A. Syauqi Sumbawi
Konstelasi sastra (puisi) Indonesia kontemporer menunjukkan satu fenomena penting, yakni eksistensi penyair santri dan karya-karya puisinya. Kendati bukan hal baru, namun hal tersebut sangat menggembirakan, terutama potensinya sebagai arus besar dalam perkembangan puisi Indonesia berikutnya.
Istilah santri, ditengarai berasal dari kata “shastri” yang berarti ahli kitab agama (Hindu) dan “cantrik” yang memiliki arti seseorang yang setia mengikuti gurunya. Dari sini, dapat dikatakan bahwa istilah santri mengarah pada identitas kultural yang khas, yakni identitas berkesadaran yang dibangun dari-dengan akhlakul karimah, dimana dalam prosesnya tidak bisa dipisahkan dari perpaduan antara kitab—teks ajaran agama— dan peran kyai/ ulama, baik sebagai pembimbing maupun teladan.
Pertautannya dengan pesantren mengidentifikasi santri sebagai kalangan yang terlibat dalam sosialisasi dan institusionalisasi ajaran-ajaran Islam yang khas, yaitu sub-kultur pesantren. Begitu pula peran dan keberadaannya dalam kehidupan masyarakat, yang tidak bisa dipisahkan dari jaringan keilmuan, laku, dan spiritual para kyai sebagai pusat dari sub-kultur tersebut.
Menilik shastri sebagai referensi istilah, tidak bisa dipungkiri bahwa santri merupakan kalangan yang (paling) dekat dengan sastra. Keberadaan al-Qur’an dan hadist yang bernilai sastrawi tinggi, konstruksi bacaan shalawat, diba’iyah, nadhom-nadzom, manaqib, pujen, dan sebagainya yang liris dan puitis, serta kitab kuning (terutama akhlaq) yang sarat dengan syair, mengkonfirmasi hal tersebut. Karena itu, bersastra atau berpuisi bagi santri adalah bagian dari “khittah” budayanya.
Santri dan Puisi
Istilah “puisi” memang lahir dalam budaya modern, sebagai akibat dari difusi kebudayaan Barat di Dunia Timur yang berlangsung deras terutama pada paruh pertama abad ke-20—masa terakhir kolonialisme Barat—. Akan tetapi secara historis, wilayah puitika tidak pernah sepi dari aktivasi umat Islam dan para ulama. Pada masa klasik, sahabat Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai tokoh yang mempopulerkan syair-syair didaktis. Kemudian Jalaluddin Rumi, Rabi’ah al-Adawiyah, Fariduddin Attar, al-Hallaj, Abu Nuwas, Ibn Arabi, merupakan ulama (sufi) yang tidak bisa diabaikan perannya.
Pada masa berikutnya di Nusantara, nama-nama seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin al-Raniri, di wilayah pulau Sumatera—khususnya kerajaan Aceh—, serta Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, dan lain-lain di pulau Jawa dengan khazanah kesusastraan seperti suluk, serat, dan kidung, menegaskan bahwa sastra (puisi) menjadi bagian yang tidak bisa ditinggalkan dalam intensifikasi nilai-nilai spiritualitas dalam kehidupan umat Islam.
Sementara pada paruh kedua abad ke-20, muncul A. Mustofa Bisri, Ehma Ainun Nadjib, Abdul Hadi WM, D. Zawawi Imron, Acep Zamzam Noor, Kuswaedy Syafi’i dan lain-lain, merupakan pionir-pionir santri (kyai) dalam memperkaya khazanah puisi Indonesia modern, terutama dengan munculnya wacana baru yang disebut puisi religius dan puisi profetik. Hal yang perlu digarisbawahi dari sekian banyak karya sastra atau puisi yang dihasilkan oleh para sastrawan (santri) di atas, yaitu adanya titik kesamaan dengan spirit yang dibangun oleh al-Qur’an.
Pelibatan diri dalam historisitas kemanusiaan merupakan semangat yang diusung dalam sastra Islam. Semangat pelibatan diri inilah yang memotivasi Imam Syafi’i untuk menulis syair didaktis. Jalaluddin Rumi yang mengingatkan bahwa pembangunan politik dan ekonomi harus selaras dengan tujuan religius. Hamzah Fansuri mengecam kezaliman yang dipraktikkan oleh kalangan penguasa dan orang-orang kaya. Begitu juga KH. A. Mustofa Bisri yang terkenal dengan “puisi balsem" sebagai wujud keterlibatan terhadap berbagai permasalahan sosial di masyarakat.
Kehadiran santri dalam puisi memperlihatkan arus besar dalam perkembangan sastra Indonesia kontemporer. Selain menguatnya wacana sastra pesantren, hal tersebut juga dapat dibaca dari karakteristik unsur-unsur estetik dalam karya-karya puisi dewasa ini. Hal inilah yang terbaca dari hadirnya antologi serba puisi “Alif Lam”. Pengalaman lima (5) penyair, yaitu Mahrus Ali, Mawardi, Retno Rengganis, Zehan Zareez, dan Mufidatul Munawwaroh, dengan identitas kulturalnya sebagai santri diungkapkan serta menjadi ekspresi utama di dalamnya.
Santri dalam Alif Lam
Menjadi santri, bukan perkara sederhana. Karena ke-santri-an bukan sekedar simbol dan tradisi lahiriyah, tetapi lebih mengarah pada jatidiri berkesadaran yang dibangun dari-dengan akhlakul karimah, baik kepada Tuhan, manusia, maupun lingkungan. Begitu pula adagium santri, yaitu sik gak ngaji ya ngopi. Ngaji bukan sekedar belajar kepada kyai, tetapi lebih menunjuk pada proses membuahkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Sementara ngopi, adalah laku kultural untuk menjalin silaturrahmi serta proses solutif terkait permasalahan dan tantangan zaman, terutama dalam ngopeni masyarakat secara bijak.
Persoalan di atas merupakan ekspresi umum yang terbaca dari antologi ini. Dalam puisi Alif Lam—yang juga menjadi judul antologi—, Mahrus Ali dengan kenangan wafatnya Gus Dur dan momentum tahun baru, seperti mengingatkan kita agar meneladani beliau dengan berjuang untuk kemanusiaan. Bersama hari yang baru, terdapat motivasi untuk bertambah baik dan lebih bermanfaat, dimana harus dipadukan dengan peningkatan spiritualitas. Di sini, barangkali perlu dihadirkan sebuah teori, bahwa semakin tinggi tingkat spiritualitas manusia, maka nilai kebermanfaatannya semakin besar pula dalam kehidupan.
Mahrus Ali yang dalam sebagian besar puisi-puisinya lebih banyak mengungkapkan pengalaman dan permasalahannya, terutama berkaitan dengan proses pengejawantahan nilai-nilai ke-santri-an dalam kehidupan. Dari keseluruhannya, proses tersebut muncul seperti ruang belajar—ngaji laku—, yang berpusat pada nilai-nilai dan ajaran untuk menjadi santri yang paripurna.
Identitas santri dan tradisi pesantren menjadi concern Mawardi dalam puisi-puisinya. Hal yang harus digarisbawahi, bahwa identitas santri tidak bisa dipisahkan dari kyai. Posisi sentral seorang kyai tidak hanya dalam kegiatan mengaji, shalat berjama’ah, dan aktivitas dunia pesantren lainnya, tetapi juga memberikan gambaran konkrit tentang nilai-nilai ideal baik agama maupun budaya. Intensitas interaksi dalam keseharian pesantren, pada gilirannya melahirkan ikatan kuat secara psikologis dan kultural, antara santri dan kyai. Pada titik ini, ungkapan “santri nderek kyai” memberikan pemahaman bahwa segala sesuatu yang disandarkan pada kyai merupakan representasi dari harapan seorang santri mengenai hidupnya. Keterkaitan antara santri dan kyai juga digambarkan melintasi ruang dan waktu, dimana seorang santri mengidentifikasi dirinya dalam jaringan keilmuan, lelaku, dan spiritualitas para kyai yang telah wafat, sebagaimana puisi “Rindu Kyai Sepuh”.
Dalam puisi-puisinya, Zehan Zareez lebih menghadirkan otokritik terhadap kalangannya, yakni pesantren dan NU. Pada puisi “Kepada yang Terhormat; Gus-Gus”, Zareez mengingatkan para gus, yang merupakan elite santri untuk kembali pada khittah-nya yaitu ngaji dan ngopeni masyarakat secara bijak. Sementara dalam puisi-puisi yang lain, dia hendak mengingatkan bahwa eksistensi segala sesuatu itu terletak pada kesadaran dan konkritisasi peran. Bukan sekedar sebutan, simbol, maupun jargon, tetapi harus menyentuh langsung kepada masyarakat. Bagi Zarees, simbolisasi dan jargonisasi dikhawatirkan akan menjurus pada fanatisme, yang tentu saja akan kontra-produktif dalam pengembangan manhaj aswaja nahdliyah yang berprinsip pada tawasuth, tasamuh, tawazun, dan ta’adul.
Berbeda dengan tiga penyair di atas, Retno Rengganis dan Muveeda lebih menghadirkan nilai-nilai religius secara universal dibandingkan nilai-nilai kultural santri. Baik puisi bertema cinta dan sebagainya, yang diarahkan pada proses menjadi pribadi seorang muslim yang ideal.
***
Disampaikan pada launching "Antologi Puisi Alif Lam" di GOR Lamongan, Senin 4 November 2019 dalam peringatan hari santri.
http://sastra-indonesia.com/2019/11/membaca-santri-dalam-alif-lam/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar