Ilham Yusardi
http://ilhamyusardi.wordpress.com
Setiap malam ke-17 dalam bulan Ramadhan, kita, umat muslim dengan semarak memperingati Nuzul Al-Quran. Pada malam itu, sebagaimana yang telah diterangkan dalam sejarah turunnya Al-Quran, merupakan malam pertama bagi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT, dengan perantara Ruh Kudus, yaitu Malaikat Jibril.
Siapa diantara kita hari ini yang sanggup membayangkan seorang manusia biasa seperti Muhammad SAW bertemu dengan mahkluk gaib malaikat jibril? Muhammad yang waktu itu adalah manusia biasa sebagaimana kita, pun dibuat gemetar, hingga terbit peluh dingin beliau dan menderita demam tinggi.
Muhammad SAW mereima Wahyu pertama saat berusia empat puluh tahun. Pada masa itu, merupakan periode pertama bagi beliau untuk lebih banyak mengerjakan Tahannuts (bersunyi diri untuk bertafakkur). Pada bulan Ramadhan beliau membawa bekal lebih banyak dari biasanya. Pada malam ke-17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Masehi, di gua Hira, datanglah Malaikat Jibril membawa Wahyu untuk pertama kalinya dan menyuruh Muhammad SAW membacanya, Jibril berkata “Iqra!” (bacalah!) Muhammad yang ummi, (yang tidak bisa tulis baca) pun gemetaran. Dengan lugu dan jujurnya Muhammad menjawab, “aku tidak dapat membaca”. Beberapa kali Nabi direngkuh Malaikat Jibril, hingga Muhammad SAW gemetaran, hingga sesak nafas. Dan kembali Jibril mengatakan “Iqra!”, tapi nabi kembali menjawab dengan perkataan yang sama “aku tidak dapat membaca” hingga perbincangan demikan berulang hingga tiga kali. Dan akhirnya Muhammad SAW dengan rasional bertanya “Apa yang kubaca?”
Maka dalam peristiwa ini turunlah lima ayat yang terdapat dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 itu sebagai wahyu pertama Alquran. Yaitu: (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (tulis baca). (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dengan demikian dapatlah kita tarik kesimpulan awal bahwa kehidupan yang sedang berlangsung hanya dapat kita perlajari jika kita membaca seluruh ayat-ayat Allah yang tersurat dalam kitab-kitabnya (kauliah), maupun ayat-ayat alah yang tersirat dalam alam ini (kauniah).
Jangkauan Al-Quran sebagai tuntunan hidup Manusia di muka bumi sangat luas. Al-Quran adalah pedoman sekalian persoalan yang telah maupun yang belum dialami manusia. Al-Quran menjangkau seluruh aspek kehidupan. Tidak ada persoalan kehidupan manusia yang luput Allah mengaturnya. Termasuk persoalan yang ada di ruang kita atau hadapan kita ini, yaitu sastra. Berangkat dari inilah kita coba tarik benang merah persoalan sastra dalam kitab Al-Quran.
Bagaimana tuntunan Al-Quran dalam bersastra? Dan bagaimana kedudukan sastrawan dalam Al-Quran? Pertanyaan inilah yang coba kita urai disini.
Dengan keyakinan yang mantap dan penuh dapat penulis katakan bahwa sastra(wan) mempunyai tempat yang istimewa dalam Al-Quran. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya surat Asy Syu’araa yang terdiri dari 227 ayat. Dinamakan Asy Syu’araa’ karena (kata jamak dari Asy Syaa’ir yang berarti penyair) diambil dari kata Asy Syuaraa’ yang terdapat pada ayat 224. Secara detail dan khusus Allah SWT menyebutkan kedudukan penyair-penyair di tujuh ayat terakhir surat ini.
Sebelum ayat ini turun, dalam sejarah sastra Arab, keududukan penyair sangatlah penting dan sangat terhormat dalam istana maupun dalam masyarakat. Penyair dihormati karena para penyair diyakini memiliki kemampuan khusus yang tidak dimiliki orang banyak. Penyair dianggap berkemampuan supranatural (kegaiban), mereka mampu berkomunikasi dengan mahkluk gaib seperti jin. Penyair berkomunikasi dengan jin dengan merapalkan bermacam mantra sihir. Kemudian Penyair-penyair arab pra-Islam senang melakukan pengembaraan dari suatu tempat ke tempat lain untuk mencari nafkah kehidupan. Mereka terbiasa bersikap munafik dengan sengaja menyanjung penguasa tempat-tempat atau istana yang mereka singgahi agar diberi sangu dan dilayani dengan istimewa oleh istana. Ketika kaum kafir menguasi Ka’bah, syair-syair mereka yang berisi puji-pujian pada penguasa, syair-syair yang dirapalkan dalam penyembahan pada berhala dipajang didinding Ka’bah. Sebagian penyair-penyair itu suka mempermainkan kata-kata dan tidak mempunyai tujuan yang baik yang tertentu dan tidak punya pendirian. Para penyair-penyair itu mempunyai sifat-sifat yang jauh berbeda dengan para rasul-rasul sebelumya; mereka diikuti oleh orang-orang yang sesat dan mereka suka memutar balikkan lidah. Perbuatan mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Selain itu Penyair penyair pada kala itu ditakuti oleh masyarakat karena mereka bisa berbuat jahat dengan perantara jin jahat (iblis).
Kondisi inilah dikisahkan dan dijelaskan Alquran surat Asy Syu’araa’: (221) Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan- syaitan itu turun? (222) Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, (223) mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta. (224) Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. (225) Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah. (226) dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)?
Ketika Ayat ini turun dan disampaikan Muhammad SAW pada para Hafiz, seketika sebagian penyair pengikut Muhammad SAW, seperti Abdullah Ibnu Rawahah, menjadi dibuat patah arang dan ketakutan menyimak ayat tersebut. Abdullah Ibnu Rawahah saat itu berpikiran bahwa ayat tersebut telah menegaskan bahwa kegiatan bersyair dan menjadi penyair dilarang dalam agama Islam. Bersegaralah Ia menemui Rasul, dan menanyakan perihal ayat tersebut. Maka, dengan tersenyum Nabi Muhammad SAW menjelaskan dengan membaca ayat terakhir (ke-227) dalam surat tersebut, yang mengatakan: (227) kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. Maka, menjadi jelaslah persoalan itu dan lepaslah ketakutan Abdullah Ibnu Rawahah. Sejak itu tanpa ragu makin semangat Ia membuat syair yang bertendensi dakwah, ajakan berbuat baik, memompa semangat juang para Mujahidin dalam berperang, maupun syair-syair yang mengagungan Allah SWT.
Tugas Sastrawan Muslim Sebagai Kalifatullah
Manusia diciptakan Allah SWT sebagai Kalifatullah di muka Bumi. Menjadi kalifah yang dimaksud adalah sebagai wakil Tuhan, yang mencermin kualitas ke-illahi-an manusia di muka bumi. Seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakan manusia tersebut dapatlah diatarik ketegasan perihal tugas para sastrawan dalam kehidupan ini, yaitu berdakwah.
Berdakwah tidak pula diartikan dalam pengertian yang sempit, mungkin pengertian dakwah yang tersedia dalam keseharian kita adalah menyampaikan pengajaran dalam mesjid, pemberi ceramah saat pengajian saja. Namun sesunguhnya, pengertian dakwah dapat dijabarkan dalam pengertian yang luas dan luwes.
Dakwah sebagai tabligh. Tabligh artinya menyampaikan, Materi dakwah bisa berupa keterangan, informasi, ajaran, seruan atau gagasan. Kemudian dakwah berarti mengajak, Ada dua bentuk visi ajakan, yaitu: makro dan mikro. visi makro cukup jelas yaitu mengajak manusia kepada kebahagiaan dunia akhirat, sedangkan visi mikro bisa dicontohkan dengan sifat dan sikap yang kongkrit dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya dakwah sebagai pekerjaan menanam. Berdakwah juga mengandung arti mendidik manusia agar mereka bertingkahlaku sesuai dengan nilai-nilai Islam. Mendidik adalah pekerjaan menanamkan nilai-nilai ke dalam jiwa manusia. Nilai-nilai yang ditanam dalam dakwah adalah keimanan, kejujuran, keadilan, kedisiplinan, kasih sayang, rendah hati dan nilai-akhlak mulia lainnya. Layaknya pekerjaan menanam, benihnya harus unggul, tanahnya harus subur, disiram dan dijauhkan dari hama serta butuh waktu lama hingga benih itu tumbuh berkembang menjadi rumput hijau yang indah atau menjadi pohon tinggi yang rindang dan berbuah. Begitu pula hendaknya dalam karya sastra yang kita tulis dan kita tanam, semestinya haruslah karya yang bermutu, yang membawa pencerahan bagi kehidupam masyarakat.
Kita mengetahui bahwa sesunguhnya tugas berdakwah merupakan tugas seluruh umat muslim, tanpa kecuali. Tentu saja dakwah yang dilakukan sesuai kemampuan dan bidang masing-masing. Dalam pengertian ini, dapat pula kita telusuri bagaimana dakwah yang dapat dilakukan oleh sastrawan?
Menggeluti bidang sastra merupakan bidang yang unik. Menjadi penulis sastra adalah sebuah jalan untuk berdakwah dengan cara yang menyenangkan. Kita tahu tidak semua orang mempunyai kemampuan mencipta karya sastra yang baik. Kemampuan pribadi seorang penulis sastra meliputi kemampuan mencerna berbagai ilmu pengetahuan, pendalaman dan pemahaman akan kompleksitas kehidupan manusia dengan akal dan perasaannya. Kemudian sastrawan dengan kreatifitasnya menciptakan sebuah dunia lain yang sudah diproses dalam inajinasi. Jadi kemampuan ini adalah kemampuan yang luar biasa yang dimiliki seorang sastrawan. Dengan Kepandaian berbahasa ia tuangkan imajinasinya tersebut untuk dapat dibaca dan dihikmati oleh khalayak.
Lalu karya sastra yang bagaimanakah yang bisa dikatakan karya sastra yang bertujuan dakwah? Sekali lagi penulis tegaskan, kata dakwah itu bukanlah kata yang memiliki arti yang sempit. Karya sastra yang bisa menyentuh menggerakkan hati manusia tanpa pandang agama, suku, dan ras adalah karya yang berdakwah. Islam bukanlah agama hanya untuk sekelompok ras saja. Islam adalah agama Rahmat Semesta Alam. Jadi seorang sastrawan muslim semestinya mampu menghadirkan karya yang menampilkan wajah kebenaran yang illahiah, kebenaran yang universal. Dalam pengertian ini, tugas sastrawan dengan karya sastranya tak lain adalah bertanggung jawab terhadap perbaikan kualitas kehidupan umat manusia.
Perjuangan sastrawan adalah perjuangan kata-kata dan perjuangan sikap. Menyusun kata-kata dalam tulisan saja tidaklah cukup. Misal, kita terkadang begitu sibuknya kita menyusun kata-kata terbaik dalam sebuah sajak, kita terkadang sengaja berumit-rumit dengan kata-kata, sehingga tanpa kita sadari kita terperangkap sendiri dalam labirin kata-kata itu sendiri.
Kita menganggap ‘keraguan’ kita adalah modal untuk mencapai sebuah kebenaran. Namun sayang, ‘keraguan’ kita sering menjadi keraguan yang permanen karena ‘keraguan’ itu selalu kita abaikan. Tidak pernah kita tuntaskan sebagi sebuah keyakinan personal (ideologi). ‘Keraguan’ kita sering tidak berakhir pada ‘keyakinan’, yaitu iman. Sebagai seorang muslim, para sastrawan muslim harus mampu mengaktualisasikan apa yang ditulisnya. Sehingga ia tidak termasuk pada golongan penyair (baca: sastrawan) munafik, lagi pendusta; penyair yang tidak berpendirian; penyair yang sekedar mencari sensasi dengan mempertontonkan permainan kata-kata.
Sebuah kisah di akhir pembahasan ini: Pada suatu hari, Rasulullah Muhammad SAW sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba datanglah Abdullah Ibnu Rawahah hendak menuturkan syairnya. Maka sebelum syair dibacakan, Rasulullah bertanya pada Abdullah Ibnu Rawahah, “Apa yang Anda lakukan jika anda hendak mengucapkan syair?”. Maka, menjawablah Sang penyair Abdullah ibnu Rawahah, “Hamba renungkan dulu, kemudian baru Hamba ucapkan”. Maka dengan senang hati Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat mendengarkan ia bersyair.
* Makalah ini disampaikan pada orasi budaya Malam Tadarus Puisi Sastra Indonesia Unand, 11 September 2009, dan dimuat diharian padang ekspres, minggu 13 september 2009
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar