Selasa, 12 November 2019

MEMBACA SANTRI DALAM ALIF LAM

A. Syauqi Sumbawi

Konstelasi sastra (puisi) Indonesia kontemporer menunjukkan satu fenomena penting, yakni eksistensi penyair santri dan karya-karya puisinya. Kendati bukan hal baru, namun hal tersebut sangat menggembirakan, terutama potensinya sebagai arus besar dalam perkembangan puisi Indonesia berikutnya.

Istilah santri, ditengarai berasal dari kata “shastri” yang berarti ahli kitab agama (Hindu) dan “cantrik” yang memiliki arti seseorang yang setia mengikuti gurunya. Dari sini, dapat dikatakan bahwa istilah santri mengarah pada identitas kultural yang khas, yakni identitas berkesadaran yang dibangun dari-dengan akhlakul karimah, dimana dalam prosesnya tidak bisa dipisahkan dari perpaduan antara kitab—teks ajaran agama— dan peran kyai/ ulama, baik sebagai pembimbing maupun teladan.

Pertautannya dengan pesantren mengidentifikasi santri sebagai kalangan yang terlibat dalam sosialisasi dan institusionalisasi ajaran-ajaran Islam yang khas, yaitu sub-kultur pesantren. Begitu pula peran dan keberadaannya dalam kehidupan masyarakat, yang tidak bisa dipisahkan dari jaringan keilmuan, laku, dan spiritual para kyai sebagai pusat dari sub-kultur tersebut.

Menilik shastri sebagai referensi istilah, tidak bisa dipungkiri bahwa santri merupakan kalangan yang (paling) dekat dengan sastra. Keberadaan al-Qur’an dan hadist yang bernilai sastrawi tinggi, konstruksi bacaan shalawat, diba’iyah, nadhom-nadzom, manaqib, pujen, dan sebagainya yang liris dan puitis, serta kitab kuning (terutama akhlaq) yang sarat dengan syair, mengkonfirmasi hal tersebut. Karena itu, bersastra atau berpuisi bagi santri adalah bagian dari “khittah” budayanya.

Santri dan Puisi

Istilah “puisi” memang lahir dalam budaya modern, sebagai akibat dari difusi kebudayaan Barat di Dunia Timur yang berlangsung deras terutama pada paruh pertama abad ke-20—masa terakhir kolonialisme Barat—. Akan tetapi secara historis, wilayah puitika tidak pernah sepi dari aktivasi umat Islam dan para ulama. Pada masa klasik, sahabat Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai tokoh yang mempopulerkan syair-syair didaktis. Kemudian Jalaluddin Rumi, Rabi’ah al-Adawiyah, Fariduddin Attar, al-Hallaj, Abu Nuwas, Ibn Arabi, merupakan ulama (sufi) yang tidak bisa diabaikan perannya.

Pada masa berikutnya di Nusantara, nama-nama seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin al-Raniri, di wilayah pulau Sumatera—khususnya kerajaan Aceh—, serta Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, dan lain-lain di pulau Jawa dengan khazanah kesusastraan seperti suluk, serat, dan kidung, menegaskan bahwa sastra (puisi) menjadi bagian yang tidak bisa ditinggalkan dalam intensifikasi nilai-nilai spiritualitas dalam kehidupan umat Islam.

Sementara pada paruh kedua abad ke-20, muncul A. Mustofa Bisri, Ehma Ainun Nadjib, Abdul Hadi WM, D. Zawawi Imron, Acep Zamzam Noor, Kuswaedy Syafi’i dan lain-lain, merupakan pionir-pionir santri (kyai) dalam memperkaya khazanah puisi Indonesia modern, terutama dengan munculnya wacana baru yang disebut puisi religius dan puisi profetik. Hal yang perlu digarisbawahi dari sekian banyak karya sastra atau puisi yang dihasilkan oleh para sastrawan (santri) di atas, yaitu adanya titik kesamaan dengan spirit yang dibangun oleh al-Qur’an.

Pelibatan diri dalam historisitas kemanusiaan merupakan semangat yang diusung dalam sastra Islam. Semangat pelibatan diri inilah yang memotivasi Imam Syafi’i untuk menulis syair didaktis. Jalaluddin Rumi yang mengingatkan bahwa pembangunan politik dan ekonomi harus selaras dengan tujuan religius. Hamzah Fansuri mengecam kezaliman yang dipraktikkan oleh kalangan penguasa dan orang-orang kaya. Begitu juga KH. A. Mustofa Bisri yang terkenal dengan “puisi balsem" sebagai wujud keterlibatan terhadap berbagai permasalahan sosial di masyarakat.

Kehadiran santri dalam puisi memperlihatkan arus besar dalam perkembangan sastra Indonesia kontemporer. Selain menguatnya wacana sastra pesantren, hal tersebut juga dapat dibaca dari karakteristik unsur-unsur estetik dalam karya-karya puisi dewasa ini. Hal inilah yang terbaca dari hadirnya antologi serba puisi “Alif Lam”. Pengalaman lima (5) penyair, yaitu Mahrus Ali, Mawardi, Retno Rengganis, Zehan Zareez, dan Mufidatul Munawwaroh, dengan identitas kulturalnya sebagai santri diungkapkan serta menjadi ekspresi utama di dalamnya.

Santri dalam Alif Lam

Menjadi santri, bukan perkara sederhana. Karena ke-santri-an bukan sekedar simbol dan tradisi lahiriyah, tetapi lebih mengarah pada jatidiri berkesadaran yang dibangun dari-dengan akhlakul karimah, baik kepada Tuhan, manusia, maupun lingkungan. Begitu pula adagium santri, yaitu sik gak ngaji ya ngopi. Ngaji bukan sekedar belajar kepada kyai, tetapi lebih menunjuk pada proses membuahkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Sementara ngopi, adalah laku kultural untuk menjalin silaturrahmi serta proses solutif terkait permasalahan dan tantangan zaman, terutama dalam ngopeni masyarakat secara bijak.

Persoalan di atas merupakan ekspresi umum yang terbaca dari antologi ini. Dalam puisi Alif Lam—yang juga menjadi judul antologi—, Mahrus Ali dengan kenangan wafatnya Gus Dur dan momentum tahun baru, seperti mengingatkan kita agar meneladani beliau dengan berjuang untuk kemanusiaan. Bersama hari yang baru, terdapat motivasi untuk bertambah baik dan lebih bermanfaat, dimana harus dipadukan dengan peningkatan spiritualitas. Di sini, barangkali perlu dihadirkan sebuah teori, bahwa semakin tinggi tingkat spiritualitas manusia, maka nilai kebermanfaatannya semakin besar pula dalam kehidupan.

Mahrus Ali yang dalam sebagian besar puisi-puisinya lebih banyak mengungkapkan pengalaman dan permasalahannya, terutama berkaitan dengan proses pengejawantahan nilai-nilai ke-santri-an dalam kehidupan. Dari keseluruhannya, proses tersebut muncul seperti ruang belajar—ngaji laku—, yang berpusat pada nilai-nilai dan ajaran untuk menjadi santri yang paripurna.

Identitas santri dan tradisi pesantren menjadi concern Mawardi dalam puisi-puisinya. Hal yang harus digarisbawahi, bahwa identitas santri tidak bisa dipisahkan dari kyai. Posisi sentral seorang kyai tidak hanya dalam kegiatan mengaji, shalat berjama’ah, dan aktivitas dunia pesantren lainnya, tetapi juga memberikan gambaran konkrit tentang nilai-nilai ideal baik agama maupun budaya. Intensitas interaksi dalam keseharian pesantren, pada gilirannya melahirkan ikatan kuat secara psikologis dan kultural, antara santri dan kyai. Pada titik ini, ungkapan “santri nderek kyai” memberikan pemahaman bahwa segala sesuatu yang disandarkan pada kyai merupakan representasi dari harapan seorang santri mengenai hidupnya. Keterkaitan antara santri dan kyai juga digambarkan melintasi ruang dan waktu, dimana seorang santri mengidentifikasi dirinya dalam jaringan keilmuan, lelaku, dan spiritualitas para kyai yang telah wafat, sebagaimana puisi “Rindu Kyai Sepuh”.

Dalam puisi-puisinya, Zehan Zareez lebih menghadirkan otokritik terhadap kalangannya, yakni pesantren dan NU. Pada puisi “Kepada yang Terhormat; Gus-Gus”, Zareez mengingatkan para gus, yang merupakan elite santri untuk kembali pada khittah-nya yaitu ngaji dan ngopeni masyarakat secara bijak. Sementara dalam puisi-puisi yang lain, dia hendak mengingatkan bahwa eksistensi segala sesuatu itu terletak pada kesadaran dan konkritisasi peran. Bukan sekedar sebutan, simbol, maupun jargon, tetapi harus menyentuh langsung kepada masyarakat. Bagi Zarees, simbolisasi dan jargonisasi dikhawatirkan akan menjurus pada fanatisme, yang tentu saja akan kontra-produktif dalam pengembangan manhaj aswaja nahdliyah yang berprinsip pada tawasuth, tasamuh, tawazun, dan ta’adul.

Berbeda dengan tiga penyair di atas, Retno Rengganis dan Muveeda lebih menghadirkan nilai-nilai religius secara universal dibandingkan nilai-nilai kultural santri. Baik puisi bertema cinta dan sebagainya, yang diarahkan pada proses menjadi pribadi seorang muslim yang ideal.
***

Disampaikan pada launching "Antologi Puisi Alif Lam" di GOR Lamongan, Senin 4 November 2019 dalam peringatan hari santri.
http://sastra-indonesia.com/2019/11/membaca-santri-dalam-alif-lam/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati