudi hadir dalam upacara dadakan itu. Mereka merayu agar perempuan telanjang itu segera turun dari menara. Namun perempuan itu tetap diam. Kakinya masih ragu untuk melangkah ke bawah. Dia masih mencoba melipur tangis anaknya dari atas menara. Bujukan orang-orang tak masuk telinganya.

“Ibu mari turun! kasihan anakmu”. Teriak seorang warga.
“Ayo Bu kubantu”. Bujuk yang lain.

Perempuan itu tetap diam. Tak sedikitpun rumah siputnya bergetar oleh rayuan itu. Tampaknya ia asyik menimang anaknya yang kira-kira masih berumur satu tahun. Sungguh malang nasib anak itu, wajah dan tubuhnya usang terpanggang terik matahari. Sementara di kakinya tampak bekas luka seperti sayatan pisau. Agaknya ibunya enggan merawatnya.

“Apakah saudara tahu mengenai riwayat ibu itu?” Tanya wali kota yang turut hadir di kerumunan itu.

Mendengar perkataan wali kota warga mulai berpikir dan mencari identitas perempuan itu. Mereka berpandangan cukup lama dengan penuh tanya, namun tidak ada satupun dari mereka yang mengetahui identitas perempuan telanjang itu. Banyak orang tak waras yang mampir di menara tersebut, namun warga tak pernah melihat perempuan itu sebelumnya. Mungkin dia orang luar kota kami yang terjaring operasi pembuangan.

“Ibu ……! Apa yang engkau kehendaki dan bolehkah kutahu tentangmu?” Wali kota bertanya dengan wibawanya.

Seketika dalam bibirnya yang kelam, perempuan itu sadar siapa yang bertanya padanya. Tentunya orang yang paling disayang dan dipandang di kota ini. Orang bijak terhormat yang mengubah krisis di kota ini.

“Wahai wali kota yang bijaksana, sesungguhnya aku adalah wargamu. Dulu aku adalah orang yang paling dekat dengan pendahulumu. Kelelahan menimpaku setelah lama berteman dekat dengannya. Perihal kehendakku… !” Perempuan itu memotong ucapannya, menghela nafas dan meneruskannya.

“Bolehkah ku kuminta kain untuk menutupi tubuhku dan anakku”.
“Baiklah ibu engkau akan mendapatkannya”.

Kesanggupan yang diterima wali kota mengharuskannya untuk meminta kepada seluruh warga mencarikan kain sesuai permintaan perempuan itu. Seluruh masyarakatpun berbondong-bondong melaksanakan perintah pemimpinnya. Dari mulai daerah terpencil di kota, rumah-rumah mereka, hingga memasuki pusat kota yang dipadati gedung bertingkat mereka obrak-abrik untuk menemukan kain penutup bagi perempuan dan anaknya. Bahkan ada sebagian dari mereka mencari hingga keseluruh propinsi dan ibu kota negara. Namun tak satupun dari mereka menemukan sehelai kain penutup tubuh perempuan itu. Hingga petang mereka berputus asa dan kembali berkumpul di menara.

“Maafkan aku ibu, masyarakatku sudah berusaha mencari permintaanmu sampai ke propinsi bahkan melapor ke ibu kota negara. Namun tak satupun dari mereka menemukan kain untukmu” Wali kota berucap mewakili masyarakatnya.

Suasana hening kembali menyelimuti menara. Beberapa orang terlihat sibuk mempersiapkan bantuan untuk menurunkan perempuan itu. Dan sebagian lagi masih berusaha membujuk perempuan itu untuk turun.

Tiba-tiba salah seorang masyarakat menghampiri wali kota.
“Bapak wali kota kutemukan selembar kain kafan di lorong tikus rumahku. Kain ini peninggalan ayahku dulu. Tapi tampaknya kain itu tak cukup untuk mereka berdua”. Lelaki itu berbisik pada wali kota.

Dari atas menara perempuan itu mendengar percakapan wali kota dan warganya. Dia mulai melepas gendongan anaknya dan berteriak di sisa tenaganya.

“Wahai wali kota tak apalah kain kafan itu. Aku hanya butuh kain untuk tubuh anakku.Tubuh anakku lebih membutuhkan kain itu dari pada tubuh amisku. Aku mohon jangan kau lepas kain kafan itu hingga anakku bisa balas budi padamu”.

Akhirnya perempuan itu bersedia turun dari atas menara. Wargapun bersiap menurunkan ibu dan anak itu. Namun sepertinya sungguh sangat beresiko bila menurunkan mereka secara bersamaan. Dan warga pun sepakat untuk menurunkan anaknya dengan alasan bobot yang lebih kecil.

Setelah berhasil diturunkan anak itupun segera dibalut dengan kain kafan yang sudah disiapkan. Wali kota pun berbahagia, mendekapnya dan menimang-nimang tak karuan. Senyum bahagia juga melekat pada perempuan itu karena melihat anaknya selamat. Ia ingin segera menyusul anaknya.

Kini giliran perempuan itu untuk diturunkan. Orang-orang sudah siap dengan tali dan peralatan lainnya. Seseorang membimbing dari atas menara. Satu meter, dua meter, tiga meter dengan berirama perempuan itu mulai meninggalkan pucuk menara. Masyarakat siap mengadakan pesta penyambutan.

Tetapi tiba-tiba tali tersebut putus. Perempuan itu terjatuh. Keras tanah di bawah menara dan ketinggian menara menyebabkan kepalanya pecah dan kedua tangannya patah. Bersamaan dengan itu darah memancar dari seluruh tubuhnya. Orang-orang tertegun. Mobil Dinas Kesehatan segera berdatangan. Perempuan telanjang itu tewas mengenaskan karena rusaknya beberapa organ dan patahnya anggota gerak.

Berita kematian perempuan itu segera meluas hingga seluruh kota, propinsi, bahkan ke seluruh negeri. Ribuan media massa baik media cetak maupun elektronik yang tergolong lokal maupun nasional menjadikan kematian perempuan itu sebagai berita utama. Sepertinya topik di seluruh negeri sudah diisi mengenai berita kematian perempuan telanjang…

Sementara itu, di pusat gedung DPRD kota sedang diadakan demonstrasi masal. Hajatan itu dimulai dari pukul 08.00 WIB pagi hingga pukul 13.00 WIB itupun masih ada extra time. Rakyat mengamuk, mahasiswa menyeruduk. Beberapa anggota DPRD diseret, ditendang, dan dibakar. Seperti tak mau kalah dengan teman-teman mereka yang beraksi sebelumnya, mereka membongkar gedung, mememecahkan kaca lalu meruntuhkannya. Kedahsyatan mereka melebihi gempa Yogyakarta. Setelah anggota dewan habis, para pengguna jalan pun jadi sasaran berikutnya. Kendaraaan mereka dirampas, mereka dibunuh dan anak mereka dibuang. Hingga berita kematian perempuan telanjang itu sampai ke salah satu dari demonstran melalui sebuah koran lokal yang ditemukan di bak sampah.

“Hentikan !” seseorang itu berteriak di tengah emosi kawan-kawannya.
“Mengapa? Pesta kita belum usai kawan. Mimpi kita belum tercapai”. Seorang demonstran bertanya.

“Tidak…….! Kita telah berhasil kawan. Mimpi kita akan terwujud”. Lelaki itu meyakinkan kawannya serta menujukkan berita mengenai kematian perempuan telanjang yang tewas karena terjatuh dari menara….

Sorak-sorai terdengar di depan gedung DPRD kota diikuti dengan dengungan yel-yel kemenangan. Semua anggota demonstran melonjak kegiarangan yang diiringi dengan pelukan hangat kebahagiaan. Mereka sepakat untuk menghentikan aksinya dan segera meninggalkan gedung . Aroma kebahagian memayungi sepnjang perjalananmereka. Dengan berjalan tegap mereka membawa bendera Negara yang bergambar kepala demokrasi. Sepanjang jalan mereka bernyanyi riang menyusuri jalan-jalan kota hingga melewati pasar, pertokoan, perumahan, rumah sakit dan berakhir di pemakaman. Mereka ingin menghadiri pemakaman teman mereka yang tewas karena terjatuh dari menara sehari sebelumnya. Seorang perempuan telanjang yang tewas karena terjatuh dari menara.

*) Eko Hendri Saiful, Ketua Himpunan Mahasiswa Penulis (HMP) STKIP PGRI Ponorogo.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati