Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=223
Udara wengi mekar perlahan, membawakan berita dari dasar keheningan,
merasakan sayap keagungan kedaton, yang digerakkan ruh suci kehidupan (VI: I).
Langkah kata-kata mengikuti kehendak hembusan semerbak bayu mesrah,
waktu-waktu memijarkan benang cahayanya dalam degupan cinta sesama (VI: II).
Merambah kurun masa, menjamah kulit getara, serupa jarak keganjilan akan
takdir dipersaksikan sukma, menjadikan purnanya pribadi-pribadi utama (VI: III).
Sehempasan nafas nan temaram, selembut lelembaran kabut bertaburan
atas gubahan kidung, dalam perjamuan malam-malam (VI: IV).
Di mana bergerak lalu berdetak, tetabuhan bertalu-talu di lumbung padi,
mengisahkan dewi sri menari-nari bersampurkan cahaya pagi dengan ruh lestari,
memakmurkan jiwa-jiwa, dan tiada diketemukan wajah-wajah murung petani (VI: V).
Dekatkan senyummu, di sisi benderang bulan menggendong keriangan,
pedut membumbung mengabadikan masa, atas menterjamah peristiwa (VI: VI).
Tiada perlu dipertanyakan sebab maksud terfahami di jalanan usia,
demi pencarian bebatuan mulia, yang hilang diketemukan kembali (VI: VII).
Di rimba kelana menempuh gairah pagi menyuguhkan penerang hati,
kemampuan mengisi tempat, sedang ruang meluangkan kehendak (VI: VIII).
Ruh hayat berkabut, sesendi insan melewati kelenjar kesadaran (VI: IX).
Menghadangmu saat hendak terjun memutuskan ruh, tali-temali merentang
laksana sampur membelit tubuh, tariannya melambaikan tetembangan jiwa (VI: X).
Aduhai penerawang, berteduhlah di tentram jiwamu, janji datang kepadamu
atau kau menyusul, menuju deburan waktu paling tentu (VI: XI).
Saat ketentuan berunjuk, kisahkan buah matang sekali tiupan, dan kekupu
mengepak dikawinkan bayu, oleh keinginan terindah mengimbangi jiwa (VI: XII).
Lentera di tengah-tengah malam, membelai tak kunjung padam,
ditumbuhi pepohon hening, kembang pelajaran bermekaran (VI: XIII).
Hadir kobaran semangat ketika terjangkit galau, para pewaris
mengusik kalbumu terkuasai, lupa kecemasan ternyalakan (VI: XIV)
; sebagaimana kedudukan sunyi di saat kalbu insan sendiri,
membuka-tutup keramaian memberi warna kesegaran hayati (VI: XV).
Yang menjenguk keyakinannya akan mendapati harum kembang,
taman mewangi di sepanjang merawat rambut cemara atas ketinggian pagi
yang mempelanting embun cahaya mentari, pada rerumputan berduri (VI: XVI).
Duduklah di bangku paling mesra tanpa terbebani debu-debu curiga,
air penuh dalam gelas, apabila tumpah di hadapanmu nyawanya (VI: XVII).
Kau mendekati keagungan, menempuh berlapis-lapis ketentuan,
semenjak telaah kematangan, teringat jalan pernah dunia kecil tempuh,
serupa ruh penyetia, menguak perbendaharaan kata-kata (VI: XVIII).
Kehadiran detik-detik mengulangi masa peristiwa,
manusia mempelajari kesendiriannya di jarak sosial cahaya (VI: XIX).
Jikalau merasa diselimuti keganjilan sewaktu menyulami bumi,
begitu lepas rantai berputar habis bersatu, dalam pelukan mesrah (VI: XX).
Ruh suci kehidupan berluap rindu, atas kobaran tungku mewaktu,
mencipta embun di wajahmu, dan selempar surat terseret arus (VI: XXI)
; ikan-ikan berkasih, terhantar ke pesisirmu, terbaca bebocah pantai
setelah kering penantian, menebalkan kertas-kertas keyakinan (VI: XXII).
Indahnya nafas-nafas bertemu menjelma terbiasa yang asing itu,
ruh menyeberangi kali menyusuri lengan jembatan, nuraninya mengikuti bayu
membuka tirai kalbu, menuju langkah kebugaran mewaktu (VI: XXIII).
Kau menghisap hawa ketinggian lengkungan tangan kekasih
di pebukitan bersayap cinta mendiami kelembutan jiwa (VI: XXIV).
Kesadaran ruh ganjil, sedang ketidaksadaran terkira dalam,
tatapanmu seperti ratapan mata berkunjung ke sana (VI: XXV).
Langit malam merunduk setangkai awan, dan suara-suara dedaunan
menyapa bintang-gemintang, sedari mata jendela kereta jaman (VI: XXVI)
; menghormati bunga rumput di kampung hujan, kemungkinan awan dari
balik pungung bukit, berharap kedipan mata menghargai senyuman (VI: XXVII).
Mengunjungi perjuanganmu atas duka ketermanguan digerakkan sukma
setelah mengunyah keajaiban, seumpama air di gelas itu racikan obat-obatan
pembawa ruhmu kepada ujung-ujung penentu (VI: XXVIII).
Ruh yang diberkati menyatukan jiwa sedenyut kasih sekapas lembut bertiup
melepaskan ada-tiada dalam ruangan sesama, seturut kehendak melati (VI: XXIX).
Ia dekati dadamu, atau kau kepada gemuruh jiwanya, rasakan keterbangunan
beling dingin ratapan, dan khusyuk sayap-sayapmu menjemput niatan (VI: XXX).
Bulu-bulu bebas meninggalkan kekang, mengikuti panggilan gemawan,
merindu-rindu cahaya pembuka, pada jemari tangan-tangan dedoa (VI: XXXI).
Ujung pena mengguratkan syair sehalus dingin belati di tikaman malam,
mengisyaratkan lembaran kertas dalam masa diam ketentuan (VI: XXXII).
Getaran lembut mengembalikan daya, nafas fajar berhembusan
menghampiri kepastian ganjil menuju terangnya pengertian (VI: XXXIII).
Warna bulan pucat membayangi tubuhmu, ruh membumbung
keberadaannya berdegupan, kepada tulang rapuh sejarah (VI: XXXIV).
Celotehnya gentayangan di ubun-ubunmu letak peraduan memilukan,
bola-bola mata nanar terinjak kaki-kaki panggung para pencibir (VI: XXXV).
Duhai hembusan bayu, antarkan ia kepada keabadian merubah waktu
tungguhlah sampai pucuk rambutnya terbelah, terbelai langit biru (VI: XXXVI).
Selepas kesendirian sakit, gerimis tinggalkan suwong ketakberdayaan bukit,
menerima piala berisi racun, setelah menyelesaikan tugas luhur para leluhur,
menyalakan obor kebenaran, di sepanjang kobaran api jaman (VI: XXXVII).
Menangisi diri diselamatkan himpitan batu prahara menemui bumi,
menginjak merangkak, terseok kerikil cadas (VI: XXXVIII).
Hadir berdemaman didekapnya kesembuhkan, masukilah sumsum iman,
lantas kembalikan cinta dari kubangan rindu, kubur kenangan ajal (VI: XXXIX).
Jangan enggan menjenguk nisan dalam rintihan, sebab ketulusan
sanggup menghentikan siksaan, doa kesegaran di alam penantian (VI: XL).
Minumlah walau seteguk di malam menyakitkan, nyalanya dian melambai
demi topangan patah, menjadi pendorongmu selaksa awan menjalani masa (VI: XLI).
Kilatan cahaya petir menyambar keberadaan, bersiap-siaplah terbunuh
agar tidak lama menunggu, terjerembab dalam petak tak menentu (VI: XLII).
Wahai gelapnya malam, isyaratkan kesadaran mentari,
getar di ubun-ubun menunggu bayangan lenyap (VI: XLIII).
Tiada berdaya dibalut rindu, sungguh melayu bunga muda tak bermadu,
harum jiwa pun suwong, kelopak-kelopaknya ditanggal angin berlalu (VI: XLIV).
Namun kau laksana sosok kembang ditakdirkan kekal sepi,
atau sebotol tinta tidak terjamah jemari memukau (VI: XLV).
Jiwa-jiwa sengsara berkabarkan hantu gentayangan
dalam tidur panjang penguasa, terendam cemburu (VI: XLVI)
; bertambatlah kau di belantara dahaga kasih sayang,
kupu-kupu salju di tangan layu bermata sayu (VI: XLVII).
Pahatan sejarah kematian, mengusik takdir mimpi kenyataan (VI: XLVIII).
Semenjak menghuni arus dangkal, sirip-sirip ikan Betik disapu hawa terik,
terdampar menggelepar di bencah tanah, atau ditarik selokan kering (VI: XLIX).
Siapa sanggup hentikan mabuk kepayang, pada leher, alis dan hidung,
segala tubuh sunyi lekat basah, menaiki kasih abad merapikan jaman (VI: L).
Berilah hadiah, sebelum musik pemakaman mentitahkan awan
memayungi jalannya keranda hitam menuju kediaman (VI: LI).
Pagelaran pewayangan dipermainkan ketentuan
diombang-ambing ketetapan pandang (VI: LII)
; pengamat tersesat pengikutnya cinta gelap, kepadanya air sumur tak
kering penimba, terus berdatangan dari segala penjuru pemukiman (VI: LIII).
Telingamu mulai pekat menginginkan lelap dalam pelukan malam,
bersiaplah para malaikat menaburkan perbendaharaan kata-kata (VI: LIV).
Gairah hilang tercuri maksud, mengajak menggesek daya gravitasi,
itu atmosfir memecah segenap kangen, terkumpul dalam semedi (VI: LV).
Dengarlah sebelum isyarat membumi, malam menjemput gerimis
membasahi rumput perjalanan penentu hadir, pada sisimu abadi (VI: LVI).
Bunga mencipta takdir ngilu pujaan, seharum kelopak manunggal
kepastian reranting meragu, terlepas terjaga rindu (VI: LVII).
Hawa malam merangkul pilu, di ujung masa mencecapi makna tiada terkira,
berendaman di sepanjang bentangan pasir pesisir, di pulau-pulau ganjil (VI: LVIII).
Pada pertemuan melangit, serpihan salammu berpijak,
layang hadir, di kala sujud meninggalkan kemabukan bayangan (VI: LIX).
Beranggapan ngeri tidur mendengkur, dibubuhkannya doa-doa
pada selembaran kabut berdetak menempa jantung khusyukmu (VI: LX).
Wewarna luapan hayati menggerayangi nasibmu,
pagi nan buta melewati pekuburan pinggir desa, sukma memanjat
penantian hangat mentari, di sejengkal mata dhukha hakiki (VI: LXI).
Jika malam diruapi bau harum, dikenangnya larikan kaki ke lautan terbatas,
manusia menggelinjak naik-turun, terbakar api keabadiannya sendiri (VI: LXII).
Kelak mencatat yang menawan, berkisah nafas-nafas kabut berhembus
menembus bersulaman ketinggi-rendahan rumput ilalang (VI: LXIII).
Renungan kasmaran dalam kekalan, bermandi bareng pada telaga,
ini sendang kasih, yang pernah dikenal dalam ingatan, dan masukilah
bilik kalbumu, menyadarkan jiwa-jiwa lewat lamunan terdalam (VI: LXIV).
Pujangga bertetap niat, meski kapal gelisah dalam samudra prahara,
layar nasibnya terangkat, lalu berkembang menuju awan cita-cita (VI: LXV).
Sampai dahan menarik pena, bergerak lincah tarian meliuk
menyenandungkan air sendang pancuran di jemari tangan waktu,
menyihir bola mata, menyetujui rimbun ketentramanmu (VI: LXVI).
Kau mulai jemu memasuki lebatnya hutan, tetapi ia tetap inginkan sama,
merasakan terbebani, nafasmu-nafasnya dalam hasrat percintaan (VI: LXVII).
Berhentilah sejenak, ia ’kan menjemput pengaturan langkah,
wujud bayangan terdekat, tiupan ruh berkepompong (VI: LXVIII).
Semenjak memberi warna ketenangan, rambut panjang sebenang fajar
memiliki tempaan pasangan, suka-duka di rengkuh para kesatria (VI: LXIX).
Perkenalkan jiwamu, ciuman lekat mendesah kehangatan cinta,
itu dekapan setubuh, melanggengkan guratan tembang (VI: LXX).
Marilah meresapi tingkah nafas-nafas pemberi rindu,
sedang yang terpenjara, keadaanya berpinjam (VI: LXXI).
Saat-saat dikembalikan dalam pautan sungguh,
fahamilah harum kembang dalam musim itu (VI: LXXII).
Gerimis terjatuh di samping kilatan cahaya, manakala mentari ragu
tertutup malu, awan membuka laksana kerang berpenghuni (VI: LXXIII).
Malam-malam menaburkan benderang gemintang,
klenengan memanggil malammu murni tanpa pengganggu (VI: LXXIV).
Dia menghentikan, saat kau berjalan tersadar kelembutan, gelisa cinta
menyatukan gairah terdalam, selaju jaman menarik abad kelam (VI: LXXV).
Bagi menemukan kebaharuan, serupa nyala obor yang sama,
inilah seruan paling pagi di antara pagi-pagi hari (VI: LXXVI).
Laksana lenyap dalam pusaran padat bertarian hening,
laksana segala hidup ombak lautan, bertujuan malam (VI: LXXVII).
----
*) Pengelana asli Lamongan, JaTim, yang menyukai dunia sastra.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar