Jumat, 26 September 2008

Perempuan yang Pandai Menyimpan Api

Jawa Pos, 22 Feb 2004
Marhalim Zaini

Tahu apa kau tentang kehilangan
Sehingga membuatmu berbeda dari orang lain?*

Seolah seisi kedai menyimpan umpatan itu. Malam – yang diduga dapat menyembunyikan percik api sindir kebencian dari mata orang-orang – justru kini menjelma ribuan teluh yang mendera sunyi. Sunyi malam, yang memekat di dada Soi. Dada perempuan yang sipit matanya, membuncit perutnya, yang hanya memandangi genang bias cahaya lampu di wajah sungai hitam setiap malam. Soi tak suka ratusan cahaya kristal yang terapung berbaris di sepanjang tepian sungai Siak di seberang itu, sebab Soi tak mampu menggapainya. Dan Soi lebih suka pelabuhan tua beraroma lumut gambut ini, duduk bersandar mengelus-elus perut di sudut jendela kedai yang selalu terbuka, mendengarkan batu-batu domino beradu di atas meja, dan menyimak percakapan para kuli pelabuhan yang menyulut derai tawa. Serupa kenikmatan pahit candu dari tuak yang ditenggak para kuli imigran gelap itu, Soi menikmati setiap jarum teluh yang menyembur dari mulut mereka.

Soi mafhum. Sesungguhnya tak ada yang membuat ia berbeda dari mereka. Kehilangan di sini ibarat ulam. Tak sedap hidup tanpa kehilangan. Sejak lama Soi kehilangan keluarganya, kehilangan kampung halaman, kehilangan pekerjaan, kehilangan keperawanan, lalu kini Soi kehilangan lelaki yang harus bertanggungjawab terhadap bayi yang dikandungnya. Sementara para lelaki kuli pelabuhan itu juga kehilangan keluarga, istri, anak, bahkan lebih sering kehilangan dirinya sendiri tatkala alkohol telah mulai menguasai hidup mereka. Biasanya, kalau mulut mereka telah berbuih dan mulai meracau tentang kebahagiaan hidup yang tak mungkin diraih, di gudang-gudang pengap, di pinggir-pinggir sungai itulah tempat mereka membuang badan, merebahkan kehilangan demi kehilangan, dan bergegas merangkak bangkit ketika matahari mulai meneriakkan lengking kapal barang ke telinga mereka. Dan tampaklah, serupa para pengungsi perang, para lelaki legam bertubuh gempal berjalan berduyun-duyun membawa barang di pundaknya, keluar masuk dari gladak kapal ke pelabuhan. Soi selalu tersenyum memandangnya, dalam hatinya ia sering berbisik, “Para lelaki kuli itu, tak bisa sombong saat berhadapan dengan hidup. Mereka takluk seperti manusia yang kena kutuk…”

Maka kini Soi memilih untuk diam. Memilih untuk tak mengamuk atas setiap kehilangan yang menimpanya. Sebab amukan dan teriakannya telah tuntas lepas saat segerombolan lelaki menaklukkan tubuhnya di atas ranjang tua pada suatu malam yang hujan. Lelaki-lelaki gempal dan kasar yang berbau karat besi dan minyak kapal, menutup wajah mereka dengan sarung, mengendus serupa babi yang kelaparan. Soi terhenyak, membisu dalam tangis yang tertahan. Tidak ada kekuatan untuk menolak bahkan untuk mengatakan tidak. Tak ada sesiapapun yang hidup malam itu. Hanya sesayup suara anjing yang kian hanyut dibawa deras air pasang. Hanya suara desah pasrah yang tenggelam karam.

Sejak itu Soi mengunci mulut. Sebab ia merasa tak ada kata-kata yang layak untuk diucapkan. Soi lebih memilih mendengarkan peluit kapal-kapal, yang seolah memanggil namanya untuk segera pergi dan kembali ke kampung halaman. Atau Soi lebih suka menyaksikan mulut kapal memuntahkan orang-orang yang datang dan menelan kembali orang-orang yang pergi. Soi merasa sedang menyaksikan mesin hidup yang terus memompa tubuh-tubuh dalam waktu yang tak pernah padam. Atau Soi terkadang lebih senang mendengar Kak Dar – si janda tengah baya pemilik kedai – berceloteh tentang kedai kopinya yang kian hari kian bangkrut, tentang para lelaki kuli yang kerap menggodanya dengan pujian-pujian. Pujian-pujian yang ujung-ujungnya supaya hati Kak Dar luluh untuk tetap memberikan toleransi terhadap hutang-hutang para lelaki kuli itu. Meski dalam hati, Soi selalu bertanya, kenapa saat ia diperkosa pada malam yang hujan itu, ia tak mendengar suara Kak Dar memaki hamun para lelaki itu. Soi tak melihat bayangan Kak Dar datang membantu. Di manakah Kak Dar malam itu?

Tapi Soi memang pandai menyimpan. Soi sadar, ia tak berhak terlalu banyak bertanya pada orang yang telah berjasa padanya. Soi menghormati Kak Dar seperti ia menghormati ibunya sendiri. Dan sebagai seorang perempuan malang yang terbuang, yang telah sekian lama menumpang, Soi tak mau lebih menyusahkan Kak Dar dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengandung unsur kecurigaan itu. Meski terkadang Soi merasakan ada goresan pisau tajam di ulu hatinya saat Kak Dar berbisik, “Gugurkan saja bayi itu, Soi…”
Dan Soi tetap memilih untuk diam.
***

“Sudahlah, Soi. Melamun hanya membuat orang cepat keriput.”
“Ya. Lelaki kau itu pasti kembali. “
“Kalaupun tak kembali, di sini kan banyak pengganti.”
Soi bergeming. Suara para lelaki kuli di meja judi itu terdengar berbaur dengan batu-batu domino yang berbentur. Soi masih saja duduk meluruskan kedua kakinya di atas bangku panjang di sudut kedai dekat jendela yang terbuka. Tangannya selalu begitu, mengelus-elus halus perutnya yang buncit. Matanya selalu begitu, menatap kosong dan dalam. Soi tak pernah mengerti kenapa para lelaki itu setiap malam terus melemparkan jarum teluh di dadanya. Lelaki mana yang mereka maksudkan, yang pasti akan kembali itu? Padahal sejak ia pergi dari kampung jadi tkw ke negeri seberang sampai ia terlempar di tepi sungai ini, Soi tak memiliki seorang lelaki pun sebagai kekasihnya. Diam-diam Soi menumpuk rasa muak di hatinya, “Ah, para lelaki kuli itu, semakin berlebihan…”

Tapi Soi memang pandai menyimpan. Soi menganggap mungkin lelaki yang dimaksudkan oleh para lelaki kuli itu adalah lelaki yang beberapa waktu lalu mengirim sebuah kartu pos yang berisi kalimat puitis, “Aku suka Malaka. Tembok orang Portugis, jalan pada deru pagi, gudang Cina dengan genting tua, liku Bandar, warna kapal, dan kedai-kedai.”**

Tapi Soi tak pernah tahu siapa sebenarnya yang mengirim kartu pos itu, sebab tak ada sebaris nama pun tertera di bawahnya. Soi hanya menduga bahwa kartu itu tentulah dikirim oleh seorang lelaki berkacamata yang pernah singgah di kedai kopi ini. Lelaki pendatang itu memang sempat menyapa dan mengajak Soi bicara tentang keadaan kampung ini. Tapi itu hanya sekejap. Habis segelas kopi dan sebatang rokok di tangannya, lelaki itu pun undur diri. Dia cuma sempat meninggalkan sebuah buku kecil dari dalam ranselnya. Sebuah buku yang sampai kini tak kunjung dimengerti oleh Soi makna kata-katanya, meski telah berkali-kali Soi mencoba membacanya. Tapi ada sebuah kalimat pendek – yang kedengarannya aneh – yang selalu ia ingat dan selalu ingin ia bisikkan di telinganya sendiri, “perjalanan pendek ini, panjang sekali.”***
***

“Soi, awak tu tampak semakin cantik kalau sedang bunting begitu.”
“Iyalah. Kalau dasarnya memang cantik, sedang apa pun, pasti cantik juga kelihatannya…”

“Ah, Soi, tak adakah di antara kami yang kau suka sebagai pengganti. Hahaha…”
Bau alkohol menyengak dari mulut para lelaki kuli yang meracau itu. Soi sesekali melirik wajah-wajah mereka yang legam berkilat penuh keringat. Lampu minyak yang bergoyang di atas kepala mereka, menebarkan bayangan-bayangan temaram, menegaskan kepekatan malam yang terus beranjak tenggelam.

“Tapi Soi, sebaiknya bayi itu kaubuang saja.”
“Ya. Untuk apa kaupertahankan bayi yang tak jelas siapa bapaknya.”
“Lagi pula, sama saja kau menyimpan aib dalam tubuhmu. Hahaha…”
Batu-batu domino itu, terus beradu di jantung Soi. Ada gemeretak geram yang terpendam. Ada lintasan ingatan yang berkelindan. Bayangan lelaki-lelaki bertopeng kain sarung seperti sedang terbahak-bahak menertawakan Soi yang terkapar lunglai di atas ranjang tua, pada suatu malam yang hujan.

“Sudahlah, Soi, jangan terlalu dipikir. Gugurkan bayi itu, lalu kau dapat bekerja ganda di sini.”
“Ya, di samping sebagai pelayan kedai membantu Kak Dar, kau juga bisa melayani kami untuk…”
“Hahaha… benar juga itu. Kami yakin, perempuan secantik kau pasti laris…”
Soi naik pitam. Seluruh gelap malam menerkam tubuhnya. Gelak tawa, batu yang beradu, alkohol yang membuncah, angin laut menggayut di tiang-tiang kedai, mengepakkan atap rumbia, dan lampu minyak terus bergoyang kencang di dada Soi. Membakar segala yang lampau. Membakar segala desau…
***

Saat peluit kapal-kapal mengantarkan fajar, langit memerah oleh pijar kobaran api yang masih menyala di barisan gudang-gudang pengap di pinggir sungai. Ada tubuh-tubuh gempal bergelimpangan hangus dimakan api. Ada suara sesengguk tangis perempuan janda yang berlutut di bawah meja. Ada segaris senyum puas di bibir perempuan bunting yang duduk meluruskan kedua kakinya di atas bangku panjang di sudut kedai dekat jendela yang terbuka. Tangannya selalu begitu, mengelus-elus halus perutnya yang buncit. Matanya selalu begitu, menatap kosong dan dalam.
Soi memang pandai menyimpan api.***

Yogyakarta, 2003

Catatan:
*) Dari Puisi Agha Shaid Ali berjudul Di Seberang Hujan Abu, terjemahan Arif B. Prasetyo.
**) Sebaris sajak Goenawan Mohamad berjudul Pastoral.
***) Sajak Radhar Panca Dahana berjudul Nafas.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati