Minggu, 04 Januari 2009

TIM Sebagai Penanda Kebudayaan

Grathia Pitaloka
www.jurnalnasional.com

SETELAH prestasi gemilangnya pada 1970-an, TIM kini seperti kurang beradaptasi dengan perubahan zaman.

Menginjak usia yang hampir mencapai setengah abad, Taman Ismail Marzuki (TIM) masih berdiri kokoh. Meski tak semegah dulu, namun pusat kebudayaan yang terletak di Jalan Cikini Raya, Jakarta ini tetap memiliki pesona yang memikat.

Awal bulan lalu TIM merayakan ulang tahun yang ke empat puluh. Perayaan "sederhana" digelar untuk memperingati usia yang semakin matang. Para seniman pun tak ketinggalan ikut ambil bagian, sebuah pertanda kalau keberadaan TIM belum terlupakan.

Empat puluh tahun silam, Gubernur DKI Jakarta yang ketika itu dijabat oleh Ali Sadikin mendirikan pusat kebudayaan yang diberi nama Taman Ismail Marzuki (TIM). Harapan yang diusung ketika itu tak muluk-muluk. Ali ingin pusat kesenian yang berdiri di atas lahan seluas sembilan hektar ini, dapat memfasilitasi para seniman untuk berkarya.

Harapan tersebut terwujud. Seiring ditabuhnya gong peresmian, rahim TIM mulai melahirkan sejumlah seniman besar. Sebut saja sejumlah nama besar seperti WS Rendra, Sardono W Kusumo, Slamet Abdul Syukur, Farida Oetoyo, Teguh Karya, Arifin C Noor, Affandi, Suyatna Anirun dan lain-lain.

"Ketika itu ada anggapan bahwa seorang seniman baru diakui eksistensinya setelah melakukan pementasan di TIM," kata Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Marco Kusuma Wijaya ketika ditemui Jurnal Nasional di ruang kerjanya, Rabu (26/11).

Anggapan itu tak berlebihan rasanya. Melihat TIM mampu memainkan perannya sebagai "ibu" yang melahirkan sekaligus mengasuh. Juga menjelma menjadi rumah yang selalu menyediakan ruang kreatif untuk menampung gagasan serta ide para seniman.

Marco mengatakan, gagasan mendirikan pusat kesenian ketika itu merupakan sebuah investasi besar, mengingat pada waktu itu belum ada tempat yang mampu mengakomodasi para seniman untuk berkarya.

Perubahan Zaman

Kondisi empat puluh tahun lalu tentu berbeda dengan yang kondisi saat ini. Wajah kota yang dulu sepi dari pusat keramaian, kini berubah menjadi meriah. Fenomena munculnya pusat-pusat kesenian ini tak hanya terjadi di ibukota, melainkan di sejumlah daerah di pelosok nusantara.

Kepala Badan Pengelola TIM, Teguh Widodo menilai positif kemunculan pusat kesenian tersebut. Ia menganggap hal itu sebagai angin segar bagi perkembangan dunia seni Tanah Air. "Pusat-pusat kesenian itu bisa saling melengkapi, selain itu seniman juga memiliki banyak wadah untuk menampung kreativitasnya," ujar Teguh.

Menyikapi roda zaman yang terus berputar, TIM tak boleh berpangku tangan dan hanya diam mengelus kejayaannya di masa lampau. Ia harus segera melakukan pembenahan, sebab jika tidak maka TIM akan segera dilupakan dan hanya menjadi bagian dari lembar masa lalu.

Mempertahankan eksistensi di usia yang mulai merambat senja tentu bukan perihal mudah bagi TIM. Apalagi pusat kesenian baru yang masih "segar" serta memiliki sarana prasarana lebih memadai semakin menjamur. Karea itulah, "TIM harus mengadaptasi semangat perubahan zaman agar dapat mempertahankan eksistensinya," kata Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Sardono W Kusumo ketika ditemui dalam acara BJ Habibie Award, Selasa (25/11).

Sardono mengatakan, adaptasi terhadap zaman meliputi perubahan fisik, sistem manajemen serta sumber daya manusia. Ia melihat, pembenahan fisik secara menyeluruh dapat diambil sebagai langkah pertama. Penari yang namanya melejit lewat pementasan Samgita Pancasona ini menilai, fasilitas yang dimiliki TIM saat ini sudah ketinggalan zaman. Sementara proses penciptaaan sebuah karya perlu ditunjang oleh infrastruktur yang memadai.

Saat ini TIM memiliki beberapa gedung dengan kapasitas 200 hingga 800 orang. Gedung-gedung tersebut dilengkapi dengan tatacahaya, sound system akustik serta pendi-ngin ruangan. Sayangnya, gedung maupun fasilitas di dalamnya tidak mendapatkan perawatan yang memadai. Padahal bangunan yang sudah mulai memasuki masa senja seharusnya mendapatkan perawatan yang lebih dibanding gedung dan fasilitas baru.

Kini setelah 40 tahun, PKJ TIM masih tetap berfungsi bahkan ada penambahan gedung dan fasilitas baru termasuk teater besar yang berkapasitas 1.200 penonton. Namun sebuah tantangan baru muncul, yakni terkait perawatan gedung tersebut. Teguh mengatakan, pada masa transisi ini perawatan dilakukan oleh pihak ketiga. Oleh karena itu, karyawan Badan Pengelola TIM akan mendapat pelatihan untuk operasional gedung.

Beberapa waktu lalu, pemerintah daerah membangun gedung Teater Besar yang mampu menampung penonton sampai 1.200 orang. Gedung itu berdiri "menggusur" keberadaan teater halaman. Sardono melihat, pembangunan tersebut merupakan bentuk itikad baik dari pemerintah daerah untuk mengubah wajah TIM. Tetapi, Sardono melihat, proses perubahan berjalan terlalu lamban, sehingga TIM terseok menghadapi perubahan zaman. "Perlu percepatan dalam proses perubahan," ujar Sardono.

Di sisi lain Marco memandang, perubahan fisik yang dilakukan pemerintah saat ini tak lebih dari sekzdar tambal sulam sebab, tidak ada penambahan fasilitas dari segi kuantitas. "Pemerintah bukan membangun, melainkan mengganti."

Sementara itu, dari segi manajemen Sardono menilai mulai terjadi perubahan yang cukup signifikan. Sebagai contoh adalah pemilihan anggota DKJ yang dilakukan secara terbuka dan diumumkan kepada masyarakat luas.

Pusat Peradaban

Mantan pengurus DKJ/PKJ Arie F Batubara mengatakan bahwa TIM bukan sekzdar tempat untuk mementaskan atau memamerkan karya seni, melainkan refleksi dari sebuah pusat peradaban. "Kalau bangsa Indonesia masih mau dianggap beradap maka harus ada tempat untuk merefleksikannya, yaitu pusat kesenian," kata Arie.

Lebih lanjut, Arie memaparkan jika keberadaan TIM merupakan sebuah keniscayaan. Menurutnya, kemunculan berbagai pusat kesenian tetap saja tidak dapat menggantikan peran TIM.

Sekarang ini Arie melihat TIM sudah tidak mampu lagi merefleksikan peradaban. Seperti malaikat yang kehilangan sayap, TIM hanya menjalankan rutinitas sehari-hari. "Hal itu sebabkan oleh dukungan yang tidak memadai serta pengelolaan yang tidak benar," kata Arie.

Ia menilai, campur tangan pemerintah daerah terhadap manajemen TIM terlalu besar. "Pemerintah daerah memang memberikan dana untuk TIM, tetapi bukan berarti mereka bisa serta merta ikut campur," kata Arie.

Lebih lanjut, ia memaparkan, saat ini banyak pihak-pihak yang tidak kompeten duduk dalam kepengurusan TIM. Menurutnya, manajemen TIM sebaiknya dipegang oleh orang-orang yang mengenal baik dunia kesenian dan kehidupan para seniman. "TIM harus dikembalikan kefungsi semula yaitu, memberikan ruang bagi para seniman untuk berolah kreatif," ujar Arie.

Arie menuturkan bahwa TIM harus dilihat secara komperhensif yakni, dalam konteks kebudayaan Indonesia. "Ketika TIM kehilangan pamor dan tidak diperhatikan lagi, maka secara tidak langsung pemerintah sudah tidak memperhatikan perkembangan budaya Indonesia."

Senada dengan Arie, Marco mengatakan, pengelolaan TIM harus diserahkan pada tenaga-tenaga profesional. Meski sebagai timbal baliknya mereka harus merogoh kocek agak dalam. "DKJ pernah menggunakan stage manager Vanessa Mae untuk menghandle sebuah pagelaran musik. Walaupun harus membayar agak mahal tetapi kami puas dengan hasilnya," kata Marco.

Marco juga menyediakan anggaran khusus untuk pengembangan potensi para karyawannya. "Posisi kamikan politis dan akan diganti tiga tahun sekali, sementara mereka adalah karyawan tetap," ujar ahli tata kota ini.

Pengembangan

Dana merupakan permasalahan klasik yang menjadi hambatan terbesar bagi TIM untuk melakukan pengembangan diri. Mengandalkan kucuran dana dari pemerintah tentu bukan sebuah solusi tepat mengingat negara ini dalam kondisi carut marut.

Seringkali anggaran yang tidak pasti menghambat pelaksanaan program-program yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh, untuk tahun 2008 TIM hanya mendapatkan dana sebesar Rp4 miliar. "Padahal dalam kondisi seperti ini seharusnya naik," kata Teguh.

Alasan dana ini pula yang kerap menyebabkan PKJ TIM terpaksa membatalkan program yang sudah direncanakan jauh-jauh hari. "Kami mederita kerugian baik secara materi maupun moril," ujar Teguh.

Menurut Marco, bersandar penuh pada dana dari pemerintah juga tidak baik untuk "kesehatan" TIM. Sebab, kemandirian serta ruang gerak TIM akan menjadi terbatas. "Istilahnya, seorang anak mau bebas kok masih minta uang dengan orang tua," kata Marco.

Untuk itu, Marco menawarkan jalan tengah yakni, memanfaatkan dana masyarakat atau yang dikenal dengan istilah audiens development. Pria yang sempat menimba ilmu arsitektur di Khatolieke Universiteit, Leuven, Belgia ini mengatakan, TIM harus membina hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat. "Menjadikan kesenian sebagai ruang publik," kata Marco.

TIM merupakan pusat kesenian yang di dalamnya terdapat empat organisasi yakni, Akademi Jakarta, DKJ, IKJ dan PKJ TIM. Keempat organisasi ini saling berkaitan satu sama lain. "Integrasi antara keempatnya harus tetap dipertahankan," ujar pria lelaki kelahiran Pangkalpinang, 14 Juli 1961 ini.

Marco mengatakan, kerja demokrasi dewasa ini belum mencerminkan kecerdasan, kebijakan, dan kekayaan kolektif bangsa Indonesia seluruhnya, yang terdiri dari berbagai-bagai orang per orang, komunitas dan budaya.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati