Selasa, 21 Oktober 2014

Matinya Genre Sastra Kritis

Jafar Fakhrurozi
kawanmalaka.wordpress.com

Membaca tulisan saudara dosen Aprinus Salam (AS) yang berjudul Sastra dan Penafsiran Ideologis di Jawa Post, Minggu (09/11), di mana di mata AS, kajian-kajian sastra kini seakan menjauhkan diri dari kacamata ideologis. Hal itu dianggap kontraproduktif dengan realitas sosial Indonesia yang dilanda berbagai krisis. Dari sana saya membayangkan bahwa para ilmuwan sastra kita masih berpersoalan dalam cara berfikirnya. Apalagi di era kebebasan seperti sekarang, setelah kebebasan berideologi kita direnggut orde baru, kinilah saatnya kaum intelektual merayakan kebebasan berideologi demi terciptanya diskursus konstruktif bagi bangsa.


Kita semua resah dengan kondisi bangsa kita dewasa ini, terlebih dunia intelektualitas kita yang asyik masyuk dengan dunianya sendiri, bahkan diperbudak oleh arus besar kapitalisme. Hemat saya, apa yang disampaikan oleh AS tentang minimya kritik sastra ideologis cukup beralasan. Sayangnya AS kurang menyertakan data-data untuk mendukung pemikirannya. Namun wacana tersebut kiraya menarik untuk diperdebatkan. Sebagai seorang akademisi, AS mungkin menjumpai secara empirik apa yang terjadi di lapangan akademis. Kita tahu, bahwa sedikit jurusan sastra yang sudah memperbaharui materi kurikulumnya. Kurikulum yang dimaksud adalah teori dan kajian sastra mutakhir seperti teori pos-strukturalisme, cultural studies, dan sebagainya.

Kajian sastra selama ini masih berkutat dari wacana positivisme, kaku, dan sempit. Bahkan menghindarkan dari konteks sosial yang semakin genting dan absurd. Ilmu pengetahuan dipelajari hanya untuk kepuasan berfikir serta keuntungan individu semata. Di Indonesia banyak sekali ilmuwan seperti itu. Termasuk di dunia sastra. Banyak ilmuwan sastra kita yang mencari “selamat”. Alih-alih bersikap netral, mereka malah ikut arus dunia yang menyengsarakan bangsa. Apa yang disebut netralitas keilmuan adalah sebuah jalan aman yang menyesatkan. Padahal idealnya sebatas itu ilmiah, sastra sebagai ilmu seharusnya mesti liar dan menjelajah seluruh sendi kehidupan. Bukankah begitu yang dilakukan para penemu peradaban dahulu. Bagaimana Alfa Edison dicap gila sebelum menemukan listrik, Galileo yag dihukum mati lantaran bilang bumi itu berputar mengelilingi matahari. Pramoedya AT dibui karena banyak mengkritik pemerintah dalam karya-karyanya. Keliaran itu yang justru melahirkan peradaban baru yang berguna untuk alam semesta.

Dunia akademis kita seperti alergi terhadap dunia ideologi. Sebagai contoh, pengalaman di jurusan saya. Waktu saya mengajukan usulan penelitian skripsi tentang kajian novel dengan menggunakan pendekatan teori sastra Marxis. Ternyata usulan saya ditolak dengan alasan yang kurang ilmiah, di mana jurusan belum siap untuk melegitmasi kajia-kajian “kiri’ seperti kritik sastra Marxis. Saya heran, kok di jaman yang sudah demokratis masih ada yang ketakutan untuk belajar. Sebuah alasan yang tak masuk akal.

Ternyata di beberapa kampus lain pun masih alergi terhadap kajian sastra kritis. Fakta tersebut kontan membuat saya pesimistis dengan perkembangan sastra di Indonesia. Apalagi pembelajaran kajian sastra kita hanya mengandalkan kampus.

Kondisi lebih parah ditemukan di kampus-kampus pencetak guru dan eks IKIP, di mana dalam kegiatan pembelajaranya, substansi keilmuannya sendiri kurang diperhatikan. Kampus seakan tidak serius membekali mahasiswanya. Kuliah di jurusan bahasa dan sastra indonsia tidak lebih dari sekedar belajar menjadi guru tapa harus dibebani untuk mendialektiskan teori-teori bahasa dan sastra yag sudah ada. Akibatnya guru-guru bahasa dan sastra yang dihasilkan bukanlah guru-guru yang kritis dan berwawasan tinggi tentang bahasa dan sastra, melainkan guru-guru yang hanya akan meneruskan tradisi mengajar textbook dan tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk menggauli dan memfilsafatkan ilmu-ilmu bahasa dan sastra.

Di luar akademis, kondisinya tak jauh beda. Sedikit sekali para kritikus sastra kritis yang tampil di koran atau buku. Hal itu juga disebabkan oleh minimnya karya-karya yang kritis atau ideolois. Setelah era pramoedyaananta toer, kita tidak banyak menjumpai sastrawan ideologis. Dari sekian nama sastrawan serta kritikus mapan seperti Sapardi Djoko Damono (UI), Maman S Mahayana (UI), Faruk HT (UGM), Suminto A Sayuti (UNY), Abdul Wachid BS (Unsoed) serta Rachmat Djoko Pradopo (UGM), adakah yang punya pandangan-pandangan ideologis?

Pascakemenangan kelompok Manikebu, perkembangan sastra kritis mengalami hambatan yang besar. Sastra berideologis seakan barang haram untuk dibaca dan diikuti. Seperti disebutkan oleh Nyoman Kutha Ratna dalam bukunya Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta, bahwa berbagai pengertian mengenai sastra bertujuan seperti di atas, khususnya sastra ideologis dan sastra propagandis, lebih banyak dikaitkan dengan pengertian negatif (2005:379). Lebih lanjut dijelaskan bahwa sifat negatif itu dikarenakan sastra ideologis lebih banyak meninjau fungsi dan manfaat karya dengan sudut pandang tujuan, sehingga mengorbankan hakikat karya sebagai rekaan,baik sebagai kualitas estetis maupun studi cultural. Lebih ekstrim lagi sastra ideologis dikaitkan degan ideologi marxis.

Pendapat NKR tersebut seolah melakukan pembenaran. Pertanyaannya, apakah salah teori Marxis? Lantas bagaimana dengan teori lainnya yang hari ini digunakan? Apa bedanya?

Selain itu untuk kasus Indonesia, tidaklakunya sastra ideologis lebih disebabkan faktor eksternal sastra, yakni sistem politik Negara yang melarang ajaran komunis-marxis. Selama orde baru ideologi kiri itu dimatikan denga berbagai cara, termasuk di dunia sastra. Sampai hari ini pun aturan tentang larangan itu masih berlaku.

Cap politik masa lampau ternyata berbekas di benak ilmuwan kita. Ideologi Marx terutama telah dianggap gagal dan malah menjadi sumbermalapetaka bagi Indonesia. Padahal tentang ideologi itu sendiri, beberapa pemikir terdahulu telah merumuskan definisi yang jelas. Misalnya, Dani Cavallaro berpendapat bahwa ideologi dapat di definisikan secara netral ataupun kritis. Secara netral, ideologi adalah seperangkat ide tanpa konotasi-konotasi politis yang jelas/terang-terangan. Sedang secara kritis, ideologi diartikan sebagai seperangkat ide melalui mana orang membiasakan dirinya sendiri dan orang lain dalam konteks sosio-historis yang spesifik, dan melalui mana kemakmuran kelompok-kelompok tertentu dikedepankan. Hemat saya, dua-duanya tidak berisiko. Ketakutan-ketakutan para ilmuwan terhadap politik atau daya pikir dan sikap kritis hanyalah sebuah ketakutan semu yang dan tidak merdeka. Seolah-olah Indonesia adalah manigestasi ideologi Marxis yang gagal selayaknya Soviet. Pada kesimpulannya, mereka melegitimasi paham liberal yang mendukung Imperialisme.

Jauh dari politik praktis, dalam hal ini saya bersepakat dengan Manneke Budiman, yang dalam kata pengantarnya di buku Clearing A Space: Kritik Pasca Kolonial tentang Sastra Indonesia Modern, mengatakan bahwa kajian sastra perlu diposisikan sebagai bagian dari praksis, yang tak hanya berdimensi tekstual tetapi juga sosial, serta bercita-cita melakukan transformasi melalui diseminasi wawasan atau kesadaran kritis. (2006:xii). Sayangnya, kajian semacam itu hanya dilakukan di kelompok-kelompok praksis seperti di lingkungan aktivis. Padahal peran dan posisi kaum intelektual hari ini sangat dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi bangsa.

Berangkat dari persoalan tersebut, penting kiranya wacana ini kembali diperluas dan ditindaklanjuti oleh lembaga akademis dengan memperbaharui kurikulum sastra yang lebih luas dan multidispliner. Termasuk di dalamnya kajian-kajia idologis.

Namun lagi-lagi, hal ini akan memancing kontroversi. Sebab memaksakan ideologi dalam dunia sastra, sama halnya dengan meabuh genderang perang. Tapi dalam kondisi bagsa yang penuh krisis ini, ideologi mutlak diperlukan. Di sini masing-masing ideologi mesti menawarkan jawaban, bukan saling meyerang demi kepentingan kepuasan berfikir, apalagi kepentingan kekuasaan. Mari kita mulai! (2009)
***

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati