Minggu, 27 Agustus 2017

Bahasa Indonesia sebagai Cermin?

Berthold Damshauser *
Majalah Tempo, 20 Feb 2012

Suatu hari pada jam mata kuliah bahasa Indonesia di Universitas Bonn, Jerman, kami berdiskusi tentang penerjemahan. Saya memberikan tugas kepada para mahasiswa untuk memahami dan menerjemahkan teks berita di sebuah harian Indonesia yang bukan saja mengandung kesalahan tata bahasa, tapi ditulis demikian kacau alias mengabaikan logika kalimat. Setelah 10 menit, para mahasiswa begitu putus asa dan menyatakan mogok.

“Pak, teks ini tak dapat kami terima. Sajikan dong teks yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kalau tidak ada, kami mohon kuliah ini digunakan untuk membahas tema lain. Bukankah telah lama Bapak berjanji menyampaikan renungan Bapak tentang perkembangan bangsa Indonesia?“

Merasa bersalah telah memilih teks yang tak bermutu–padahal memang itulah yang saya peroleh dari kebanyakan harian di Indonesia–saya menjawab: “Indonesia adalah bangsa muda yang telah mencapai kemajuan yang mengagumkan. Negara-bangsa RI, yang terdiri atas ratusan suku bangsa, sudah mencapai kesatuan yang kukuh dalam suasana demokratis, dan semakin berhasil mewujudkan prinsip keadilan, termasuk keadilan sosial. Bahkan dalam hal pendidikan dan teknologi….“

“Maaf, Pak,“ tegur sebuah suara, “mungkin lebih menarik bila Bapak kaitkan dengan bahasa. Misalnya, sejauh mana bahasa Indonesia jadi cermin perkembangan atau perubahan budaya Indonesia!”

“Baik,” jawab saya santai. “Tapi apa maksud Anda dengan ‘bahasa sebagai cermin’?”

“Begini, Pak, misalnya penyerapan kosakata asing yang terjadi pada abad lampau. Apa kira-kira kesimpulan Bapak jika mengamati kata serapan seperti politik, demokrasi, presiden, parlemen, konstitusi, republik, legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Apakah telah terjadi westernisasi bahasa Indonesia? Apakah itu seiring dengan westernisasi pemikiran. Soalnya, kata-kata tadi bukan kata sembarangan, kata-kata itu menyangkut dasar-dasar kenegaraan.“

“Westernisasi pemikiran? Jangan gegabah menyimpulkan. Itu cuma dampak penjajahan, juga di bidang bahasa. Bahasa Belanda ikut menjajah hingga kata-kata tadi, yang sebenarnya berasal dari bahasa Latin atau Yunani, ditanam paksa di tubuh bahasa Indonesia. Jangan lupa, itu cuma kata, tak berarti bangsa Indonesia kurang mandiri dalam menemukan konsep dan jati diri!”

“Saya setuju, Pak!” kedengaran suara mendukung. “Bapak betul. Itu  hanya istilah. Orang Jerman dulu juga dipaksa menyerap kata-kata Latin atau Yunani, termasuk kata demokrasi. Hal ini tidak berarti orang Jerman langsung demokratis. Tak jarang, kata cuma baju, cuma topeng. Contoh sebaliknya tentu ada, misalnya kata serapan yang  populer di Indonesia: korupsi.“

Wah, saya senang punya mahasiswa sepandai itu. Apalagi muncul suara dukungan berikutnya: “Saya juga setuju, Pak! Khususnya apa yang Bapak sebut jati diri dan kemandirian itu. Sebab, setelah westernisasi kosakata, bahasa Indonesia mulai haus akan kata serapan dari bahasa lain, khususnya bahasa Jawa yang feodal itu. Sehingga ada istilah seperti tut wuri handayani, prinsip mulia yang dulu suka diterapkan ABRI. Ada juga bina graha, tempat mukim seorang presiden yang berpedoman pada aja kagetan atau mikul dhuwur mendhem jero. Ketika presiden itu mengundurkan diri–resminya: berhenti–istilah yang dipakai adalah lengser keprabon alias turun takhta, seolah-olah ia seorang raja. Barangkali ia memang lebih seperti seorang raja daripada presiden. Tapi, ya, kalau begitu, bahasa juga cermin sesuatu….”

“Iya,” saya mencoba bersikap arif, “segala sesuatu selalu mungkin. Apakah ada komentar atau tambahan dari  yang lain?“

“Saya, Pak! Andai bahasa itu cermin, apa yang kira-kira dapat disimpulkan dari gejala terbaru bahasa Indonesia, yakni makin banyaknya kata serapan Arab?”

“Penggunaan dan penyerapan kosakata Arab wajar saja,” jawab saya. “Bahasa Arab adalah bahasa Al-Quran. Wajar kalau muslim di Indonesia berkiblat pada bahasa itu. Telah ratusan tahun itu terjadi. Sama seperti umat Katolik yang tetap menghargai bahasa Latin sebagai bahasa sakral.“

“Tapi, Pak, arabisasi bahasa Indonesia yang terjadi itu bukan pada istilah teologi, melainkan pada pembicaraan sehari-hari, misalnya sapaan afwan atau ukhti. Bahkan kata ibu mulai diganti dengan umi!” demikian sang mahasiswa kembali bertanya.

“Lho, bagus kan! Daripada mummy, lebih menarik umi,“ saya mencoba bergurau untuk melunakkan suasana. Percuma, serangan semakin jadi:

“Pak, saya kira rekan mahasiswa berhak diberi jawaban serius. Apa Bapak ragu akan peranan bahasa sebagai cermin? Apa Bapak tak merasa perlu memikirkan kemungkinan bahwa arabisasi kosakata bahasa Indonesia adalah penanda zaman, cermin arabisasi budaya Indonesia? Andai itu yang terjadi, adakah pengaruhnya pada toleransi orang Indonesia dalam beragama? Apa itu akan diganti oleh dogmatisme ala (Saudi-)Arab?”

Ngawur kan, pertanyaan begitu. Tak sudi kujawab! Tiba-tiba lonceng berbunyi, jam kuliah sudah selesai. Alhamdulillah!

*) Berthold Damshauser, Kepala Program Studi Bahasa Indonesia, Universitas Bonn; Pemimpin Redaksi Orientierungen, dan redaktur Jurnal Sajak
https://rubrikbahasa.wordpress.com/2012/02/20/bahasa-indonesia-sebagai-cermin/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati