Senin, 19 Agustus 2019

KITONG SAYANG TANAH PAPUA, TRA TERBILANG BAHASA DAN SASTRANYA :

MENGUSAHAKAN PEMAJUAN BAHASA DAN SASTRA TANAH PAPUA
Djoko Saryono *

di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung (Pepatah Melayu)
di mana bumi Papua sa pijak, di situ langit Papua sa junjung

Apuni inyamukut werek halok yugunat tosu 
Berbuatlah sesuatu yang terbaik terhadap sesama (Pepatah Lembah Baliem, Wamena)
Berbuatlah sesuatu yang terbaik terhadap bahasa dan sastra Tanah Papua

RINGKASAN

Selain kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang luar biasa, Tanah Papua memiliki kekayaan kebudayaan yang beraneka ragam luar biasa termasuk kedalamnya kekayaan akan bahasa dan sastra. Tanah Papua kaya raya akan bahasa dan sastra dengan keanekaragaman yang mengesankan. Kekayaan bahasa dan sastra yang sangat beraneka ragam itu membentuk sebuah panorama, lanskap atau taman kebahasaan dan kesastraan di Tanah Papua.

Dalam perspektif Ong (2012) dan Saryono (2019), panorama atau lanskap kebahasaan dan kesastraan di Tanah Papua dapat dikategorikan ke dalam empat kuadran, yaitu (a) sastra lisan yang hidup di dalam kebudayaan kelisanan primer, (b) sastra naskah yang hidup di dalam kebudayaan manuskrip, (c) sastra tulis-cetak yang hidup di dalam kebudayaan tulis-cetak, dan (d) sastra lisan kedua dan sastra lain yang hidup di dalam kebudayaan kelisanan sekunder atau digital. Sastra lisan Tanah Papua yang indentik dengan sastra daerah jelaslah kaya dan beraneka ragam luar biasa.

Kekayaan utama Tanah Papua yang paling luar biasa memang tradisi lisan dan sastra lisan, yang identik dengan sastra daerah. Meskipun tidak sekaya dan seberaneka ragam sastra lisan, sastra naskah Tanah Papua sedang tumbuh dan berkembang. Demikian juga sastra tulis di Tanah Papua terus tumbuh dan berkembang. Demikian juga sastra lisan sekunder dan sastra di dunia digital Tanah Papua mulai tumbuh dan berkembang. Kekayaan dan keanekaragaman bahasa dan sastra Tanah Papua yang luar biasa tersebut dimajukan agar keberadaan dan keadaannya stabil sehingga dapat menjadi aset atau kapital kebudayaan Tanah Papua.

Pemajuan bahasa dans sastra Tanah Papua bukan hanya terbatas pada penyelamatan, pelestarian, pelindungan, dan pemeliharaan bahasa dan sastra Tanah Papua, tetapi juga pembugaran (revitalisasi), peremajaan/pemudaan (rejuvinasi), pengembangan, pembinaan, dan penguatan bahasa dan sastra Tanah Papua. Hal tersebut perlu dilaksanakan dalam tiga ranah kebudayaan secara sinergis, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat (komunitas).

/1/
Selain sumber daya alam, kekayaan apakah yang dimiliki oleh Tanah Papua? Selain keanekaragaman hayati yang luar biasa [seperti dapat dilihat di dalam buku Ekologi Papua suntingan Sri Nurani Kartikasari dan kawan-kawan atau buku Atlas Sumber Daya Alam dan Pembangunan Berkelanjutan yang diterbitkan oleh Badan Informasi Geopasial], keanekaragaman apakah yang luar biasa di Tanah Papua? Tak syak lagi, kekayaan kebudayaan – termasuk di dalamnya kekayaan bahasa dan sastra. Dapat dikatakan bahwa Tanah Papua kaya raya akan bahasa dan sastra. Tidak mungkin dipungkiri lagi, keanekaragaman kebudayaan – termasuk keanekaragamaan bahasa dan sastra sangat mengesankan.

Memang tidak mudah mengetahuinya secara utuh dan lengkap. Namun, secara impresif sketsa umum kekayaan dan keanekaragaman bahasa dan sastra (di) Tanah Papua dapat kita ketahui dengan membaca pelbagai kajian dan wacana yang diproduksi oleh berbagai pihak; membaca hasil pemetaan kebudayaan khususnya bahasa dan sastra yang dikerjakan oleh pelbagai pihak – tegasnya bisa dilihat dalam peta bahasa dan sastra Tanah Papua; dan bahkan bilamana memungkinkan bisa kita ketahui dengan menjelajahi ruang dan tempat (space dan place) di seluruh Tanah Papua baik dalam rangka penelitian maupun dalam rangka pemberdayaan. Misalkan, bilamana dibaca secara cermat hasil pemetaan bahasa di Tanah Papua yang dikerjakan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan niscaya kita akan terkesan betapa kaya dan beraneka ragamnya bahasa – termasuk tentu sastranya – di Tanah Papua yang kita cintai bersama. Kemudian bilamana dibaca secara detail Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang ada di Tanah Papua tentulah kita akan terkesan betapa kaya dan beraneka ragamnya kebudayaan daerah Tanah Papua –di dalamnya termasuk kekayaan dan keanekaragamaan bahasa dan sastra. Sebab itu, dapat dikatakan bahwa aset atau kapital kebudayaan khususnya bahasa dan sastra Tanah Papua sungguh kaya dan beraneka ragam.

/2/
Sudah tentu kekayaan dan keanekaragaman bahasa dan sastra (di) Tanah Papua – sebagai unsur himpunan terpadu kebudayaan (di) Tanah Papua, bahkan unsur himpunan kebudayaan nasional – dapat membentuk panorama kebahasaan dan kesastraan yang indah; membentuk lanskap kebahasaan dan kesastraan (linguistic and literary landscape) yang mengesankan; atau membentuk taman bahasa dan sastra (di) Tanah Papua yang berkesan. Panorama, lanskap atau taman kebahasaan dan kesastraan yang kaya dan beranekaragam di Tanah Papua dapat diketahui berdasarkan berbagai kategori atau perspektif. Sebagai contoh, berdasarkan perspektif kecenderungan historisitas kebudayaan, sastra (di) Tanah Papua dapat dikategorikan menjadi (a) sastra tradisi[onal] dan (b) sastra modern. Atas dasar perspektif keruangan (spasialitas) sastra (di) Tanah Papua dapat dikategorikan menjadi (a) sastra lokal dan (b) sastra nasional. Kemudian berdasarkan bahasa yang melekat di dalam sastra dapat dikategorikan (a) sastra daerah yang menggunakan bahasa-bahasa daerah dan (b) sastra Indonesia yang memakai bahasa Indonesia. Kategori sastra lokal bersilangan, bahkan indentik dengan sastra daerah pada satu sisi dan pada sisi lain kategori sastra nasional identik atau bersilangan dengan sastra Indonesia. Baik sastra lokal atau sastra daerah maupun sastra nasional atau sastra Indonesia dapat meliputi sastra tradisi(onal) dan sastra modern. Pelbagai kategori sastra (di) Tanah Papua tersebut bisa terdiri atas puisi dan prosa. Sastra dramatik dalam pengertian mutakhir boleh jadi tidak berkembang di dalam kebudayaan Papua.

Selain itu, dalam perspektif [Walter] Ong (2012) dan [Djoko] Saryono (2019) yang didasarkan pada tingkat teknologisasi bahasa dan orientasi kebudayaan, sastra (di) Tanah Papua dapat dikategorikan menjadi (a) sastra lisan primer yang beralas pada kelisanan primer atau kebudayaan lisan, (b) sastra naskah yang beralas pada tradisi manuskrip atau kebudayaan membaca secara kolektif, (c) sastra tulis-cetak yang beralaskan tradisi tulis-cetak atau kebudayaan literasi, dan (d) sastra lisan sekunder, sastra terdigitalisasi atau sastra digital yang beralaskan kelisanan sekunder/kedua atau kebudayaan digital. Dapat dikatakan, kekayaan dan keanekaragaman sastra lisan primer Tanah Papua sangat mengesankan meskipun harus diakui bahwa kekayaan dan keanekaragaman sastra naskah Tanah Papua tidaklah seberapa. Kekuatan utama yang menjadi aset paling berharga Tanah Papua memang tradisi lisan dan kebudayaan lisan, bukan tradisi dan kebudayaan manuskrip. Selanjutnya, sastra tulis-cetak dan sastra lisan terdigitalisasi atau sastra digital (di) Tanah Papua pastilah semakin tumbuh dan berkembang – meskipun belum tentu pesat dan sesuai harapan – karena tradisi baca-tulis dan kebudayaan literasi terus digalakkan dan dikembangkan pada satu sisi dan pada lain tradisi lisan sekunder dan kebudayaan digital semakin tumbuh-berkembang di Tanah Papua. Seiring dengan semakin menguatnya kebudayaan literasi sekaligus kebudayaan digital, sastra tulis-cetak dan sastra terdigitalisasi atau sastra digital (di) Tanah Papua memiliki prakondisi dan atmosfer untuk tumbuh-berkembang dengan baik dan mengesankan pada masa depan. Di sini malah bisa dikatakan bahwa masa depan sastra (di) Tanah Papua – apakah akan semakin kaya dan beraneka ragam atau tidak – sangat bergantung pada usaha-usaha memajukan kebudayaan literasi sekaligus kebudayaan lisan kedua (digital) di Tanah Papua.

/3/
Hal tersebut sudah memperlihatkan betapa kekayaan dan keanekaragaman sastra (dan tentu bahasa dan seni lain) Tanah Papua sangat mengesankan dan menjanjikan. Kekayaan dan keanekaragaman sastra (dan bahasa) Tanah Papua merupakan aset atau kapital kebudayaan yang sangat berharga dan penting bagi Tanah Papua khususnya bagi warga Papua. Dikatakan demikian karena, pertama, sastra (di) Tanah Papua dapat menentukan atau setidak-tidaknya menopang keberadaan dan martabat Tanah Papua di mata pihak lain. Khusus sastra lisan yang identik dengan sastra daerah Tanah Papua – yang sesungguhnya sangat plural dan multikultural – malah dapat menjadi landasan pembentukan atau penguatan identitas kepapuaan yang berakar pluralisme dan multikulturalisme. Kedua, sastra (di) Tanah Papua khususnya sastra lisan yang mutatis mutandis sastra daerah – yang meliputi bermacam-macam genre sastra – merupakan aset atau kapital kebudayaan yang dimiliki oleh Tanah Papua yang dapat menjadi bekal atau modal untuk memasuki zaman baru yang kini sedang datang menjelang, di antaranya yang disebut era ekonomi kreatif, era ekonomi berbagi (sharing economy), era disrupsi teknologi digital, dan era mahadata (big data). Bahkan bolehlah dikatakan di sini bahwa sastra daerah Papua – yang beraneka ragam dari sisi etnisitas dan genre sastra – dapat menjadi aset utama Tanah Papua untuk memasuki industri kreatif dan kewirausahaan kreatif. Lebih lanjut, ketiga, sastra daerah atau sastra lisan Tanah Papua sebagai rumah eksistensi (house of being, kata Heidegger) atau dunia kehidupan (lebenswelt, kata para pemikir Jerman) orang-orang Tanah Papua dapat menjadi dasar orientasi, proyeksi, dan kultivasi (perawatan) peri kehidupan warga Tanah Papua karena di dalam sastra yang dimaksud niscaya terkandung kosmologi dan mitologi orang-orang Tanah Papua. Kepunahan sebuah genre sastra lisan Tanah Papua dapat berarti hancur atau hilangnya kosmologi dan mitologi warga Tanah Papua, yang kemudian akan membuat warga Tanah Papua kehilangan orientasi dan proyeksi hidup. Misalnya, hilang atau rusaknya mitos-mitos Amungme bisa mengguncangkan orientasi orang-orang Amungme; pudarnya tradisi munaba di Yapen Waropen dapat mengganggu orientasi dan perilaku hidup orang-orang Yapen Waropen.

Sejalan dengan itu, diperlukan usaha-usaha memajukan sastra (sekaligus bahasa dan tradisi seni ) Tanah Papua. Usaha-usaha memajukan sastra Tanah Papua di sini berarti usah meningkatkan ketahanan, kedaulatan, dan keberlanjutan sastra Tanah Papua agar dapat memberikan kontribusi bagi peri kehidupan orang-orang Papua dan peri kehidupan bangsa, bahkan peri kehidupan bangsa-bangsa di dunia – dengan kata lain, sastra Tanah Papua bisa memberikan kontribusi bagi kebudayaan dan peradaban lain. Usaha-usaha pemajuan sastra (di) Tanah Papua itu dapat ditempuh dengan empat cara utama, yaitu (1) pelindungan sastra (di) Tanah Papua, (2) pembinaan sastra (di) Tanah Papua, (3) pengambangan sastra (di) Tanah Papua, dan (4) pemanfaatan sastra (di) Tanah Papua. Pelindungan sastra Tanah Papua (beserta hal-hal yang melekat padanya) diarahkan pada tetap hidup dan berkembangnya sastra Tanah Papua dengan daya adaptabilitas dan keberlanjutan yang baik di tengah laju perubahan zaman yang cepat dan berlari lintang pukang. Pembinaan sastra Tanah Papua diarahkan pada tetap dikuasai dan digunakannya sastra Tanah Papua dengan baik oleh para masyarakat sastra Tanah Papua – dan masyarakat lain yang memerlukannya sehingga pemilik dan atau pemangku sastra Tanah Papua tetap mengenal dan menguasai sastra Tanah Papua. Kemudian pengembangan sastra Tanah Papua diarahkan usaha-usaha menghidupkan dan memperkuat ekologi atau ekosistem sastra Tanah Papua pada satu sisi dan pada sisi lain usaha meningkatkan, memperkaya, dan menyebarluaskan nilai-guna dan fungsi sastra di Tanah Papua – dan juga di tempat-tempat lain di luar Tanah Papua. Selanjutnya pemanfaatan sastra Tanah Papua diarahkan pada usaha-usaha mendayagunakan dan melipatgandakan nilai-guna sastra Tanah Papua untuk berbagai kepentingan kehidupan, kemanusiaan, dan kebudayaan, antara lain kepentingan ekonomis, sosiokultural, religiokultural, dan ideologis.

/4/
Berbagai usaha pemajuan sastra Tanah Papua tersebut dilaksanakan di dalam ruang-ruang dan tempat-tempat tumbuh dan berkembangnya kebudayaan dan peradaban Tanah Papua – yang sesungguhnya majemuk dan beraneka ragam. Tiga ruang dan tempat utama tumbuh-kembangnya kebudayaan dan peradaban Tanah Papua adalah keluarga, masyarakat (khususnya komunitas), dan sekolah. Dapat dikatakan, keluarga, sekolah, dan komunitas sekarang menjadi ruang utama kebudayaan dan peradaban. Mengingat sekolah sekarang samakin padat dan penuh dengan agenda, peran dan fungsi keluarga dan komunitas di Tanah Papua perlu diperbesar dan diperluas untuk arena pemajuan sastra Tanah Papua – sehingga keluarga dan komunitas di Tanah Papua dapat menjadi habitat utama kehidupan sastra Tanah Papua.

***

*) Guru Besar Universitas Negeri Malang.
http://sastra-indonesia.com/2019/08/kitong-sayang-tanah-papua-tra-terbilang-bahasa-dan-sastranya/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati