Iskandar Saputra
http://www.lampungpost.com/
AKU tetap bunga seperti yang kau kenal dulu. Mungkin tak seranum kala warnaku mulai merekah dan menebar aroma wangi. Suatu pesona yang memikatmu kala pertama kau memandangku. Di pagi hari bersamaan dengan kemilau sinar mentari yang terbiaskan oleh butiran embun di kelopakku. Memang, kini aku tak seputih melati atau seelok pelangi seperti dulu kau panggil aku.
"Kau akan menyesal, Mas."
"Kenapa?" Bima memandang lekat wajah gadis di depannya. Sorot matanya tajam mencari jawab atas misteri yang memenuhi pikirannya.
"Aku bukan Sabila yang dulu pernah kau kagumi. Waktu telah membawa kita pada tempat yang berbeda. Tak pantas rasanya aku berada disampingmu lagi. Aku telah...."
"Cukup. Percayalah, apa pun yang pernah kau alami, kau tetap bunga yang menghiasi taman hatiku. Menjadi penyejuk di saat hatiku gersang dan penyambung semangat hidupku."
"Tapi, Mas."
"Bila, sampai kapanpun keberadaanmu tak akan pernah tergantikan. Aku ingin merajut kembali asa yang sempat terkoyak bersamamu."
Suasana berubah haru. Aku tak mampu menatap matanya. Ketulusannya menerima apa adanya diriku membuat hatiku luluh. Hatiku serasa terbasuh oleh air telaga. Kubiarkan air mata ini mengalir membanjiri kedua belah pipiku. Mungkin hanya menangislah yang mampu aku lakukan. Sungguh, mengucap sepatah kata pun aku tak bisa. Lidahku serasa kelu.
Gerimis malam itu terus berjatuhan. Menjadi nyanyi sunyi di antara gelap malam. Berpadu dengan rinai air mataku. Puncak dari sebuah penyesalan. Aku gadis kampung yang kini sudah kehilangan kekampungannya. Keputusanku menjadi tenaga kerja di luar negeri mengantarkanku pada kehidupan gemerlap. Dunia baru yang tak pernah terbayang sebelumnya, bahkan dalam mimpi sekalipun.
Demi mewujudkan sebongkah mimpi yang pernah tergenggam, aku rela meninggalkan tanah kelahiran dan sanak keluarga di kampung. Di negeri seberang yang penuh impian, di sana sejuta harapan kulabuhkan. Bayang-bayang kehidupan yang lebih baik seakan nyata di depan mata. Sayang, semua hanya bayang-bayang yang tak selamanya bisa tergapai. Khayalan kerja enak dengan gaji besar ternyata pupus sebelum berkembang, yang ada hanya ratapan nestapa dengan serangkaian sesal.
***
Sengaja kulempar pandangan jauh keluar. Menikmati rintik-rintik air hujan dari balik jendela kapal. Ada kesedihan yang mengimpit dadaku. Luka yang dulu telah kering seakan berdarah kembali. Kenangan pahit selama di negeri seberang terlintas diingatan. Hari-hari di mana matahari tak bersinar dan angin berhenti berembus. Dunia yang semula penuh canda tawa tiba-tiba berubah sunyi tanpa suara. Jiwa terasa mati suri dan raga bagai boneka yang bisa dimainkan semua orang.
Aku baru sadar kalau telah masuk perangkap setelah agen yang membawaku menyerahkanku pada seorang warga keturunan. Setibanya di ibu kota negara tetangga tersebut aku disekap dalam penampungan. Tempat yang sebenarnya tak layak huni. Ruangannya sempit, pengap dan usang. Rupanya sudah banyak TKW asal Indonesia yang lebih dulu tertampung di sini, bahkan ada yang sudah bertahun-tahun. Dari wajah mereka kudapatkan isyarat keputusasaan. Sedih, sesal dan bosan mengkristal seiring bergulirnya waktu. Terpaksa menjalani kehidupan dengan segala keterbatasan, bak seekor pipit dalam sangkar baja.
Janji manis untuk mempekerjakanku di sebuah industri tekstil ternyata hanya umpan belaka. Biaya yang semula diminta untuk mengurus paspor dan surat izin pun tak tahu ke mana larinya. Aku seperti buronan di negeri orang. Diperbudak tanpa bisa melawan. Bagaimana tidak, keberadaanku yang ilegal ini menempatkanku pada kondisi serbasalah. Mau kabur dari penampungan pasti aku ditangkap polisi yang rutin melakukan razia. Di negeri ini petugas keamanannya tak kenal ampun. Apalagi pemerintah setempat sedang gencar-gencarnya mendeportasi para imigran gelap, termasuk aku.
Dengan linangan air mata terpaksa kujalani profesi nista ini. Kurelakan mahkota yang bertahun-tahun aku jaga dirampas begitu saja. Hari itu lilin di hatiku benar-benar padam. Andai tak takut bertambah dosa, sudah kucukupkan hidupku di dunia. Apalah artinya hidup jika tanpa harapan. Kukuatkan hatiku menerima cobaan ini. Ada satu keyakinan yang mampu membuatku bertahan: Tuhan tidak akan membebani hambaNya di luar batas kemampuan yang ia miliki. Aku yakin suatu saat aku bisa keluar, tak selamanya badai bertiup.
Kenekatanku bekerja di luar negeri karena impitan ekonomi keluarga yang tak kunjung selesai. Keluargaku terbelit utang setelah ayah memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai kepala desa. Semua sawah dan tabungan ludes. Kekuasaan telah membuat ayah lupa diri. Ia bayar orang-orang suruhan untuk mempengaruhi warga agar mau memilihnya. Berbagai cara ditempuh, tak peduli harus mempertaruhkan semua harta yang ada. Sayang, dalam pemilihan ayah kalah. Di mata warga ayah memang bukanlah sosok pemimpin yang ideal.
Kekalahan ini membuat ayah frustrasi. Mungkin karena ia belum bisa menerima kenyataan. Ia jadi sakit-sakitan. Kondisi ini membuat beban keluarga jadi semakin bertambah. Selain untuk kebutuhan hidup sehari-hari, kami harus mengeluarkan uang ekstra untuk biaya pengobatan ayah. Belum lagi biaya sekolah kedua adikku dan tagihan utang yang harus dibayar setiap bulan. Keluargaku benar-benar kehilangan tulang punggung. Kesehatan ayah yang semakin menurun memaksa ibu bekerja serabutan. Pekerjaan kasar yang dulu tak pernah ibu sentuh terpaksa ia kerjakan. Itu semata-mata untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Sebagai anak pertama aku tak bisa tinggal diam. Perih rasanya jika harus melihat ibu yang sudah setua itu diangkut truk menuju perkebunan kopi. Berangkat dipagi buta dan pulang menjelang magrib bersama buruh petik kopi lainnya. Bekerja sebagai buruh cuci baju pun sempat aku lakoni. Sampai akhirnya aku bertemu dengan Joni, agen TKI yang menawariku bekerja di luar negeri. Saat itu aku tak sempat berpikir panjang. Mendengar iming-iming akan mendapat upah besar, aku semakin tergiur. Apalagi kedua orang tuaku pun ikut mendukung. Di tengah kesulitan ekonomi, kami saling patungan untuk membiayai keberangkatanku ke luar negeri. Tabungan yang aku sisihkan untuk bekal berkeluarga dengan Mas Bima terpaksa diambil. Kekurangannya kami pinjam dari beberapa saudara dekat.
Semua berharap padaku. Setidaknya dari upah itu nantinya aku bisa melunasi hutang dan membantu biaya sekolah kedua adikku. Keberangkatanku pun diwarnai tangis haru. Begitu berat mereka melepasku. Untuk terakhir kali kupandangi wajah-wajah polos penuh harap itu. Sebuah pengingat yang kelak bisa menjadi penyemangatku selama di luar negeri.
Ternyata tak selamanya mimpi itu indah. Bukannya upah yang aku peroleh, melainkan siksaan dan perlakukan yang tak manusiawi. Bertahun-tahun aku bekerja seperti sapi perahan, berpindah dari satu "tangan" ke "tangan" yang lain. Memang untuk itu aku dibayar mahal, tapi bukan aku yang menerima hasilnya. Pengelola penampunganlah yang tertawa di antara rintihan tangisku. Saat itu semua impian sirna sudah. Bermacam cara aku lakukan agar bisa keluar tapi selalu gagal. Penampungan selalu dijaga ketat. Tak mudah melewati mereka. Akhirnya takdir menuntunku meninggalkan tempat ini. Aku bisa kabur di saat penjagaan lengah.
"Minumlah dulu, barangkali bisa sedikit menenangkan pikiranmu." Suara Bima membuyarkan lamunanku. Ia duduk di sampingku seraya menyodorkan segelas air putih.
"Makasih. Sebenarnya aku malu, aku sudah terlalu banyak merepotkan Mas."
"Tidak. Semua yang aku lakukan tidak ada artinya dibandingkan dengan kehadiranmu."
"Ah, Mas." Sekali lagi kutatap bola matanya yang bersinar hangat. Ada kebahagiaan terpancar di sana. Entah mengapa ia masih saja seperti dulu, sama seperti diawal kami merajut cinta. Lima tahun lamanya kami saling setia sampai akhirnya kuputuskan untuk menjadi TKW di luar negeri.
"Kenapa kita tidak menikah saja?"
Sabila menarik napas dalam-dalam, menahannya, dan melepasnya perlahan.
"Untuk apa. Aku tak mau membawamu larut dalam persoalanku. Biarlah keadaan ini tetap menjadi milikku, bagian dari hidupku."
"Izinkan aku menjadi setengah jiwamu. Dermaga tempat di mana kau labuhkan sampan cintamu. Saat gelombang dan badai kehidupan memorak-morandakan semua mimpimu. Di sana dadaku terbentang luas, ladang di mana kita bisa menyemaikan benih cinta kita."
"Sssstttt." Sabila meletakkan jarinya di bibir Bima. Ia biarkan Bima meraih jemari itu dan mengecupnya. Saat itu Sabila merasakan betapa tulusnya cinta Bima. Sebuah pengharapan yang membawa keteduhan bagi hatinya yang gersang akan kasih.
Ah andai semua masih seperti dulu. Andai dokter tak memvonis umurku sepanjang hitungan jari tangan. Dan andai penyakit "memalukan" ini tak hinggap ditubuhku. Sudah barang tentu akan kubalas cinta Bima. Tapi kini, semua itu tak mungkin untuk dijalani. Aku hanya akan menjadi aib. Biarlah kujalani takdir hidupku meski tanpa cintanya. Pertemuan di kapal itu menjadi pertemuan terakhirku dengan Bima. Sengaja aku menghindar darinya. Hanya kukirimkan sebuah pesan pendek agar melupakanku. Aku tak ingin melihatnya bertambah sakit ketika harus mengetahui keadaanku sebenarnya. Belum ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit yang aku derita.
Sambil kupaksa untuk terus melupakan Bima, aku mulai menyiapkan diri menghadapi keluargaku. Aku sadar kehadiranku akan membawa suka dan duka. Masih jelas diingatanku bagaimana kondisi ekonomi keluargaku saat kutinggalkan. Belum lagi berbagai utang yang pembayarannya menunggu kedatanganku. Tapi kini, yang aku bawa bukanlah uang melainkan aib dan penyakit. Meski tak pantas jika harus menyalahkan takdir yang membawaku pada alur lain yang tak dapat kuhindari.
***
Begitu cepat waktu berlalu. Hitungan jari tangan telah habis atas masanya. Sabila tak lagi menangis. Ia berhenti merintih. Koma menghilangkan rasa sakit yang dialaminya. Mungkin tak sampai senja baginya untuk menutup mata. Ia akan pergi. Menunggu Bima di ruang yang berbeda. Di sana cinta abadi dan mimpinya akan tercapai.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar