Rabu, 17 Desember 2008

DICARI NOVELIS LAMPUNG

Maman S Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/

Selepas saya membolak-balik catatan perjalanan novel Indonesia –sejak sebelum Balai Pustaka sampai sekarang—saya berdoa: semoga pengamatan saya salah. Di sana, tidak ada novel karya sastrawan Lampung! Padahal, Lampung punya sejarah panjang tradisi bersastra. Datang saja misalnya ke kabupaten Way Kanan. Maka, di daerah itu kita akan menjumpai begitu banyak sastra lisan yang menarik. Bahkan, nyleneh dibandingkan sastra lisan di daerah lain di Nusantara. Lampung pun punya sejarah aksara sendiri, sejajar dengan aksara Bali, Jawa, Sunda, Melayu dan sejumlah aksara daerah lain di Nusantara. Jadi, secara kultural, wilayah ini punya kekayaan tradisi yang membanggakan. Lalu, mengapa tak ada novelis dari kawasan ini yang mencatatkan diri dalam peta sastra Indonesia? Bukankah selama ini Lampung juga telah dikenal sebagai salah satu poros penting kesusastraan Indonesia?

Sebelum Indonesia merdeka, Balai Pustaka didominasi sastrawan Sumatera dengan Minangkabau yang paling banyak melahirkan sastrawan. Tetapi, ketika itu pun tak ada novelis Lampung di sana. Medan yang lebih jauh dari pusat pemerintahan, malah ikut bermain. Dua di antaranya, Muhammad Kassim dan Suman Hs, meski Suman kemudian hijrah dan menjadi warga Melayu di Riau. Keduanya bahkan dipandang sebagai perintis novel-novel komedi.

Pada dasawarsa 1930-an Medan begitu banyak melahirkan novelis. Terbitnya majalah Pedoman Masyarakat pertengahan tahun 1935-an yang dikelola Hamka dan Helmy Yunan Nasution, ikut menyuburkan penulisan novel. Di majalah itu juga kita dapat menjumpai iklan-iklan novel terbitan sejumlah penerbit Medan. Termasuk juga iklan sayembara penulisan novel (roman). Para novelis Medan ketika itu, cukup populer terutama dalam penulisan novel detektif dan kisah-kisah petualangan (adventure). Beberapa di antaranya, Merayu Sukma. Yusuf Sou’yb, S.M. Taufik, Zalecha, dan Ghazali Hasan. Jalur penerbitan dan distribusi buku Medan, Tebingtinggi, Bukingtinggi, dan Padang memungkinkan perkembangan sastra masa itu bergerak semarak.

Selepas merdeka, Balai Pustaka dikelola dengan kebijaksanaan membiarkan semangat dan ciri keindonesiaan. Pemerintah tak lagi ikut campur dalam soal yang menyangkut tema cerita. Keinginan untuk mempertahankan bahasa Indonesia yang khas Balai Pustaka, juga diperlakukan lebih longgar. Ada kesadaran dari redakturnya untuk mempertahankan unsur bahasa dan kebudayaan daerah yang masuk dalam naskah yang dikirim ke Balai Pustaka. Maka, unsur-unsur bahasa daerah (Sunda dan Jawa) dalam novel Atheis (1949) karya Achdiat Karta Mihardja dan Keluarga Gerilya (1949) karya Pramoedya Ananta Toer dibiarkan bertebaran dalam kedua novel itu.

Akibat kebijaksanaan Balai Pustaka itu, dominasi sastrawan Sumatera mulai pudar. Sastrawan dengan latar budaya Jawa dan Sunda, bermunculan. Meskipun demikian, Minangkabau (sekadar menyebut dua nama: AA Navis, Motinggo Boesje) dan Medan (Barus Siregar dan Bokor Hutasuhut) ditambahkan dengan mereka yang kemunculannya setelah hijrah ke Jawa (Mochtar Lubis, Iwan Simatupang, Nasjah Djamin). Palembang, selepas tahun 1950-an, memunculkan nama Bur Rasuanto dan K. Usman.

Sampai kini, poros-poros novel Indonesia di Sumatera itu masih memperlihatkan kontribusinya. Bahkan lebih semarak dibandingkan tahun 1950-an. Sumatera Barat, misalnya, masih merupakan penyumbang terbesar novelis Indonesia. Sekadar menyebut beberapa, Wisran Hadi, Darman Munir, Gus tf Sakai. Riau, selepas Ediruslan PE Amanriza, masih ada Sudarno Mahyudin, lalu muncul pula Taufik Ikram Jamil, Abel Tasman, Mohammad Nasir, Olyrinson, Hary B. Kori’un. Bahkan Juli lalu, Rida K Liamsi meluncurkan novel Bulang Cahaya (JP Book Surabaya dan Yayasan Sagang, 2007, 326 halaman), sebuah kisah percintaan Romeo dan Juliet model Melayu yang dikemas dalam bingkai besar terbelahnya keagungan kerajaan Melayu. Belum lagi menyangkut kawasan Kepulauan Riau –Bintan dan Batam, di antaranya, Samson Rambah Pasir dan Tusiran Suseno. Malahan, Tusiran Soseno tercatat sebagai pemenang kedua Lomba Novel yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta, 2006.

Sementara itu, Aceh selepas bencana mahadahsyat –tsunami—seperti menggeliat dan tiba-tiba membangunkan kehidupan kesusastraan di sana menjadi lebih semarak. Sulaiman Tripa, misalnya, kini telah menghasilkan tiga novel, Safiah, Perempuan Perlasia (2003), Malam Memeluk Intan (2007) yang bercerita tentang tragedi tsunami, dan Kala Senja di Gampong Tua sedang dalam persiapan terbit. Para penyair dan cerpenis di sana makin bergiat menerbitkan karya-karya mereka. Ke depan, sangat boleh jadi Aceh akan memberi kontribusi penting bagi perjalanan kesusastraan Indonesia.

Palembang yang dalam satu dasawarsa terkesan redup-senyap dalam hangar-bingar kesusastraan Indonesia, belakangan ini memperlihatkan gairah yang menjanjikan. Para penyair dan cerpenis bermunculan dengan kualitas yang boleh disandingkan dengan sastrawan dari daerah lain. Toton Dai Permana lewat novelnya Angin niscaya akan menyemarakkan peta novel Indonesia. Sebelum itu, Taufik Wijaya telah memperlihatkan talentanya lewat Juaro (Pustaka Melayu, 2005, 164 halaman). Kini, novel berikutnya, Buntung dalam persiapan terbit.
***

Pengalaman sebagai juri dalam sejumlah sayembara penulisan novel, kerap membawa saya pada satu kesimpulan: tak ada naskah novel yang ditulis sastrawan Lampung. Kemanakah mereka? Apakah penyelenggaraan Krakatau Award sejak 2002 yang berkutat pada puisi dan cerpen itu berdampak juga pada proses kreatif yang lain hingga novel tak tersentuh? Atau, Krakatau Award sesungguhnya representasi dan sekaligus legitimasi atas ketakberdayaan menjamah novel? Dulu saya agak akrab dengan nama-nama Aan Sarmany Adiel, Ahmad Julden Erwin, Diro Aritonang, Iwan Nurdaya—Djafar, Naim Prahana, Hasanuddin Z Arifin. Mereka pernah cukup memukau. Saya, bahkan sempat mengagumi Iwan Nurdaya—Djafar atas karya-karya terjemahannya yang cantik. Kini, mereka mungkin sedang asyik-masyuk dalam kubangan kemapanan.

Saya mencari Syaiful Irba-Tanpaka yang juga seperti tenggelam di antara nama-nama Ari Pahala, Dahta Gautama, Inggit Putria Marga, Jimmy Maruli Alfian, Lupita Lukman, Oyos Suroso, Iswadi Pratama, Isbedy Stiawan, dan sederet panjang nama yang di luar jangkauan. Apakah di antara deretan nama itu tak ada satu pun yang punya napas berlebih untuk menulis narasi panjang? Isbedy yang cerpennya bertebaran sesungguhnya sangat potensial menunjukkan kualitasnya sebagai novelis andal. Coba cermati sejumlah cerpennya. Di sana tersimpan potensi untuk menjadi narasi panjang. Saya kira, Isbedy patut lebih sabar untuk tidak tergesa-gesa menyelesaikan prosanya agar tak sekali jadi.

Iswadi Pratama juga sesungguhnya punya kemampuan yang sama. Penggarapan sejumlah naskah dramanya adalah miniatur novel. Bukankah tindak perbuatan melakukan transformasi naskah drama ke novel pernah dilakukan Putu Wijaya dalam Bila Malam Bertambah Malam dan Nano Riantiarno dalam Primadona? Kenapa Iswadi tak mau menunjukkan kualitasnya sebagai penulis novel yang andal, meski sesungguhnya ia mempunyai kualitas itu?

Boleh jadi nama-nama yang disebutkan tadi sesungguhnya novelis yang menjanjikan. Boleh jadi pula mereka belum menyadari kualitasnya sendiri, sehingga sudah cukup puas dengan puisi dan cerpen. Meski begitu, tentu saja mereka bebas memilih. Bukankah tak menulis apa-apa pun dan hidup sambil menikmati kemapanan tak berdosa lantaran tak dilarang Tuhan. Bahkan, jika tak ada satu pun novelis Lampung sampai entah kapan, Indonesia tak bakal runtuh dan kehidupan akan tetap berjalan sebagaimana biasa. Kebudayaan dan kesusastraan di Lampung juga tetap akan menggelinding. Hidup tanpa novel, seperti di Papua atau di daerah-daerah terpencil, bukankah tetap berjalan dan tak menimbulkan pemberontakan? Cuma, jika terbit sebuah novel karya sastrawan Lampung, sangat mungkin namanya akan tercatat sebagai perintis, sebagai Sang Pemula; novelis Lampung pertama!

Sebaliknya, jika novel dipercaya sebagai representasi intelektualitas, sebagai yang melengkapi lanskap peta kesusastraan, sebagai sumbangsih kultural yang membawa nama wilayah masyarakatnya, maka patutlah dipikirkan untuk segera melahirkan novelis(-novelis) andal. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah (Pemda) sesungguhnya bertanggung jawab secara kultural, intelektual, bahkan juga moral. Jadi, Pemda mestinya memfasilitasi sastrawan di wilayahnya untuk menulis novel sebagai usaha mengangkat citra, bahwa Pemda Lampung peduli pada kehidupan kebudayaan intelektual. Peradaban dan reputasi bangsa di dunia yang punya sejarah panjang kesusastraan, selalu dibesarkan para novelisnya.

Dalam banyak kasus, hanya wilayah terbelakang yang tak pernah melahirkan novelis? Pemda dan Dewan Kesenian Lampung niscaya sangat menyadari keprihatinan ini. Bangsa besar adalah bangsa yang selalu punya novelis. Novelis lahir dari bangsa yang merasa punya marwah dan martabat sebagai bangsa besar. Apakah Lampung termasuk kategori bangsa besar? Kita lihat saja nanti, bagaimana Pemdanya punya perhatian atau tidak atas masalah ini. Di balik kecemasan ini, saya berdoa: semoga pengamatan saya salah!

*) Pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati