Nur Wachid *
__Tabloid Seputar Ponorogo
Mata nanar berpijak pada tumpuan batu senandung ilmu. Bermaslahat
keangkuhan jiwa berkejora putih. Titik semu pada daun pintu mulai
terdengar asing. Tak tersahut dengan kata majikan. Tampak kusut wajah
tak berhias. Berkobar api semangat bermahligai optimistis. Dengan segala
kemampuan dan tenaga, padi – padi kering yang setinggi gunung rinjani
mulai tak tampak tinggi menjulang. Cucur
deras keringat membasahi kain putih lusuh yang dikenakannya. Tak sanggup
lagi rasanya, ditengadahkannya kendi air membasahi kering tenggorokan.
Serasa tak henti rasa haus melanda tubuh. Baru air surut dari kendi,
tenggorakan sudah mulai basah. Tinggal empat kali pikul. Berdiri kakinya
kokoh seperti kaki ayam jantan berjalu petarung. Tangan penuh otot,
jari seperti paku – paku besar dari besi jawa. Sekali tekam satu pikul
padi – padi kering memenuhi pundak. Bibir mulai tersenyum melihat Gunung
Rinjani tak berhias keindahan, rata dengan tanah. Belum selesai
mengambil nafas suara itu mucul dari sudut halaman. Agak lirih tapi
semakin lama menjadi keras tak tertahan telinga. “Kamar mandi sudah
mulai dipenuhi lumut hijau!” Tak ada perintah cuma mengeluarkan kata –
kata bermakna perintah. Butir keringat belum mulai kering. Otot kaki
masih terasa tegang. Nafas naik turun kencang seperti mobil naskar.
Diambilah sikat dan perangkat alat pembersih.
Hari – hari dilalui sebegitu berat. Tak ada yang sanggup hidup
seperti kehidupan Simon di Bukit Lintang. Suara kokok ayam sebagai
pertanda alam mulai terang benderang. Di hari yang masih pagi itu,
bahkan tak kebanyakan dari mereka yang masih mendengkur mendengar suara
panggilan berjama’ah. Tapi tidak dengan Simon dengan wajah tak
berekspresi, rumah satu paket dengan sudut – sudut halaman nampak tak
ada kotoran tersisa. Baju – baju bertahta milik penghuni rumah juga
sudah tersampir rapi di bentangan tali belakang rumah. Matahari mulai
mengintip dari timur. Simon bergegas membasahi tubuhnya dengan air kolam
di kamar mandi. Seragam putih yang tak nampak putih lagi siap menjadi
jubah mencari ilmu.
Parade hingar bingar mengiringi bayangan Simon mengayuh sepeda tua.
Sampai pada halaman berisi kuda besi yang tersusun rapi. Sepeda itu
nampak asing dan terlalu bengap di halaman itu. Lirikan tajam mata Simon
mengarah pada setiap kuda besi yang berdiri tangguh. Suara tawa
mencekik, kali ini dua personil lawak jawa tulen yang setiap hari
menjadi gubuk peristirahatan Simon pada sawah terbentang luas. Ubed dan
Danar tiba – tiba gambar itu muncul bersama tawa mencekik dihadapan
Simon. Ketiga telapak tangan saling diadukan yang menjadikan lengkap
perawakan personil lawak jawa tulen. Itulah julukan bagi ketiga bocah
ingusan yang berhari luar biasa. SMK Cahaya Harapan tertulis besar di
gapura gerbang pintu lalu lalang impian bangsa. Sekolah itu menjadi
tempat perhelatan yang sesekali dikerumuni riuh kebisuan oleh suara Pak
Khosim. Satu kata mujarab hingga mampu menembus dinding – dinding
kebisingan. Tertunduk semua kepala dan mata pekik tak berani
mengeluarkan tatapan mata elang. Suara sepatu kulit kilap mengkilap
menjadi pemenang di ruang kelas berisi 29 siswa. Pak Khosim yang seperti
algojo raja tega, hari ini tak seperti biasa. “Anak – anak! Hari ini
nampak begitu cerah, suasana kelas nampak rindang, wajah – wajah kalian
nampak penuh semangat.” Kepala tertunduk, satu persatu mulai berani
manampakkan batang hidung. Tapi tak bertengger lama. “Untuk itu
keluarkan satu lembar kertas, hari ini kita ujian.” Suara reflek sorak
mewarnai kelas. Mata melotot Pak Khosim menghipnotis semua siswa
mengikuti perintahnya. Simon nampak datar, beda dengan teman – temannya
yang kebingunan seperti anak kecil kehilangan Ibunya di tengah pasar
malam. Bekal materi terkunci rapat ditas dalam otak Simon. Menjadikan
dia hari itu bintang kelas.
Jarum jam melingkar tertempel di permukaan putih dinding kelas telah
menunjuk angka berbunyi bel sekolah. Seperti biasa personil lawak jawa
tulen bercengkrama di gubuk latah yang tersungging di padang ilalang.
Simon, Ubed, dan Danar berlarian melompat di tengah tinggi ilalang
menuju tempat yang mereka sebut surga harapan. Gubuk itu berada di tepi
sungai yang di belakangnya tumbuh ilalang tinggi menjulang. Melepas
lelah terbaring dengan kepala saling bersinggungan. Mata perlahan mulai
terpejam, tapi tidak dengan hati dan pikiran yang kian benderang masuk
dalam dunia harapan. “Hari ini memang aku nampak seperti pengemis
jalanan yang sering diacuhkan oleh raja jalanan, tapi Aku tak tuli, Aku
tak buta, Aku tak bisu, dan Aku tak bodoh. Dengan seragam putih kusam
ini, Aku bersiap kelak nanti menjadi petarung jalanan bercincin emas
putih, bermahkota intan berlian, berjaket dan bersepatu kulit buaya,
dengan kuda besi yang tak pernah lelah aku pacu.” Kata Simon dengan
penuh keyakinan dan harapan. Beberapa detik hening. Giliran Ubed
berharap. “Orang tua ku menyuruhku kawin setelah lulus nanti dengan anak
perawan Kepala Desa. Tapi Aku akan berontak, Aku tak mau menjadi orang
kuno. Aku akan ke kota menimba ilmu hingga Aku menjadi Insyinyur berhelm
kuning, berpakaian stelan baju masuk, dengan dasi bermotif klasik.”
“Aku tak mau kalah dengan kalian berdua.” Kata Danar. “Aku anak bungsu
dikeluargaku. Aku sudah dikunci untuk tetap disini menggarap sawah –
sawah dan perkebunan warisan keluargaku. Tapi Aku akan buka kunci itu,
masuk di Akademi Kepolisian menjadi Abdi Negara dengan bintang lima di
pundakku.” Terlukis jelas harapan itu dikesaksian air bening sungai,
dihadapan gubuk, dibelakang ilalang dan suara kincir yang digerakkan
angin berhembus. “Aku pasti bisa.” Tiga kata serentak bersamaan
menguasai keras padat menambah energi positif menjelma sebagai semangat
membara. Itulah yang menjadikan tempat itu surga harapan bagi personil
pelawak jawa tulen.
Kristal cahaya terbentuk dari uraian cahaya senja yang terpancar ke
permukaan sungai. Indahnya bukan main, tapi mereka kini sudah pulang ke
tempat tinggal masing–masing. Simon sibuk dengan segala bentuk perintah
majikan. Ubed berkonteks bangsawan sibuk dengan tutur pinutur alus
Bapaknya. Sedangkan Danar harus berbelit–belit dengan urusan sawah–sawah
dan perkebunannya. Kesibukan–kesibukan itu mengisi kekosongan liburan
semester. Hingga mereka merasakan kerinduan. Kerinduan pada personil
lawak jawa tulen, kerinduan pada surga harapan, kerinduan pada SMK
Cahaya Harapan, kerinduan pada Pak Khosim. Walau Pak Khosim adalah
seorang Killer, tapi itu menjadikan kekuatan roh kerinduan. Itulah yang
akan menjadi bumbu–bumbu keharmonisan anak cucu Adam. Malam Jum’at
nampak sunyi seram memancarkan aura mistis. Bulu kuduk yang tak mau
berhenti berdiri. Suara – suara tawa terkubur dalam–dalam oleh nyanyian
burung malam. Hal itu tak menggoyahkan kekuatan niat Simon pergi mengaji
di Surau Pak Haji Darmiji. Simon sudah tak asing lagi dengan suasana
mencekam. Tampak semangat melepas kerinduan bertemu dengan dua sahabat
personil lawak jawa tulen yang juga setiap malam Jum’at mengaji di Surau
Pak Haji Darmiji. Aura mistis terhapus saat ketiga personil lawak jawa
tulen bertemu di bawah atap surau berdinding anyaman bambu. Selesai
mengaji obrolan–obrolan bahkan canda tawa tak ingin di lewati. Sesekali
Pak Haji Darmiji menyumbang intermeso yang menambah kembang api
keceriaan malam itu. “Jangan lupa rajin belajar, sebentar lagi kalian
hadapi UAN.” Kami minta do’anya Pak Haji. Cukup dengan anggukan kepala,
membawa langkah kaki mereka berpamitan pulang.
Hari pertama masuk setelah liburan semester menjadi curahan kerinduan
diantara siswa SMK Cahaya Harapan. Bagi anak–anak Bukit Lintang, di
sekolahlah mereka dapat berkumpul. Suasana itu bertolak belakang ketika
siswa–siswi SMK Cahaya Harapan berhadapan dengan tiga hari penentuan.
Hari yang ditunggu–tunggu sekaligus hari yang tak ingin dilewati sudah
di depan mata. Bagi personil lawak jawa tulen, tiga hari itu adalah
tantangan. Tantangan yang harus dilewati dengan siraman bekal materi
ilmu. Tantangan yang harus dijawab dengan untaian kata–kata kepada Sang
Illahi. Cuma tiga hari, keliatan tak panjang. Tapi butuh siasat agar
hari yang tak panjang menghasilkan kenikmatan yang tak pendek.
Satu dua titik berjalan menghardik pada roda dasar. Sudut–sudut
bertabur kesunyian mencampakkan kekuatan. Bagai bendera berkibar dengan
penghormatan khidmat. Dengan kain diikat dikepala, bersenjata bambu
runcing tajam. Perjuangan jelas nampak ditunjukkan anak–anak SMK Cahaya
Harapan selama tiga hari. Tak terbesit sedikitpun pada benak raut muka
keceriaan. Hingga pada titik temu Wali murid berkumpul di Aula Sekolah.
Simon, Ubed, dan Danar linglung dan cemas. Entah apa dipikirnya. Sepi
gelisah di tengah banyak orang. Sebuah amplop putih bersih diserahkan
pada setiap Wali. Pelan diawali do’a mata terpejam, tangan Ayah Simon
mulai menelusuri bentuk amplop. Air mata Ayah Simon bergelimpangan
ketika membaca secuil kertas di dalam amplop. Simon serentak
mengeluarkan kristal dari matanya, tampak bening hingga menetes di pipi
menjadi air mata. Entah air mata bahagia atau kesedihan. Tangan Sang
Ayah memeluk tubuh anaknya. Didekapnya erat. Simon hanya pasrah
menikmati hangatnya pelukan Sang Ayah. “Kau lulus dengan nilai terbaik
di Sekolah, Anakku.” Sujud syukur kepada Sang Pencipta seakan
menggambarkan kontak batin ucapan terima kasih kepada–Nya. Menghadap
arah penjuru kesucian, kepala menempel di lantai dengan hati sebagai
kunci dan air mata sebagai pendamping. Ketika berdiri, kedua sahabatnya
sudah di depan mata. Saling berpelukan dan kebahagiaan mengalir hingga
Aula Sekolah seakan menjadi rumah milik personil lawak jawa tulen.
***
Pecah dan buyar oleh sentuhan tangan halus seorang istri di pundak
Simon. Seorang gadis cantik berjilbab dengan wajah bercahaya berdiri di
belakang Simon. “Hari ini hari libur. Dari tadi pagi mas melamun terus.
Apa ada masalah dengan pekerjaan?” Tanya istri Simon. “Gak ada. Tiba –
tiba saja tadi pagi, kehidupanku dulu yang sangat berat tergambar jelas.
Bahkan kedua sahabatku di SMK Cahaya Harapan juga ikut di sana.” Air
mata mulai menggenangi mata Simon. “Hari – hari yang berat tapi sangat
membahagiakan. Tanpa hari–hari itu, aku takkan pernah menjadi aku yang
sekarang ini. Dengan hari–hari itu kudapatkan beasiswa. Dengan hari–hari
itu ku menjadi mahasiswa yang lulus caumlot. Dengan hari–hari itu ku
mendapatkan pekerjaan. Hingga semua harapanku menjadi nyata dengan
hari–hari itu.” Semakin banyak kata–kata terurai air mata kian deras
mengalir. Tangan lembut Sang Istri mengusapnya dengan penuh kasih
sayang. “Aku rindu pada tanah kelahiranku, Bukit Lintang. Aku rindu
bercengkrama dengan keluarga. Aku rindu dengan gelak tawa personil lawak
jawa tulen. Aku rindu dengan keindahan surga harapan. Aku rindu dengan
mistis surau Pak Haji. Aku rindu dengan keriuhan sekolahku SMK Cahaya
Harapan. Hari ini kita pulang ke Bukit Lintang. Kamu persiapkan jaket
dan sepatu kulitku. Aku mempersiapkan kuda besi.” Anggukan kepala Sang
Istri melangkahkan kuda besi melewati gedung–gedung tinggi perncakar
langit, rimbun hutan mahoni, padang ilalang yang kuning menguning, hijau
padi terbentang panjang, bukit–bukit berdiri dengan jurang terjal di
kanan kiri menambah keindahan perjalanan dari Karawang menuju Bukit
Lintang. “Tunggulah Aku kedua sahabatku, Aku segera datang di Bukit
Lintang dengan harapan nyata kita personil lawak jawa tulen yang terucap
di surga harapan.”
*) Mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo, Jawa Timur.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar