Jumat, 28 November 2008

Legenda

Sulaiman Tripa
http://www.lampungpost.com/c

DIA sendiri yang meminta dirinya dipanggil dengan Legenda saja. Pak Legenda, lengkapnya. Penarik becak yang stand by di persimpangan tugu. Ada atau tidak ada penumpang, ia tetap berdiam di sana.

Biasanya memang selalu ada orang yang menggunakan jasanya dan minta diantar entah ke mana. Jangkauannya bisa mencapai dua atau tiga kilometer.

Becak Pak Legenda dengan mudah dapat dikenali. Di kanan-kiri depan, terpacak bendera merah putih berukuran besar, mungkin 70 x 40 sentimeter. Padahal, mobil mewah sekalipun hanya memakai bendera kecil yang hanya 10 x 7 sentimeter saja. Demikian juga dengan becak-becak lain, hanya memakai bendera berukuran 20 x 15 sentimeter. Itu pun satu lembar. Bukan dua lembar.

Tanda lainnya dari becak Pak Legenda adalah adanya tulisan L-e-g-e-n-d-a dengan huruf besar, di bodi becaknya. Tulisan itu berwarna kuning keemasan. Dari jauh tampak mengilap dan bercahaya.

Tanda terakhir yang paling unik adalah Pak Legenda memakai klakson di becaknya. Klakson itu mirip dengan yang dipakai mobil-mobil besar.

Mengenai klakson, aku pernah terkejut di dalam becak ketika Pak Legenda membunyikannya. Poemmm.

Pak Legenda tidak bisa melihat jantungku yang bertambah cepat sekejap. Soalnya, ia mengayuh becak dari belakang.

Kukenal bunyi klakson waktu pertama naik becak itu. Sekaligus aku baru saja mengenal Pak Legenda. Ketika aku baru datang ke kota ini, aku perlu kamar indekos.

Dari tempat pendaftaran kuliah, aku dikasih tahu seorang satpam untuk datang ke persimpangan tugu dan mencari Pak Legenda yang memiliki becak Legenda. Sebenarnya tak susah mencarinya. Hanya saja aku belum tahu letak persimpangan tugu.

Begitu selesai pendaftaran ulang, aku segera keluar kampus dan mencari persimpangan tugu. Dan sejak dari pintu gerbang, aku bingung karena begitu banyak jalan. Lalu aku putuskan untuk makan soto sapi di depan gerbang kampus.

Dari penjual bakso, aku juga disuruh tanya ke Pak Legenda.
"Di sana," penjual bakso menunjuk ujung lorong, "Mentok, belok kanan, pasti terlihat tugu."

Aku singgah ke warung soto bukan karena sekadar ingin bertanya. Aku memang sudah lapar. Waktu menunjukan pukul 09.30 pagi. Bayangkan, dari bangun jam 04.00 untuk salat subuh. Lebih dari lima jam belum makan atau minum apa-apa.

Waktu makan, aku juga punya kepentingan lain. Aku tanyakan kamar indekos. Dan jawabannya adalah Pak Legenda.

"Di mana?"
"Di persimpangan tugu."
"Di mana itu? Maaf Mbak, aku orang baru."

Lalu ia menunjuk ke sana.
Aku segera selesaikan makan. Begitu selesai, aku bayar, terus aku ikuti lorong itu hingga ke ujung. Sampai mentok. Lalu aku belok kanan, lewat jalan yang kanan kiri penuh kotak kamar.

Dari jauh, sudah kutemukan tugu mini, yang di atasnya ditancap bambu runcing dengan warna merah putih. Tugu itu persis di tengah bundaran yang juga mini. Mungkin sedan saja tidak bisa melingkari bundaran itu.

Aku terus berjalan hingga benar-benar mendekat. Dengan mudah aku menemukan beca dengan tulisan L-e-g-e-n-d-a.

"Pak Legenda!"
Ia memandang ke arahku, sekilas. Hanya sekilas.
"Yuk, naik!"

Sejenak, aku heran. Ada apa ini, pikirku. Kita tanyakan benarkah ia Pak Legenda, ia langsung bilang: Yuk naik!

"Kamu mau yang seperti apa?" ia membuka pembicaraan. Aku sendiri mendengar dengusan napasnya. Mungkin ketika mulai mendayung, terasa berat. Ia sudah tua. Orangnya kecil. Pakaiannya seperti anak muda.

"Maksud Pak Legenda?" aku belum mengerti apa yang ditanyakannya.
"Kamu untuk apa mencariku?"
"Tadi saya dapat kabar dari sana untuk menanyakan Pak Legenda."
"Ya, tapi kamu mau yang seperti apa?" potongnya, masih dengan napas yang terengah.
"Saya tak ngerti."
"Trus mencariku untuk apa?"
"Mau menanyakan rumah. Maksudku kamar sewa."

Baru aku mengerti pertanyaannya. Padahal, kalau di tempat asal saya selalu ada penjelasan dulu menanyakan sesuatu. Tapi mungkin ia sudah berhadapan dengan banyak pencari kamar, pikirku.

"Mau yang seperti apa?"
"Apa memang ada pilihan?"

Eeit. Bunyi rem. Pak Legenda menghentikan becaknya di depan sebuah rumah besar tiga lantai. Dengan jelas terlihat petak-petak kamarnya, bersusun.

"Semuanya sudah komplit. Kamar mandi di dalam kamar. Cuci baju gratis. Sarapan sudah tersedia. Kamu hanya perlu menyediakan satu juta setengah per bulan. Kamu tidak akan sibuk lagi."

Aku menarik napas.

Pak Legenda naik lagi ke becaknya, ia mengayuh lagi. Ia seperti sudah tidak perlu penjelasan begitu melihatku menarik napas dalam.

Kami masuk kawasan pinggiran yang kanan kiri jalan ada saluran air yang tidak bersih. Saluran itu hanya digali. Di pinggirnya bertumpuh sampah. Kotoran manusia juga terlihat beberapa tumpuk dari pinggir aliran air got yang tak begitu deras.

Beberapa kali Pak Legenda harus menepikan becaknya karena ada orang yang lewat. Kulihat orang-orang di sana menegurnya. Dengan jelas mereka menyebut nama Pak Legenda. Artinya, ia sudah sering ke sini, pikirku.

Becak Pak Legenda memasuki lorong-lorong kecil dan benar-benar baru pertama ini kulihat. Aku sering membuang pandang karena melihat orang-orang yang buang hajat dipinggir jalan. Tidak peduli orang yang lalu lalang.

Eeit. Bunyi rem becak Pak Legenda.
"Di sini tiga puluh ribu sebulan. Air untuk sekali mandi dalam sehari, tak ada kakus."
"Jadi kalau buang hajat bagaimana?"
Pak Legenda tidak menjawab. Matanya memandang ke arahku.

Di depan kami melintas pengangkut sampah yang menebar bau yang menyengat. Aku menutup hidung.

Aku memilih naik lagi ke becak.
Pak Legenda kembali memutar becaknya. Ia kembali mengayuh. Ia menelusuri kawasan di sebelahnya. Kawasan ini juga kumuh, dan aku melihat banyak orang yang sedang buang hajat di saluran kecil yang mengalir air ke kampung sebelah.

"Air ini dipakai orang juga, Pak?"
"Ya, untuk semuanya, ya mencuci, ya mandi."

Aku bisa melihat di dalam saluran mengapung-ngapung kotoran manusia, bahkan bulu-bulu ayam. Pak Legenda mungkin tak memperhatikan aku sedang melihat kanan kiri air yang mengalir.

Pak Legenda terus saja mengayuh becaknya. Beberapa orang memberi kode jari tangan yang dilingkar.

"Apa artinya?" tanyaku.
"Penuh!"
"Bisa penuh juga ya lokasi ini?"
"Apa?"
"Lokasi seperti ini, bisa penuh juga ya?"
"Di sini tiga puluh ribu."

Becak Pak Legenda mengarah ke Jalan Abduh, lalu melewati Jalan Normal, sampai ke Jalan Sentral.

"Lha, kita ke mana, Pak?"
"Mengantarmu!"

Dalam hati, aku bertanya, kok tahu dia wisma tempatku menginap. Persis. Melewati gedung kesenian, ia belokkan becak ke halaman Wisma Sutra. Di sini aku berdiam untuk dua tiga malam sampai menemukan kamar indekos.

"Tak usah heran. Yang mencariku pasti nginap-nya di sini."

Aku tak berkata apa-apa. Di sini memang murah. Semalam hanya 30 ribu rupiah, dengan dua ranjang plus kasur yang sepertinya jarang dicuci. Bahkan, sebelum AC dinyalakan, aku mencium bau pesing yang sangat kental. Di sudut-sudut lantai puntung rokok berserakan.

Bagaimana bisa penghuni wisma membuang air kecil di mana-mana, pikirku. Atau ini seperti orang yang sedang berfantasi, melihat pasangannya yang sedang buang air kecil, pikirku lagi.

Entahlah.

"Aku balik, besok kuambil barangmu."
"Berapa, Pak?"
"Terserah kamu."
"Kok terserah saya. Bagaimana Bapak bisa makan kalau begitu?"
"Ah, makan itu kan tak ditentukan oleh kata terserah!"
"Bapak tidak makan?"
"Makan juga, tapi kata terserah tak mengurangi jatah makanku."

Kuambil selembar 50 ribu dan kukasih ke tangannya.
"Kurang lebih, Pak ya, maaf lho!"

Ia memasukkan uang ke sakunya. Tanpa dilihat. Dilirik pun tidak.
Segera ia mengayuh becak, membelah jalan sentral sampai hilang dari pandangan mata. Aku kembali masuk ke kamar wisma yang membuatku tak bisa makan. Aku hampir muntah berkali-kali dengan baunya. Bahkan di dinding bertuliskan kata-kata seronok, bergambar alat-alat kelamin dengan tinta pulpen.

Malam itu, aku benar-benar tidak bisa tidur. Baunya itu, membuatku tak bisa memejamkan mata.

Begitu azan subuh tiba, aku bangun mengambil wudu. Koran yang kubeli sudah kususun di lantai, di atasnya kugelar sajadah.

Tak berapa lama, Pak Legenda menjemputku. Kami membawa semua barang. Ia menghentikan becaknya di depan warung makan. Kami berdua makan, lalu menuju rumah di samping jembatan.

Semua barang dimasukkan ke kamar.
"Inilah kamarmu!"

Dindingnya beton yang sudah mulai terkelupas. Pintunya dari tripleks. Ada satu lemari, satu meja, satu kursi, satu kasur, satu bantal. Kamar persis di depan pintu. Kakus berada di belakang.

Aku memberi 20 ribu untuk Pak Legenda.

"Aku pamit!"
"Ya, Pak, terima kasih ya."

Aku langsung merebahkan badan di kasur yang sedikit padat. Mataku langsung terpejam. "Kamu harus jaga pintu kamar, jangan lupa menguncinya!"

Tiba-tiba aku terjaga menyaksikan pintu kamar sedang terbuka. Aku mimpi, pikirku, syukurlah. Lalu kulihat barang-barangku sudah tidak ada lagi.

(Banda Aceh)

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati