Sabtu, 31 Januari 2009

Alung

Sobirin Zaini
http://www.riaupos.com/

Bukan dua tiga kali kejadian hamil di luar nikah terjadi di kampung itu. Kalau dihitung-hitung, sudah berkali-kali pula. Simaklah, sejak Inah anak Wak Kajan, yang tiba-tiba perutnya berisi sepulangnya dari Batam. Begitu juga Ani anak Wak Salman, perutnya buncit setelah sepulangnya Inah.

Dua tahun belakangan ini sudah jadi musim anak-anak muda kampung itu pergi mencari kerja ke pulau sejumput itu. Karena memang kondisi ekonomi sangat memrihatinkan. Setamat SMA, mereka hijrah beramai-ramai setelah ada satu anak perempuan kampung itu yang nampaknya berhasil bekerja di sana. Pulang saat lebaran dengan berbagai hiasan di leher dan tangan. Dan bukan hanya anak-anak perempuan, anak-anak lelaki juga. Mereka biasanya bekerja di sebuah pabrik elektronik, atau di perusahaan galangan kapal yang gajinya memang cukup menggiurkan. Kalau sudah begitu, anak-anak lelaki yang bekerja di sana biasanya pulang dengan motor baru.

Tapi itu pula masalahnya. Karena kondisi lingkungan di kota industri itu cukup tak terkendali, mereka terjebak dengan pergaulan yang tak ada batas. Yang pulang dari sana bukan hanya berhasil membawa perhiasan dan motor baru, tapi juga penduduk kampung yang baru. Yang tak menarik lagi, “jantan” yang membuat ulah itu bukanlah orang lain, orang sekampung juga. Karena kabarnya, mereka memang bekerja dan tinggal di lingkungan yang sama.

Bawa aranglah mereka ke kampung itu untuk dibubuhkan ke wajah orang tuanya. Bukan sekali dua, setelah itu, kejadian serupa terjadi lagi. Alahmak, tak cukup sekali rupanya orang-orang kampung itu merasakan arang hinggap di wajah mereka. Simak saja runtutan kejadian setelah itu, Eci hamil karena Jaki, Intan hamil karena Antan, Suri karena Mali dan terakhir Jamilah anak Wak Timin sendiri, penghulu kampung yang selama ini disegani juga mengalami kejadian serupa. Astaghfirullah!

***

Kabar itu akhirnya sampai juga di telinga Alung. Sore tadi, saat baru saja ia menginjakkan kaki di teras rumahnya sepulang mengajar, tiba-tiba ponselnya berdering. Abahnya, Wak Haji Leman dari kampung menelepon dan meminta ia segera pulang.

“Kalau menurut Abah, kau memang harus balek, Lung. Dah kacau betul nampaknya kampung kita ni. Kau masih ingat kan? Tak sampai rasanya sebulan lalu Abah cerita pada kau tentang kejadian itu, ha, sekarang dah terjadi lagi. Beruntun pula,” ucap Abahnya lewat telepon sore itu. Abahnya memang tampak emosional, itu dapat ditangkap Alung dari suara dengan logat Melayu-nya yang kental itu. Meninggi dan terasa menghentak-hentak di telinga Alung.

“Ya, ya, Abah. Aku akan segera balek. Dan seperti biasa aku berikan ceramah dan nasihat itu. Tapi abah tahulah sendiri bagaimana kerjaku di sini. Sekarang orang sedang aktifnya kuliah. Tak mungkin rasanya aku tinggalkan mahasiswa itu. Tugas berceramah di sana-sini pun lagi banyak. Tapi beginilah, aku pikir, kalau setakat sehari dua, mungkin aku dapat minta izin. Sekarang hari apa, Bah?” Ucap Alung tegas menanggapi aduan abahnya itu dan bertanya hari kepada abahnya.

“Ini hari Rabu,” jawab abahnya singkat.

“Okelah, Bah. Besok pagi aku segera balek, setelah aku ke kampus dulu dan menyelesaikan beberapa administrasi untuk izin itu. Karena besok hari Kamis, Abah siapkan segala sesuatu di sana untuk malam Jumatnya. Masih ada kan baca yasin bersama setiap malam Jumat di surau tu, Bah?” Ujar Alung lagi dan bertanya kepada oang tua di seberang itu.

“Masih. Ya, masih, Lung,” jawab abahnya.

“Ya, jadi acara ceramah itu kita adakan setelah baca yasin bersama. Bagaimana, Bah? Suai?” Sambut Alung minta persetujuan. Abahnya setuju. Percakapan dua anak-beranak itu pun tampak selesai di situ. Alung segera masuk ke dalam rumah. Sepatunya yang tadi belum sempat ia buka kini dibuka dan diletakkan di rak yang ada di sebelah pintu.

***

Sudah hampir menjadi kebiasaan memang. Saat ada masalah yang agak ganjil di kampung itu, Alung anak Wak Haji Leman selalu diundang untuk pulang dan memberi ceramah kepada orang-orang kampung. Wajarlah pula, tak banyak orang-orang muda kampung yang seperti Alung. Bahkan mungkin dapat dikatakan hanya dia satu-satunya.

Alung anak Wak Haji Leman itu, belum sampai umur 30 tahun telah menyandang gelar doktor di bidangnya. Ia lulusan jurusan dakwah di sebuah perguruan tinggi Islam di Pekanbaru. S1-nya hanya butuh dua tahun setengah ia selesaikan. Setelah itu langsung ia lanjutkan pendidikan S2 di perguruan tinggi yang sama. S2 ini dapat ia selesaikan tepat waktu dengan predikat memuaskan. Sampailah ia kuliah S3 di luar negeri, tepatnya di Universitas Alazhar Kairo, Mesir. Karena prestasi di jenjang pendidikannya itu, setamat kuliah, dia langsung direkrut menjadi tenaga pengajar di almamaternya. Lengkaplah. Ya, lengkaplah Alung sebagai anak muda satu-satunya di kampung itu yang dikatakan berhasil dan dapat menjadi contoh anak muda yang lain. Bahkan kini Alung tak hanya dikenal sebagai dosen termuda yang ada di salah satu perguruan tinggi Islam kota itu, dia juga dikenal luas masyarakat sebagai penceramah agama yang menarik dan memikat.

Ah, tentu saja, bagi orang-orang kampungnya sendiri, orang seperti Alung dianggap langka dan selalu dibanggakan. Karena memang tak banyak pula penceramah di kampung itu, yang rasanya ilmu dan cara penyampaiannya seperti Alung. Penceramah sebelum ini yang diundang memang orang-orang yang sudah lama berkecimpung di dunianya. Hanya saja mereka rata-rata lulusan S1 dan berasal dari kampung sebelah. Maka, pikir-pikir, seperti yang pernah disampaikan abahnya setelah berbual-bual di surau beberapa waktu lalu, kenapa harus mengundang orang luar kalau ada anak kampung sendiri yang tak kalah kurangnya? Sejak itulah, Alung selalu memberikan ceramah di surau kampung, baik saat ia pulang lebaran, ketika sesekali pulang karena rindu dengan abah, emak dan adik-adiknya, atau memang sengaja diundang ketika ada masalah pelik seperti ini.

***

Senja itu, suasana di kampung tampak lengang. Hanya satu dua orang melintas di jalan berdebu yang diapit dua parit itu. Alung baru saja dari kamar mandi. Ia mandi dan berwudhu setelah sampai dari Pekanbaru. Setelah sebelumnya sempat berbual panjang melepas rindu dengan abah dan emaknya.

Sesuai runding Alung dan abahnya lewat telepon saat ia masih di Pekanbaru, rencana memberikan ceramah di surau ingin segera dilaksanakan. Karena waktu azan maghrib juga sudah hampir tiba. Abahnya nampak bersiap-siap dengan baju kurung dan kopiahnya di ruang tengah. Jarak dari rumahnya ke surau kampung itu memang tak jauh sangat. Hanya butuh beberapa langkah saja. Alung juga sudah bersiap, sementara abahnya menunggu di teras rumah. Mereka pun segera berangkat.

Tapi, seperti ada yang tak biasa di surau petang itu. Abahnya sempat membatin dan coba mengingat-ingat, kenapa hanya Wak Hasan imam surau dan Wak Jumin saja yang nampak dalam surau itu? Padahal pagi tadi dia sudah sampaikan kepada Wak Hasan bahwa hari ini Alung balek dan memberikan ceramah setelah baca yasin bersama. Tapi kenapa sampai azan maghrib, orang-orang kampung yang biasa datang tak nampak batang hidungnya? Pasti ada yang tak kena, pikir Wak Haji Leman. Ditengoknya sekilas wajah Alung di sebelahnya, ternyata anaknya itu juga tak bersenyum dan heran. Apalagi, dua orang tua yang ada dalam surau itu tak seperti biasa. Tak ada uluran salam dan menanyakan kabar pada Alung yang baru datang dari Pekanbaru itu.

“Ada apa ni Wak. Mana jamaah kita yang lain?” Sergah Wak Leman pada Wak Hasan sesampainya ke dalam surau. Wak Jumin yang ada disampingnya malah seperti tak dengar dengan pertanyaan Wak Leman. Sementara Wak Hasan sendiri tampak bersalah dan kesusahan menjawab pertanyaan itu.

“Itulah, Wak. Sebenarnya tadi sudah saya sampaikan pada sebagian jamaah yang ada di pesta pernikahan anak penghulu kampung tu. Tapi entah kenapa pula tak ada yang datang malam ni,” jawab Wak Hasan tampak segan dengan Alung yang berdiri di samping Wak Haji Leman. Semula Alung diam saja, tapi lama-lama dia ingin menyampuk juga.

“O, jadi tadi ada pesta pernikahan ya, Wak? Siapa yang nikah? Kalau anak penghulu kampung berarti Jamilah itu. Hai, anak baru seumur jagung?” tanya Alung kemudian terkesan menyelidik pada Wak Hasan imam surau itu.

“Ya, Lung. Jamilah tulah, siapa lagi. Dah terlanjur bunting, Lung!” jawab Wak Hasan santai meski nampak agak kesal.

Aduh, gumam Alung kemudian setelah mendengar jawaban itu. Tiba-tiba nyeri di ulu hatinya terasa lagi. Bukan hanya berita itu yang dari awal sudah membuat ia prihatin, tapi lebih dari itu, karena orang-orang tua yang menjadi jamaah baca yasin di surau itu pun tak datang. Alung tahu, semua ini pasti karena mereka sudah kelelahan setelah menggelar pesta pernikahan ‘pengantin hamil’ yang lama-lama dianggap biasa di kampung itu. Dan memang benarlah, setelah azan dikumandangkan dan mereka berempat sholat maghrib berjamaah, suasana di surau itu masih juga tampak lengang. Lengang.***

Pekanbaru, Akhir 2007

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati