Grathia Pitaloka
www.jurnalnasional.com
SETELAH prestasi gemilangnya pada 1970-an, TIM kini seperti kurang beradaptasi dengan perubahan zaman.
Menginjak usia yang hampir mencapai setengah abad, Taman Ismail Marzuki (TIM) masih berdiri kokoh. Meski tak semegah dulu, namun pusat kebudayaan yang terletak di Jalan Cikini Raya, Jakarta ini tetap memiliki pesona yang memikat.
Awal bulan lalu TIM merayakan ulang tahun yang ke empat puluh. Perayaan "sederhana" digelar untuk memperingati usia yang semakin matang. Para seniman pun tak ketinggalan ikut ambil bagian, sebuah pertanda kalau keberadaan TIM belum terlupakan.
Empat puluh tahun silam, Gubernur DKI Jakarta yang ketika itu dijabat oleh Ali Sadikin mendirikan pusat kebudayaan yang diberi nama Taman Ismail Marzuki (TIM). Harapan yang diusung ketika itu tak muluk-muluk. Ali ingin pusat kesenian yang berdiri di atas lahan seluas sembilan hektar ini, dapat memfasilitasi para seniman untuk berkarya.
Harapan tersebut terwujud. Seiring ditabuhnya gong peresmian, rahim TIM mulai melahirkan sejumlah seniman besar. Sebut saja sejumlah nama besar seperti WS Rendra, Sardono W Kusumo, Slamet Abdul Syukur, Farida Oetoyo, Teguh Karya, Arifin C Noor, Affandi, Suyatna Anirun dan lain-lain.
"Ketika itu ada anggapan bahwa seorang seniman baru diakui eksistensinya setelah melakukan pementasan di TIM," kata Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Marco Kusuma Wijaya ketika ditemui Jurnal Nasional di ruang kerjanya, Rabu (26/11).
Anggapan itu tak berlebihan rasanya. Melihat TIM mampu memainkan perannya sebagai "ibu" yang melahirkan sekaligus mengasuh. Juga menjelma menjadi rumah yang selalu menyediakan ruang kreatif untuk menampung gagasan serta ide para seniman.
Marco mengatakan, gagasan mendirikan pusat kesenian ketika itu merupakan sebuah investasi besar, mengingat pada waktu itu belum ada tempat yang mampu mengakomodasi para seniman untuk berkarya.
Perubahan Zaman
Kondisi empat puluh tahun lalu tentu berbeda dengan yang kondisi saat ini. Wajah kota yang dulu sepi dari pusat keramaian, kini berubah menjadi meriah. Fenomena munculnya pusat-pusat kesenian ini tak hanya terjadi di ibukota, melainkan di sejumlah daerah di pelosok nusantara.
Kepala Badan Pengelola TIM, Teguh Widodo menilai positif kemunculan pusat kesenian tersebut. Ia menganggap hal itu sebagai angin segar bagi perkembangan dunia seni Tanah Air. "Pusat-pusat kesenian itu bisa saling melengkapi, selain itu seniman juga memiliki banyak wadah untuk menampung kreativitasnya," ujar Teguh.
Menyikapi roda zaman yang terus berputar, TIM tak boleh berpangku tangan dan hanya diam mengelus kejayaannya di masa lampau. Ia harus segera melakukan pembenahan, sebab jika tidak maka TIM akan segera dilupakan dan hanya menjadi bagian dari lembar masa lalu.
Mempertahankan eksistensi di usia yang mulai merambat senja tentu bukan perihal mudah bagi TIM. Apalagi pusat kesenian baru yang masih "segar" serta memiliki sarana prasarana lebih memadai semakin menjamur. Karea itulah, "TIM harus mengadaptasi semangat perubahan zaman agar dapat mempertahankan eksistensinya," kata Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Sardono W Kusumo ketika ditemui dalam acara BJ Habibie Award, Selasa (25/11).
Sardono mengatakan, adaptasi terhadap zaman meliputi perubahan fisik, sistem manajemen serta sumber daya manusia. Ia melihat, pembenahan fisik secara menyeluruh dapat diambil sebagai langkah pertama. Penari yang namanya melejit lewat pementasan Samgita Pancasona ini menilai, fasilitas yang dimiliki TIM saat ini sudah ketinggalan zaman. Sementara proses penciptaaan sebuah karya perlu ditunjang oleh infrastruktur yang memadai.
Saat ini TIM memiliki beberapa gedung dengan kapasitas 200 hingga 800 orang. Gedung-gedung tersebut dilengkapi dengan tatacahaya, sound system akustik serta pendi-ngin ruangan. Sayangnya, gedung maupun fasilitas di dalamnya tidak mendapatkan perawatan yang memadai. Padahal bangunan yang sudah mulai memasuki masa senja seharusnya mendapatkan perawatan yang lebih dibanding gedung dan fasilitas baru.
Kini setelah 40 tahun, PKJ TIM masih tetap berfungsi bahkan ada penambahan gedung dan fasilitas baru termasuk teater besar yang berkapasitas 1.200 penonton. Namun sebuah tantangan baru muncul, yakni terkait perawatan gedung tersebut. Teguh mengatakan, pada masa transisi ini perawatan dilakukan oleh pihak ketiga. Oleh karena itu, karyawan Badan Pengelola TIM akan mendapat pelatihan untuk operasional gedung.
Beberapa waktu lalu, pemerintah daerah membangun gedung Teater Besar yang mampu menampung penonton sampai 1.200 orang. Gedung itu berdiri "menggusur" keberadaan teater halaman. Sardono melihat, pembangunan tersebut merupakan bentuk itikad baik dari pemerintah daerah untuk mengubah wajah TIM. Tetapi, Sardono melihat, proses perubahan berjalan terlalu lamban, sehingga TIM terseok menghadapi perubahan zaman. "Perlu percepatan dalam proses perubahan," ujar Sardono.
Di sisi lain Marco memandang, perubahan fisik yang dilakukan pemerintah saat ini tak lebih dari sekzdar tambal sulam sebab, tidak ada penambahan fasilitas dari segi kuantitas. "Pemerintah bukan membangun, melainkan mengganti."
Sementara itu, dari segi manajemen Sardono menilai mulai terjadi perubahan yang cukup signifikan. Sebagai contoh adalah pemilihan anggota DKJ yang dilakukan secara terbuka dan diumumkan kepada masyarakat luas.
Pusat Peradaban
Mantan pengurus DKJ/PKJ Arie F Batubara mengatakan bahwa TIM bukan sekzdar tempat untuk mementaskan atau memamerkan karya seni, melainkan refleksi dari sebuah pusat peradaban. "Kalau bangsa Indonesia masih mau dianggap beradap maka harus ada tempat untuk merefleksikannya, yaitu pusat kesenian," kata Arie.
Lebih lanjut, Arie memaparkan jika keberadaan TIM merupakan sebuah keniscayaan. Menurutnya, kemunculan berbagai pusat kesenian tetap saja tidak dapat menggantikan peran TIM.
Sekarang ini Arie melihat TIM sudah tidak mampu lagi merefleksikan peradaban. Seperti malaikat yang kehilangan sayap, TIM hanya menjalankan rutinitas sehari-hari. "Hal itu sebabkan oleh dukungan yang tidak memadai serta pengelolaan yang tidak benar," kata Arie.
Ia menilai, campur tangan pemerintah daerah terhadap manajemen TIM terlalu besar. "Pemerintah daerah memang memberikan dana untuk TIM, tetapi bukan berarti mereka bisa serta merta ikut campur," kata Arie.
Lebih lanjut, ia memaparkan, saat ini banyak pihak-pihak yang tidak kompeten duduk dalam kepengurusan TIM. Menurutnya, manajemen TIM sebaiknya dipegang oleh orang-orang yang mengenal baik dunia kesenian dan kehidupan para seniman. "TIM harus dikembalikan kefungsi semula yaitu, memberikan ruang bagi para seniman untuk berolah kreatif," ujar Arie.
Arie menuturkan bahwa TIM harus dilihat secara komperhensif yakni, dalam konteks kebudayaan Indonesia. "Ketika TIM kehilangan pamor dan tidak diperhatikan lagi, maka secara tidak langsung pemerintah sudah tidak memperhatikan perkembangan budaya Indonesia."
Senada dengan Arie, Marco mengatakan, pengelolaan TIM harus diserahkan pada tenaga-tenaga profesional. Meski sebagai timbal baliknya mereka harus merogoh kocek agak dalam. "DKJ pernah menggunakan stage manager Vanessa Mae untuk menghandle sebuah pagelaran musik. Walaupun harus membayar agak mahal tetapi kami puas dengan hasilnya," kata Marco.
Marco juga menyediakan anggaran khusus untuk pengembangan potensi para karyawannya. "Posisi kamikan politis dan akan diganti tiga tahun sekali, sementara mereka adalah karyawan tetap," ujar ahli tata kota ini.
Pengembangan
Dana merupakan permasalahan klasik yang menjadi hambatan terbesar bagi TIM untuk melakukan pengembangan diri. Mengandalkan kucuran dana dari pemerintah tentu bukan sebuah solusi tepat mengingat negara ini dalam kondisi carut marut.
Seringkali anggaran yang tidak pasti menghambat pelaksanaan program-program yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh, untuk tahun 2008 TIM hanya mendapatkan dana sebesar Rp4 miliar. "Padahal dalam kondisi seperti ini seharusnya naik," kata Teguh.
Alasan dana ini pula yang kerap menyebabkan PKJ TIM terpaksa membatalkan program yang sudah direncanakan jauh-jauh hari. "Kami mederita kerugian baik secara materi maupun moril," ujar Teguh.
Menurut Marco, bersandar penuh pada dana dari pemerintah juga tidak baik untuk "kesehatan" TIM. Sebab, kemandirian serta ruang gerak TIM akan menjadi terbatas. "Istilahnya, seorang anak mau bebas kok masih minta uang dengan orang tua," kata Marco.
Untuk itu, Marco menawarkan jalan tengah yakni, memanfaatkan dana masyarakat atau yang dikenal dengan istilah audiens development. Pria yang sempat menimba ilmu arsitektur di Khatolieke Universiteit, Leuven, Belgia ini mengatakan, TIM harus membina hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat. "Menjadikan kesenian sebagai ruang publik," kata Marco.
TIM merupakan pusat kesenian yang di dalamnya terdapat empat organisasi yakni, Akademi Jakarta, DKJ, IKJ dan PKJ TIM. Keempat organisasi ini saling berkaitan satu sama lain. "Integrasi antara keempatnya harus tetap dipertahankan," ujar pria lelaki kelahiran Pangkalpinang, 14 Juli 1961 ini.
Marco mengatakan, kerja demokrasi dewasa ini belum mencerminkan kecerdasan, kebijakan, dan kekayaan kolektif bangsa Indonesia seluruhnya, yang terdiri dari berbagai-bagai orang per orang, komunitas dan budaya.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar