Senin, 29 September 2008

DIRUAPI MALAM HARUM, VI: I - LXXVII

Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=223


Udara wengi mekar perlahan, membawakan berita dari dasar keheningan,
merasakan sayap keagungan kedaton, yang digerakkan ruh suci kehidupan (VI: I).

Langkah kata-kata mengikuti kehendak hembusan semerbak bayu mesrah,
waktu-waktu memijarkan benang cahayanya dalam degupan cinta sesama (VI: II).

Merambah kurun masa, menjamah kulit getara, serupa jarak keganjilan akan
takdir dipersaksikan sukma, menjadikan purnanya pribadi-pribadi utama (VI: III).

Sehempasan nafas nan temaram, selembut lelembaran kabut bertaburan
atas gubahan kidung, dalam perjamuan malam-malam (VI: IV).

Di mana bergerak lalu berdetak, tetabuhan bertalu-talu di lumbung padi,
mengisahkan dewi sri menari-nari bersampurkan cahaya pagi dengan ruh lestari,
memakmurkan jiwa-jiwa, dan tiada diketemukan wajah-wajah murung petani (VI: V).

Dekatkan senyummu, di sisi benderang bulan menggendong keriangan,
pedut membumbung mengabadikan masa, atas menterjamah peristiwa (VI: VI).

Tiada perlu dipertanyakan sebab maksud terfahami di jalanan usia,
demi pencarian bebatuan mulia, yang hilang diketemukan kembali (VI: VII).

Di rimba kelana menempuh gairah pagi menyuguhkan penerang hati,
kemampuan mengisi tempat, sedang ruang meluangkan kehendak (VI: VIII).

Ruh hayat berkabut, sesendi insan melewati kelenjar kesadaran (VI: IX).

Menghadangmu saat hendak terjun memutuskan ruh, tali-temali merentang
laksana sampur membelit tubuh, tariannya melambaikan tetembangan jiwa (VI: X).

Aduhai penerawang, berteduhlah di tentram jiwamu, janji datang kepadamu
atau kau menyusul, menuju deburan waktu paling tentu (VI: XI).

Saat ketentuan berunjuk, kisahkan buah matang sekali tiupan, dan kekupu
mengepak dikawinkan bayu, oleh keinginan terindah mengimbangi jiwa (VI: XII).

Lentera di tengah-tengah malam, membelai tak kunjung padam,
ditumbuhi pepohon hening, kembang pelajaran bermekaran (VI: XIII).

Hadir kobaran semangat ketika terjangkit galau, para pewaris
mengusik kalbumu terkuasai, lupa kecemasan ternyalakan (VI: XIV)

; sebagaimana kedudukan sunyi di saat kalbu insan sendiri,
membuka-tutup keramaian memberi warna kesegaran hayati (VI: XV).

Yang menjenguk keyakinannya akan mendapati harum kembang,
taman mewangi di sepanjang merawat rambut cemara atas ketinggian pagi
yang mempelanting embun cahaya mentari, pada rerumputan berduri (VI: XVI).

Duduklah di bangku paling mesra tanpa terbebani debu-debu curiga,
air penuh dalam gelas, apabila tumpah di hadapanmu nyawanya (VI: XVII).

Kau mendekati keagungan, menempuh berlapis-lapis ketentuan,
semenjak telaah kematangan, teringat jalan pernah dunia kecil tempuh,
serupa ruh penyetia, menguak perbendaharaan kata-kata (VI: XVIII).

Kehadiran detik-detik mengulangi masa peristiwa,
manusia mempelajari kesendiriannya di jarak sosial cahaya (VI: XIX).

Jikalau merasa diselimuti keganjilan sewaktu menyulami bumi,
begitu lepas rantai berputar habis bersatu, dalam pelukan mesrah (VI: XX).

Ruh suci kehidupan berluap rindu, atas kobaran tungku mewaktu,
mencipta embun di wajahmu, dan selempar surat terseret arus (VI: XXI)

; ikan-ikan berkasih, terhantar ke pesisirmu, terbaca bebocah pantai
setelah kering penantian, menebalkan kertas-kertas keyakinan (VI: XXII).

Indahnya nafas-nafas bertemu menjelma terbiasa yang asing itu,
ruh menyeberangi kali menyusuri lengan jembatan, nuraninya mengikuti bayu
membuka tirai kalbu, menuju langkah kebugaran mewaktu (VI: XXIII).

Kau menghisap hawa ketinggian lengkungan tangan kekasih
di pebukitan bersayap cinta mendiami kelembutan jiwa (VI: XXIV).

Kesadaran ruh ganjil, sedang ketidaksadaran terkira dalam,
tatapanmu seperti ratapan mata berkunjung ke sana (VI: XXV).

Langit malam merunduk setangkai awan, dan suara-suara dedaunan
menyapa bintang-gemintang, sedari mata jendela kereta jaman (VI: XXVI)

; menghormati bunga rumput di kampung hujan, kemungkinan awan dari
balik pungung bukit, berharap kedipan mata menghargai senyuman (VI: XXVII).

Mengunjungi perjuanganmu atas duka ketermanguan digerakkan sukma
setelah mengunyah keajaiban, seumpama air di gelas itu racikan obat-obatan
pembawa ruhmu kepada ujung-ujung penentu (VI: XXVIII).

Ruh yang diberkati menyatukan jiwa sedenyut kasih sekapas lembut bertiup
melepaskan ada-tiada dalam ruangan sesama, seturut kehendak melati (VI: XXIX).

Ia dekati dadamu, atau kau kepada gemuruh jiwanya, rasakan keterbangunan
beling dingin ratapan, dan khusyuk sayap-sayapmu menjemput niatan (VI: XXX).

Bulu-bulu bebas meninggalkan kekang, mengikuti panggilan gemawan,
merindu-rindu cahaya pembuka, pada jemari tangan-tangan dedoa (VI: XXXI).

Ujung pena mengguratkan syair sehalus dingin belati di tikaman malam,
mengisyaratkan lembaran kertas dalam masa diam ketentuan (VI: XXXII).

Getaran lembut mengembalikan daya, nafas fajar berhembusan
menghampiri kepastian ganjil menuju terangnya pengertian (VI: XXXIII).

Warna bulan pucat membayangi tubuhmu, ruh membumbung
keberadaannya berdegupan, kepada tulang rapuh sejarah (VI: XXXIV).

Celotehnya gentayangan di ubun-ubunmu letak peraduan memilukan,
bola-bola mata nanar terinjak kaki-kaki panggung para pencibir (VI: XXXV).

Duhai hembusan bayu, antarkan ia kepada keabadian merubah waktu
tungguhlah sampai pucuk rambutnya terbelah, terbelai langit biru (VI: XXXVI).

Selepas kesendirian sakit, gerimis tinggalkan suwong ketakberdayaan bukit,
menerima piala berisi racun, setelah menyelesaikan tugas luhur para leluhur,
menyalakan obor kebenaran, di sepanjang kobaran api jaman (VI: XXXVII).

Menangisi diri diselamatkan himpitan batu prahara menemui bumi,
menginjak merangkak, terseok kerikil cadas (VI: XXXVIII).

Hadir berdemaman didekapnya kesembuhkan, masukilah sumsum iman,
lantas kembalikan cinta dari kubangan rindu, kubur kenangan ajal (VI: XXXIX).

Jangan enggan menjenguk nisan dalam rintihan, sebab ketulusan
sanggup menghentikan siksaan, doa kesegaran di alam penantian (VI: XL).

Minumlah walau seteguk di malam menyakitkan, nyalanya dian melambai
demi topangan patah, menjadi pendorongmu selaksa awan menjalani masa (VI: XLI).

Kilatan cahaya petir menyambar keberadaan, bersiap-siaplah terbunuh
agar tidak lama menunggu, terjerembab dalam petak tak menentu (VI: XLII).

Wahai gelapnya malam, isyaratkan kesadaran mentari,
getar di ubun-ubun menunggu bayangan lenyap (VI: XLIII).

Tiada berdaya dibalut rindu, sungguh melayu bunga muda tak bermadu,
harum jiwa pun suwong, kelopak-kelopaknya ditanggal angin berlalu (VI: XLIV).

Namun kau laksana sosok kembang ditakdirkan kekal sepi,
atau sebotol tinta tidak terjamah jemari memukau (VI: XLV).

Jiwa-jiwa sengsara berkabarkan hantu gentayangan
dalam tidur panjang penguasa, terendam cemburu (VI: XLVI)

; bertambatlah kau di belantara dahaga kasih sayang,
kupu-kupu salju di tangan layu bermata sayu (VI: XLVII).

Pahatan sejarah kematian, mengusik takdir mimpi kenyataan (VI: XLVIII).

Semenjak menghuni arus dangkal, sirip-sirip ikan Betik disapu hawa terik,
terdampar menggelepar di bencah tanah, atau ditarik selokan kering (VI: XLIX).

Siapa sanggup hentikan mabuk kepayang, pada leher, alis dan hidung,
segala tubuh sunyi lekat basah, menaiki kasih abad merapikan jaman (VI: L).

Berilah hadiah, sebelum musik pemakaman mentitahkan awan
memayungi jalannya keranda hitam menuju kediaman (VI: LI).

Pagelaran pewayangan dipermainkan ketentuan
diombang-ambing ketetapan pandang (VI: LII)

; pengamat tersesat pengikutnya cinta gelap, kepadanya air sumur tak
kering penimba, terus berdatangan dari segala penjuru pemukiman (VI: LIII).

Telingamu mulai pekat menginginkan lelap dalam pelukan malam,
bersiaplah para malaikat menaburkan perbendaharaan kata-kata (VI: LIV).

Gairah hilang tercuri maksud, mengajak menggesek daya gravitasi,
itu atmosfir memecah segenap kangen, terkumpul dalam semedi (VI: LV).

Dengarlah sebelum isyarat membumi, malam menjemput gerimis
membasahi rumput perjalanan penentu hadir, pada sisimu abadi (VI: LVI).

Bunga mencipta takdir ngilu pujaan, seharum kelopak manunggal
kepastian reranting meragu, terlepas terjaga rindu (VI: LVII).

Hawa malam merangkul pilu, di ujung masa mencecapi makna tiada terkira,
berendaman di sepanjang bentangan pasir pesisir, di pulau-pulau ganjil (VI: LVIII).

Pada pertemuan melangit, serpihan salammu berpijak,
layang hadir, di kala sujud meninggalkan kemabukan bayangan (VI: LIX).

Beranggapan ngeri tidur mendengkur, dibubuhkannya doa-doa
pada selembaran kabut berdetak menempa jantung khusyukmu (VI: LX).

Wewarna luapan hayati menggerayangi nasibmu,
pagi nan buta melewati pekuburan pinggir desa, sukma memanjat
penantian hangat mentari, di sejengkal mata dhukha hakiki (VI: LXI).

Jika malam diruapi bau harum, dikenangnya larikan kaki ke lautan terbatas,
manusia menggelinjak naik-turun, terbakar api keabadiannya sendiri (VI: LXII).

Kelak mencatat yang menawan, berkisah nafas-nafas kabut berhembus
menembus bersulaman ketinggi-rendahan rumput ilalang (VI: LXIII).

Renungan kasmaran dalam kekalan, bermandi bareng pada telaga,
ini sendang kasih, yang pernah dikenal dalam ingatan, dan masukilah
bilik kalbumu, menyadarkan jiwa-jiwa lewat lamunan terdalam (VI: LXIV).

Pujangga bertetap niat, meski kapal gelisah dalam samudra prahara,
layar nasibnya terangkat, lalu berkembang menuju awan cita-cita (VI: LXV).

Sampai dahan menarik pena, bergerak lincah tarian meliuk
menyenandungkan air sendang pancuran di jemari tangan waktu,
menyihir bola mata, menyetujui rimbun ketentramanmu (VI: LXVI).

Kau mulai jemu memasuki lebatnya hutan, tetapi ia tetap inginkan sama,
merasakan terbebani, nafasmu-nafasnya dalam hasrat percintaan (VI: LXVII).

Berhentilah sejenak, ia ’kan menjemput pengaturan langkah,
wujud bayangan terdekat, tiupan ruh berkepompong (VI: LXVIII).

Semenjak memberi warna ketenangan, rambut panjang sebenang fajar
memiliki tempaan pasangan, suka-duka di rengkuh para kesatria (VI: LXIX).

Perkenalkan jiwamu, ciuman lekat mendesah kehangatan cinta,
itu dekapan setubuh, melanggengkan guratan tembang (VI: LXX).

Marilah meresapi tingkah nafas-nafas pemberi rindu,
sedang yang terpenjara, keadaanya berpinjam (VI: LXXI).

Saat-saat dikembalikan dalam pautan sungguh,
fahamilah harum kembang dalam musim itu (VI: LXXII).

Gerimis terjatuh di samping kilatan cahaya, manakala mentari ragu
tertutup malu, awan membuka laksana kerang berpenghuni (VI: LXXIII).

Malam-malam menaburkan benderang gemintang,
klenengan memanggil malammu murni tanpa pengganggu (VI: LXXIV).

Dia menghentikan, saat kau berjalan tersadar kelembutan, gelisa cinta
menyatukan gairah terdalam, selaju jaman menarik abad kelam (VI: LXXV).

Bagi menemukan kebaharuan, serupa nyala obor yang sama,
inilah seruan paling pagi di antara pagi-pagi hari (VI: LXXVI).

Laksana lenyap dalam pusaran padat bertarian hening,
laksana segala hidup ombak lautan, bertujuan malam (VI: LXXVII).
----

*) Pengelana asli Lamongan, JaTim, yang menyukai dunia sastra.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati