Rabu, 30 Juni 2010

Perjuangan Rakyat, Berpameran, dan ”Tak Termuat di Antologi”

HUT Ke-80 Sitor Situmorang

Sihar Ramses Simatupang
http://www.sinarharapan.co.id/

Rekonsiliasi itu perlu. Namun penegakan kebenaran juga tetap harus dilakukan sejalan dengan rekonsiliasi itu. Kalimat ini mengalir dari pendapat seorang Sitor Situmorang, penyair, prosais, yang terlibat dalam aktivitas dan sejarah kebangsaan, di momen pembacaan puisi dan cerpen bersama generasi terbaru.

Dengan tajuk ”Menengok ke Belakang, Mengintip ke Depan: 1965 sampai 2004” yang diadakan di Pusat Dokumentasi Sastra HB Yassin (5/10), Sitor Situmorang, tampil bersama nama lain yang tak jauh dari generasinya, Putu Oka Sukanta dan Martin Aleida. Di momen yang diadakan oleh milis Sastra Pembebasan itu, Sitor mengatakan bahwa hal terpenting adalah memperjuangkan suara rakyat dan kebenaran.

Sitor, penyair kelahiran 2 Oktober 1924 di Harianboho, Sumatera Utara ini sehari sebelumnya juga baru merayakan hari ulang tahunnya di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki. Hadir di acara itu generasi muda, dengan disiplin yang berbeda, akademisi, aktivis mahasiswa, hingga penikmat sastra.
Nama Sitor memang bukan hanya dikenal di kalangan budayawan tapi juga pergerakan Indonesia. Kehadiran rekannya di acara itu, Pramoedya Ananta Toer, menguatkan kesan, bahwa hingga kini, perjuangan tetap setia dan konsisten mereka jalani.

Inilah, salah satu sikap di antara untaian ceramah sang penyair di momen HUT-nya di Galeri Cipta II, saat berbicara tentang puisi: Akal dan bathin, pikiran dan perasaan ingin dipadukan dalam puisi, kesadaran manusiawi yang utuh, dan yang tidak dapat diuraikan, dianalisa memuaskan dengan akal semata.

Di momen ulang tahun ini, menarik juga melongok pameran yang digelar, mengetengahkan ”figur dan karya” Sitor Situmorang di Pusat Dokumentasi Sastra HB Yassin.

Pameran seputar Sitor Situmorang yang dimulai sejak 1 Oktober itu, menggelar seputar biografi Sitor dan karyanya. Ada fotonya semasa perjuangan pergerakan nasional, masa kecil Sitor di Tanah Batak, Sitor muda dan keluarga, berita surat kabar seputar aktivitas politik dan budaya, surat-menyurat dia bersama sastrawan lain termasuk HB Yassin, tarombo (silsilah keturunan marga Situmorang-nya Sitor), juga buku-buku karya pengarang ini, yang tampak sudah usang namun bertahan oleh usia.

Yang menarik, keseluruhan karya-karya Sitor ini diletakkan di medium ”estetik” khas seorang Afrizal Malna. Afrizal jugalah yang mengusung foto-foto dan menempelkannya di kulkas tua, menempelkan foto lainnya di mesin cuci tua, menyandarkan bambu tepat di foto Sitor sehingga seolah tangan di foto itu menyentuh bambu. Ada juga karya pelukis Pande Ketut Taman, berupa pulasan hitam membentuk mawar ”tampak dari atas”, karya yang menerjemahkan puisi Sitor berjudul Mawar, yang hanya terdiri dari delapan kata: //Mawar jingga/ Mawar semesta/ Mawar nestapa/ Ciuman buta//
Sentuhan Afrizal di pameran ini, mau tak mau mengingatkan pada puisi Afrizal yang ”hiper-realis” dengan ”benda-benda yang berseliweran”, ”fantasmagoria”, ”lipatan waktu”, terasa berbenturan dengan figur dan karya seorang sastrawan pada masa ”Angkatan 1945”, yang lebih mengarah pada ”kebijakan alam dan romantisme” termasuk ”nuansa perjuangan dan kebangsaan”. Namun justru itulah, membuatnya tema paradoksal di antara keduanya itu jadi terkesan unik.

Sitor: Antologi, Teks, dan Apresian

Di Pusat Dokumentasi HB Yassin, beberapa hari setelahnya (6/10), diadakan acara bertajuk ”Dialog dengan Sitor Situmorang”. Sitor mengatakan di acara itu bahwa politik sudah lama dia jalani. Begitu pun tentang politik di dalam kesenian yang banyak macamnya. ”Termasuk ada generasi baru yang ingin dapat pengakuan pada generasi yang lebih tua,” ujarnya, sambil tersenyum.

Tapi bagi Sitor, justru sikap berpolitik itu lebih baik daripada ”berpura-pura tak berpolitik padahal berpolitik”. Ungkapan yang perlu dimengerti – bisa saja mengarah pada perbedaan yang pernah terjadi puluhan tahun silam. ”Itu sikap saya, termasuk ketika saya berhadapan dengan Soeharto dan rezim Orde Barunya,” ujarnya.

Sitor bahkan mengatakan di dalam politik kesenian, antologinya sempat tak diikutsertakan pada generasi yang sama dengan dirinya, tanpa pemberitahuan, tanpa mengajak debat dulu tentang kualitas karyanya atau memilih beberapa karya yang terbaik saja dari dirinya. Sama sekali pengujian itu tak dilakukan. ”Jadi bukan karena nilai karya, maka itu semua jadi (membuat saya punya) persangkaan-persangkaan. Tahunya ada (seniman di baliknya) masih layani keinginan ‘orang Orba’ tertentu,” ujar Sitor, seperti ingin membeberkan kembali kejadian masa lalunya itu.

Itu hal yang bagi Sitor, sesuatu yang rendah dan kekanak-kanakan, berupa kecemburuan. Memang, saat itu tak bisa diingkari bahwa karya Sitor sudah diterjemahkan ke beberapa bahasa internasional, selain juga dia masuk dalam sejarah sastra periode 1945 dan 1966, suatu pembicaraan yang sempat terangkat dalam tulisan Ajip Rosidi (lewat bukunya Kapankah Kesusasteraan Indonesia Lahir). ”Memang perilaku itu bahkan tak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di seluruh dunia,” ujar Sitor, membubuhkan.

Menurut Sitor lagi, secara pribadi, dia tak pernah ada ketakutan tidak diakui atau ikhlas mengakui kelebihan orang lain. Dia terus berkarya 1.000 sajak pun, belum tentu semua sama butuhnya (tergantung minat dan selera pembaca, red). Menurutnya, dia bahkan bisa membingungkan orang-orang yang ”tanggung-tanggung” referensi sastranya, sehingga ”sajak politik” saya lantas dibilang ”bukan puisi”. Bahkan, ada yang mengatakan, bahwa setelah Sitor berpolitik, dia jadi malu membaca karya Sitor yang berpolitik itu. Saat Sitor menulis tentang Marsinah (buruh yang terbunuh, red), lantas dibilang memalukan karena Sitor membuat sajak politik tentang Marsinah. ”Saya bahkan dibilang melacur kalau bikin sajak semacam itu. Bagi saya, orang semacam itu ”beda” budaya dan beda dunianya dengan saya. Untuk itu, saya tak perlu masuk antologi untuk orang yang kayak begitu!” ujarnya, berapi-api.

Dia kemudian memaparkan bahwa sekalipun tak masuk antologi, nyatanya pada generasi setelahnya, orang masih mengingat dirinya. Dia mencontohkan saat dirinya datang ke acara Cakrawala Sastra Indonesia (14-17 September 2004 yang lalu), sebagai undangan dan bukan sebagai peserta. Dia akan menyaksikan mereka baca. ”Saya yakin saya belum kenal mereka dan mereka belum kenal saya. Tapi ternyata malah tegur saya, ‘Wah Pak Sitor…’ lalu tet..tett..tett… dia ngomong banyak sambil mengutip kalimat yang dikutip dari sajak saya. Tidak ada yang lebih memuaskan dan membahagiakan saya daripada suasana pertemuan semacam itu,” ujarnya. Bagi Sitor itu lebih daripada sekedar antologi, karena sifat pertemuan kali ini tak formal dan spontan, dan lebih tulus.

Dengan kisah pertemuan dengan generasi ”penyair generasi sekarang” itu, dia kemudian menghubungkannya dengan pendapat seorang Fuad Hassan yang pernah melontarkan bahwa hubungan antargenerasi sastra di Indonesia sudah terputus. ”Sebenarnya tidak Itu tak mungkin, buktinya, seniman dari Bali dan Bugis yang belum pernah bergaul dengan saya bisa tahu bahkan hafal sajak saya,” ujar penyair dan esais ini. Selamat ulang tahun, Bung Sitor.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati