M.D. Atmaja
http://www.sastra-indonesia.com/
Orang-orang telah garang karena banyak ketimpangan yang terjadi. Kelurahan tetangga terus menyusup ke halaman. Kadang merembes ke hijau sawah pertiwi. Mencuri ketimun atau kangkung. Mereka, Kelurahan Maling itu menggunakan tangan petani, menginjak padi yang merunduk. Mengambil segala yang bisa diambil. Seperti perompak dalam cerita-cerita bajak laut Wilayah Barat. Petani kelurahan tetangga mencuri, petani Kekurahan Luruh Indon menahan lapar yang sangat. Pencurian itu membuat petani di Kelurahan Indon meradang. Merah membara. Mengasah senjata dan berteriak-teriak kesetanan mengajak perang. Para petani tidak terima atas penghinaan kelurahan tetangga. Menginjak harga diri Kelurahan yang diperjuangkan dengan segenap tumpah darah seluruh rakyat Luruh Indon.
Kemarahan memuncak. Sebatas kemarahan petani yang memegang cangkul dan sabit. Bukan kemarahan pejabat kelurahan yang mampu melempar granat pembelaan. Sore menjadi pagi. Menghantarkan kemarahan. Pagi ke sore dan terbungkus malam, kemarahan masih membara di dalam dada. Beberapa orang desa, pemuda, bapak-bapak, nenek-kakek, dan bahkan anak kecil pergi bersama-sama mendatangi Kantor Kelurahan. Di dalam kerumunan berjubel, ada Kangmas Gothak yang telah menyiapkan Panah dan Tombak. Dia pun mengajak serta Dhimas Gathuk setelah selesai membenahi pagar. Berbondong dari pinggiran, sawah dan ladang ditinggalkan, demi mengajak Pak Lurah Beye membela tanah tumpah darah. Dahulu direbut dengan tetesan darah bercampur air mata. Warga desa Luruh Indon, menuntut perjuangan berlanjut. Mengisi kemerdekaan ke 65 dengan mempertahankan kedaulatan.
“Seharusnya, Pak Beye bisa tegas dengan masalah ini!” ucap Dhimas Gathuk ikut-ikutan marah sedangkan dia sendiri tidak mengikuti kasus ini.
“Halah, Dhi, kamu itu ngomong apa?? Lha dari kemarin kamu juga sibuk sendiri dengan pagarmu. Aku ajak buat senjata persiapan perang saja tidak mau.”
“Kan sudah aku bantu, Kang!”
“Halah,”
“Sekarang kan sudah jaman Nuklir kok masih buat bambu runcing. Kan aneh, Kang. Bangsa ini mengalami kemunduran. Perang kok kayak anak kecil. Perang-perangan.”
Kangmas Gothak juga tidak lekas menjawab. Berjalan terburu membawa lembing yang diujungnya bendera Luruh Indon berkibar. Angin bertiup, genit menggoda sang merah bercampur putih.
“Masalah ini bukan masalah, kita, Kang. Kita hanya warga biasa. Ini urusan Pak Lurah Beye.”
“Kamu, Dhi, kok seperti pejabat yang suka melempar tanggung jawab. Dimana pikiran kritis yang selama ini kamu agungkan? Pikiran kiri jalan terus yang membuatmu kehilangan pekerjaan itu??”
Dhimas Gathuk langsung menarik pandangan dan menghujamkan kepada Kakangnya yang membalas dengan pandangan lebih tajam lagi. Dua bersaudara itu, saling bersiteru dalam pandangan dan pendapat.
“Kita mau apa, Kang, kalau mereka yang diupah untuk membela Kelurahan ini hanya diam?”
“Husss.. kamu itu semakin nglantur Dhi. Bela Kelurahan bukan hanya tanggung jawab pejabat. Walau mereka memang digaji untuk menjalankan pemerintahan. Hak dan kewajiban kita juga, Bela Kelurahan itu!!”
“Ah, Kang, kamu sudah pandai cing-cong. Macam politisi yang mau nyalon jadi Lurah. Kata-kata penuh darah nasionalis kelurahan, tapi mlempem, kayak krupuk kehujanan.”
“Kamu ngomong apa, Dhi?” sahut Kangmas Gothak cepat, dua mata seperti kelereng siap ditolak. Bambu tajam yang diselimut merah bercampur putih itu mengambang. Horisontal. Sementara Dhimas Gathuk berdiri di ujung satunya. Menghadapi tajam bambu yang ditusukkan pada katak mati.
“Lho, aku bukannya nantang Kakang Gothak. Mengatakan kejujuran tapi selalu seperti ini. Diancam dengan senjata. Ditakut-takuti dengan kekuasaan. Kakang Gothak memang Kakangku tapi jangan sewenang-wenang. Orang tua itu penguasa yang tahu cara ngemong. Seperti sewaktu Kakang menggembala kambing itu.”
Pelan-pelan, Kangmas Gothak mengangkat lembing dan mendirikan tegak. Merah bercampur putih kembali menari sama angin.
“Kemarin sengaja, aku membuat pagar. Membuat garis batas dengan tegas. Kalau pagar itu masih diterobos juga, berarti orang itu cari mati. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung.”
“Walah, Dhi, jauh-jauh sampai Malang! Hahahahahahaha…. “ Kakang Gothak tertawa, merasa menang dari adiknya. “Harusnya bagaimana?”
“Penguasa harus berani. Jangan pengecut. Jangan seperti lelaki beraninya sama banci. Kalau berani dengan laki-laki tulen. Baru terbukti. Ya sama saja, banci, Kang.”
“Lha, siapa yang banci. Dhi?”
“Lurahmu, itu!” Dhimas Gathuk langsung diam. Nafasnya ngos-ngosan. Amarahnya membludak. Jadi banjir bandang.
Wajah Pak Lurah Beye yang gemuk dan agak memerah itu muncul di kelopak matanya. Pak Lurah Beye menebarkan senyuman kepada warga desa. Menuntut ketegasan akan perang. Bergelut dalam simbah darah demi harga diri yang terinjak. Wajah gemuk itu menciptakan senyuman. Lalu, suara mengalun pelan. Merdu. Seperti kucing yang mengeong di malam hari. Penuh bujuk rayu yang menggelikan sekaligus menggairahkan. Tentunya,bagi sesama kucing, pikir Dhimas Gathuk yang berusaha mengambil alih lembing dari tangan Kakangnya.
“Warga desa sekalian tidak perlu berkumpul seperti ini. Perang dengan Kelurahan Maling yang berasas baik itu sungguh tidak perlu. Saya sudah mengirimkan surat pada Kanjeng Sultan Maling di Istana Maling. Jadi, saya mohon, warga desa sekalian, harap pulang ke rumah masing-masing.
“Pulang bagaimana?” sahut Kangmas Gothak dalam teriakan keras di tengah kerumunan.
“Pulang! Yang petani mulai mengerjakan sawah. Yang nelayan mulai saja berlayar. Yang guru lekas mengajar. Yang seniman, berkarya lah. Lanjutkan!” Lurah Beye tersenyum lebar. Matanya syahdu menyebar ke mata penduduk yang berkerumun bak semut.
“Bagaimana kami akan bertani, kalau banyak sawah kami coba libas…??” tanya seorang yang menggunakan caping.
“Ikan habis, Pak Lurah.”
“Lho, bagaimana ikan bisa habis?” sahut Pak Lurah Beye dalam senyuman merah merona, “Makanya, kalian, kalau menangkap ikan tidak boleh pakai BOM! Harus dengan cara yang baik, agar Tuhan tidak bosan membesarkan ikan untuk kita.”
“Ikannya dicuri, Pak!” teriak seorang nelayan.
“Siapa yang berani?”
“Orang dari Kelurahan Maling!”
“Itu hanya salah paham. Mereka tidak sengaja memasuki wilayah kita. Sudah saya katakan tadi. Kemarin saya juga sudah berkirim surat.”
“Mereka itu sengaja menantang kita, Pak Lurah. Lebih baik ayo, sekarang kita ganyang saja. Seperti dulu.”
“Iya, Pak! Jangan diam saja. Ganyang Maling.” Teriak seorang dari belakang yang menirukan gaya Lurah pertama Kelurahan Luruh Indon.
“Kita tidak akan berperang dengan mereka. Mengalah itu lebih baik. Kita musti bersabar. Rahmat Tuhan tercurah untuk orang-orang yang sabar.” Pak Lurah Beye kembali tersenyum sambil menebarkan pandangan pesonanya. Pandangan dan senyuman itu yang dahulu memberikan kemenangan mutlak yang terus dibanggakan. Namun, dari senyuman itu terasa ada yang hilang. Sudah tidak ada tahi lalat di pipi. “Ayo, sekarang pulang. Lanjutkan pekerjaan masing-masing. Jangan malas. Jangan berpangku tangan. Saatnya orang-orang di Luruh Indon mengencangkan ikat pinggang.”
“Untuk mengganyang Kelurahan Maling, Pak Lurah?”
Seorang berambut panjang tiba-tiba merebut megaphone. Dia berdiri di atas pagar Kantor Kelurahan. Lalu, selembar kertas menutupi muka.
“Lurah…!!” suaranya menggelegar berdesingan ke delapn penjuru. “Siang bolong, kita ditantang. Di depan hidung besarmu, mereka mencuri. Tahi lalat juga tercuri, Lurah…!! Tiba saatnya beraksi. Kita gempur. Kita arangkan seluruh negeri pencuri. Itu kalau Engkau, tersenyum patriot sejati. Atau… “ dia diam sejenak memandang orang-orang yang menunggu. “Beye, Lurah Banci di atas tanah para satria sejati?”
Semua orang bertepuk tangan. Selembar kertas dihempaskan sehingga muka itu nampak jelas. Wajah itu milik Dhimas Gathuk. Dia memakai rambut palsu agar tidak dikenali. Panjang dan gimbal. Lusuh dan luruh. Namun sesaat saja, orang-orang diam. Membeku. Bisu. Malu… BANCI..!!! teriak mereka sambil melemparkan telur busuk dan membakari bendera.
Lengkong – Banjarnegara, 05 September 2010.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar