Sulaiman Tripa
http://www.lampungpost.com/c
DIA sendiri yang meminta dirinya dipanggil dengan Legenda saja. Pak Legenda, lengkapnya. Penarik becak yang stand by di persimpangan tugu. Ada atau tidak ada penumpang, ia tetap berdiam di sana.
Biasanya memang selalu ada orang yang menggunakan jasanya dan minta diantar entah ke mana. Jangkauannya bisa mencapai dua atau tiga kilometer.
Becak Pak Legenda dengan mudah dapat dikenali. Di kanan-kiri depan, terpacak bendera merah putih berukuran besar, mungkin 70 x 40 sentimeter. Padahal, mobil mewah sekalipun hanya memakai bendera kecil yang hanya 10 x 7 sentimeter saja. Demikian juga dengan becak-becak lain, hanya memakai bendera berukuran 20 x 15 sentimeter. Itu pun satu lembar. Bukan dua lembar.
Tanda lainnya dari becak Pak Legenda adalah adanya tulisan L-e-g-e-n-d-a dengan huruf besar, di bodi becaknya. Tulisan itu berwarna kuning keemasan. Dari jauh tampak mengilap dan bercahaya.
Tanda terakhir yang paling unik adalah Pak Legenda memakai klakson di becaknya. Klakson itu mirip dengan yang dipakai mobil-mobil besar.
Mengenai klakson, aku pernah terkejut di dalam becak ketika Pak Legenda membunyikannya. Poemmm.
Pak Legenda tidak bisa melihat jantungku yang bertambah cepat sekejap. Soalnya, ia mengayuh becak dari belakang.
Kukenal bunyi klakson waktu pertama naik becak itu. Sekaligus aku baru saja mengenal Pak Legenda. Ketika aku baru datang ke kota ini, aku perlu kamar indekos.
Dari tempat pendaftaran kuliah, aku dikasih tahu seorang satpam untuk datang ke persimpangan tugu dan mencari Pak Legenda yang memiliki becak Legenda. Sebenarnya tak susah mencarinya. Hanya saja aku belum tahu letak persimpangan tugu.
Begitu selesai pendaftaran ulang, aku segera keluar kampus dan mencari persimpangan tugu. Dan sejak dari pintu gerbang, aku bingung karena begitu banyak jalan. Lalu aku putuskan untuk makan soto sapi di depan gerbang kampus.
Dari penjual bakso, aku juga disuruh tanya ke Pak Legenda.
"Di sana," penjual bakso menunjuk ujung lorong, "Mentok, belok kanan, pasti terlihat tugu."
Aku singgah ke warung soto bukan karena sekadar ingin bertanya. Aku memang sudah lapar. Waktu menunjukan pukul 09.30 pagi. Bayangkan, dari bangun jam 04.00 untuk salat subuh. Lebih dari lima jam belum makan atau minum apa-apa.
Waktu makan, aku juga punya kepentingan lain. Aku tanyakan kamar indekos. Dan jawabannya adalah Pak Legenda.
"Di mana?"
"Di persimpangan tugu."
"Di mana itu? Maaf Mbak, aku orang baru."
Lalu ia menunjuk ke sana.
Aku segera selesaikan makan. Begitu selesai, aku bayar, terus aku ikuti lorong itu hingga ke ujung. Sampai mentok. Lalu aku belok kanan, lewat jalan yang kanan kiri penuh kotak kamar.
Dari jauh, sudah kutemukan tugu mini, yang di atasnya ditancap bambu runcing dengan warna merah putih. Tugu itu persis di tengah bundaran yang juga mini. Mungkin sedan saja tidak bisa melingkari bundaran itu.
Aku terus berjalan hingga benar-benar mendekat. Dengan mudah aku menemukan beca dengan tulisan L-e-g-e-n-d-a.
"Pak Legenda!"
Ia memandang ke arahku, sekilas. Hanya sekilas.
"Yuk, naik!"
Sejenak, aku heran. Ada apa ini, pikirku. Kita tanyakan benarkah ia Pak Legenda, ia langsung bilang: Yuk naik!
"Kamu mau yang seperti apa?" ia membuka pembicaraan. Aku sendiri mendengar dengusan napasnya. Mungkin ketika mulai mendayung, terasa berat. Ia sudah tua. Orangnya kecil. Pakaiannya seperti anak muda.
"Maksud Pak Legenda?" aku belum mengerti apa yang ditanyakannya.
"Kamu untuk apa mencariku?"
"Tadi saya dapat kabar dari sana untuk menanyakan Pak Legenda."
"Ya, tapi kamu mau yang seperti apa?" potongnya, masih dengan napas yang terengah.
"Saya tak ngerti."
"Trus mencariku untuk apa?"
"Mau menanyakan rumah. Maksudku kamar sewa."
Baru aku mengerti pertanyaannya. Padahal, kalau di tempat asal saya selalu ada penjelasan dulu menanyakan sesuatu. Tapi mungkin ia sudah berhadapan dengan banyak pencari kamar, pikirku.
"Mau yang seperti apa?"
"Apa memang ada pilihan?"
Eeit. Bunyi rem. Pak Legenda menghentikan becaknya di depan sebuah rumah besar tiga lantai. Dengan jelas terlihat petak-petak kamarnya, bersusun.
"Semuanya sudah komplit. Kamar mandi di dalam kamar. Cuci baju gratis. Sarapan sudah tersedia. Kamu hanya perlu menyediakan satu juta setengah per bulan. Kamu tidak akan sibuk lagi."
Aku menarik napas.
Pak Legenda naik lagi ke becaknya, ia mengayuh lagi. Ia seperti sudah tidak perlu penjelasan begitu melihatku menarik napas dalam.
Kami masuk kawasan pinggiran yang kanan kiri jalan ada saluran air yang tidak bersih. Saluran itu hanya digali. Di pinggirnya bertumpuh sampah. Kotoran manusia juga terlihat beberapa tumpuk dari pinggir aliran air got yang tak begitu deras.
Beberapa kali Pak Legenda harus menepikan becaknya karena ada orang yang lewat. Kulihat orang-orang di sana menegurnya. Dengan jelas mereka menyebut nama Pak Legenda. Artinya, ia sudah sering ke sini, pikirku.
Becak Pak Legenda memasuki lorong-lorong kecil dan benar-benar baru pertama ini kulihat. Aku sering membuang pandang karena melihat orang-orang yang buang hajat dipinggir jalan. Tidak peduli orang yang lalu lalang.
Eeit. Bunyi rem becak Pak Legenda.
"Di sini tiga puluh ribu sebulan. Air untuk sekali mandi dalam sehari, tak ada kakus."
"Jadi kalau buang hajat bagaimana?"
Pak Legenda tidak menjawab. Matanya memandang ke arahku.
Di depan kami melintas pengangkut sampah yang menebar bau yang menyengat. Aku menutup hidung.
Aku memilih naik lagi ke becak.
Pak Legenda kembali memutar becaknya. Ia kembali mengayuh. Ia menelusuri kawasan di sebelahnya. Kawasan ini juga kumuh, dan aku melihat banyak orang yang sedang buang hajat di saluran kecil yang mengalir air ke kampung sebelah.
"Air ini dipakai orang juga, Pak?"
"Ya, untuk semuanya, ya mencuci, ya mandi."
Aku bisa melihat di dalam saluran mengapung-ngapung kotoran manusia, bahkan bulu-bulu ayam. Pak Legenda mungkin tak memperhatikan aku sedang melihat kanan kiri air yang mengalir.
Pak Legenda terus saja mengayuh becaknya. Beberapa orang memberi kode jari tangan yang dilingkar.
"Apa artinya?" tanyaku.
"Penuh!"
"Bisa penuh juga ya lokasi ini?"
"Apa?"
"Lokasi seperti ini, bisa penuh juga ya?"
"Di sini tiga puluh ribu."
Becak Pak Legenda mengarah ke Jalan Abduh, lalu melewati Jalan Normal, sampai ke Jalan Sentral.
"Lha, kita ke mana, Pak?"
"Mengantarmu!"
Dalam hati, aku bertanya, kok tahu dia wisma tempatku menginap. Persis. Melewati gedung kesenian, ia belokkan becak ke halaman Wisma Sutra. Di sini aku berdiam untuk dua tiga malam sampai menemukan kamar indekos.
"Tak usah heran. Yang mencariku pasti nginap-nya di sini."
Aku tak berkata apa-apa. Di sini memang murah. Semalam hanya 30 ribu rupiah, dengan dua ranjang plus kasur yang sepertinya jarang dicuci. Bahkan, sebelum AC dinyalakan, aku mencium bau pesing yang sangat kental. Di sudut-sudut lantai puntung rokok berserakan.
Bagaimana bisa penghuni wisma membuang air kecil di mana-mana, pikirku. Atau ini seperti orang yang sedang berfantasi, melihat pasangannya yang sedang buang air kecil, pikirku lagi.
Entahlah.
"Aku balik, besok kuambil barangmu."
"Berapa, Pak?"
"Terserah kamu."
"Kok terserah saya. Bagaimana Bapak bisa makan kalau begitu?"
"Ah, makan itu kan tak ditentukan oleh kata terserah!"
"Bapak tidak makan?"
"Makan juga, tapi kata terserah tak mengurangi jatah makanku."
Kuambil selembar 50 ribu dan kukasih ke tangannya.
"Kurang lebih, Pak ya, maaf lho!"
Ia memasukkan uang ke sakunya. Tanpa dilihat. Dilirik pun tidak.
Segera ia mengayuh becak, membelah jalan sentral sampai hilang dari pandangan mata. Aku kembali masuk ke kamar wisma yang membuatku tak bisa makan. Aku hampir muntah berkali-kali dengan baunya. Bahkan di dinding bertuliskan kata-kata seronok, bergambar alat-alat kelamin dengan tinta pulpen.
Malam itu, aku benar-benar tidak bisa tidur. Baunya itu, membuatku tak bisa memejamkan mata.
Begitu azan subuh tiba, aku bangun mengambil wudu. Koran yang kubeli sudah kususun di lantai, di atasnya kugelar sajadah.
Tak berapa lama, Pak Legenda menjemputku. Kami membawa semua barang. Ia menghentikan becaknya di depan warung makan. Kami berdua makan, lalu menuju rumah di samping jembatan.
Semua barang dimasukkan ke kamar.
"Inilah kamarmu!"
Dindingnya beton yang sudah mulai terkelupas. Pintunya dari tripleks. Ada satu lemari, satu meja, satu kursi, satu kasur, satu bantal. Kamar persis di depan pintu. Kakus berada di belakang.
Aku memberi 20 ribu untuk Pak Legenda.
"Aku pamit!"
"Ya, Pak, terima kasih ya."
Aku langsung merebahkan badan di kasur yang sedikit padat. Mataku langsung terpejam. "Kamu harus jaga pintu kamar, jangan lupa menguncinya!"
Tiba-tiba aku terjaga menyaksikan pintu kamar sedang terbuka. Aku mimpi, pikirku, syukurlah. Lalu kulihat barang-barangku sudah tidak ada lagi.
(Banda Aceh)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 28 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar