Rabu, 08 September 2010

BEYE, LURAH BANCI

M.D. Atmaja
http://www.sastra-indonesia.com/

Orang-orang telah garang karena banyak ketimpangan yang terjadi. Kelurahan tetangga terus menyusup ke halaman. Kadang merembes ke hijau sawah pertiwi. Mencuri ketimun atau kangkung. Mereka, Kelurahan Maling itu menggunakan tangan petani, menginjak padi yang merunduk. Mengambil segala yang bisa diambil. Seperti perompak dalam cerita-cerita bajak laut Wilayah Barat. Petani kelurahan tetangga mencuri, petani Kekurahan Luruh Indon menahan lapar yang sangat. Pencurian itu membuat petani di Kelurahan Indon meradang. Merah membara. Mengasah senjata dan berteriak-teriak kesetanan mengajak perang. Para petani tidak terima atas penghinaan kelurahan tetangga. Menginjak harga diri Kelurahan yang diperjuangkan dengan segenap tumpah darah seluruh rakyat Luruh Indon.

Kemarahan memuncak. Sebatas kemarahan petani yang memegang cangkul dan sabit. Bukan kemarahan pejabat kelurahan yang mampu melempar granat pembelaan. Sore menjadi pagi. Menghantarkan kemarahan. Pagi ke sore dan terbungkus malam, kemarahan masih membara di dalam dada. Beberapa orang desa, pemuda, bapak-bapak, nenek-kakek, dan bahkan anak kecil pergi bersama-sama mendatangi Kantor Kelurahan. Di dalam kerumunan berjubel, ada Kangmas Gothak yang telah menyiapkan Panah dan Tombak. Dia pun mengajak serta Dhimas Gathuk setelah selesai membenahi pagar. Berbondong dari pinggiran, sawah dan ladang ditinggalkan, demi mengajak Pak Lurah Beye membela tanah tumpah darah. Dahulu direbut dengan tetesan darah bercampur air mata. Warga desa Luruh Indon, menuntut perjuangan berlanjut. Mengisi kemerdekaan ke 65 dengan mempertahankan kedaulatan.

“Seharusnya, Pak Beye bisa tegas dengan masalah ini!” ucap Dhimas Gathuk ikut-ikutan marah sedangkan dia sendiri tidak mengikuti kasus ini.

“Halah, Dhi, kamu itu ngomong apa?? Lha dari kemarin kamu juga sibuk sendiri dengan pagarmu. Aku ajak buat senjata persiapan perang saja tidak mau.”

“Kan sudah aku bantu, Kang!”

“Halah,”

“Sekarang kan sudah jaman Nuklir kok masih buat bambu runcing. Kan aneh, Kang. Bangsa ini mengalami kemunduran. Perang kok kayak anak kecil. Perang-perangan.”

Kangmas Gothak juga tidak lekas menjawab. Berjalan terburu membawa lembing yang diujungnya bendera Luruh Indon berkibar. Angin bertiup, genit menggoda sang merah bercampur putih.

“Masalah ini bukan masalah, kita, Kang. Kita hanya warga biasa. Ini urusan Pak Lurah Beye.”

“Kamu, Dhi, kok seperti pejabat yang suka melempar tanggung jawab. Dimana pikiran kritis yang selama ini kamu agungkan? Pikiran kiri jalan terus yang membuatmu kehilangan pekerjaan itu??”

Dhimas Gathuk langsung menarik pandangan dan menghujamkan kepada Kakangnya yang membalas dengan pandangan lebih tajam lagi. Dua bersaudara itu, saling bersiteru dalam pandangan dan pendapat.

“Kita mau apa, Kang, kalau mereka yang diupah untuk membela Kelurahan ini hanya diam?”

“Husss.. kamu itu semakin nglantur Dhi. Bela Kelurahan bukan hanya tanggung jawab pejabat. Walau mereka memang digaji untuk menjalankan pemerintahan. Hak dan kewajiban kita juga, Bela Kelurahan itu!!”

“Ah, Kang, kamu sudah pandai cing-cong. Macam politisi yang mau nyalon jadi Lurah. Kata-kata penuh darah nasionalis kelurahan, tapi mlempem, kayak krupuk kehujanan.”

“Kamu ngomong apa, Dhi?” sahut Kangmas Gothak cepat, dua mata seperti kelereng siap ditolak. Bambu tajam yang diselimut merah bercampur putih itu mengambang. Horisontal. Sementara Dhimas Gathuk berdiri di ujung satunya. Menghadapi tajam bambu yang ditusukkan pada katak mati.

“Lho, aku bukannya nantang Kakang Gothak. Mengatakan kejujuran tapi selalu seperti ini. Diancam dengan senjata. Ditakut-takuti dengan kekuasaan. Kakang Gothak memang Kakangku tapi jangan sewenang-wenang. Orang tua itu penguasa yang tahu cara ngemong. Seperti sewaktu Kakang menggembala kambing itu.”

Pelan-pelan, Kangmas Gothak mengangkat lembing dan mendirikan tegak. Merah bercampur putih kembali menari sama angin.

“Kemarin sengaja, aku membuat pagar. Membuat garis batas dengan tegas. Kalau pagar itu masih diterobos juga, berarti orang itu cari mati. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung.”

“Walah, Dhi, jauh-jauh sampai Malang! Hahahahahahaha…. “ Kakang Gothak tertawa, merasa menang dari adiknya. “Harusnya bagaimana?”

“Penguasa harus berani. Jangan pengecut. Jangan seperti lelaki beraninya sama banci. Kalau berani dengan laki-laki tulen. Baru terbukti. Ya sama saja, banci, Kang.”

“Lha, siapa yang banci. Dhi?”

“Lurahmu, itu!” Dhimas Gathuk langsung diam. Nafasnya ngos-ngosan. Amarahnya membludak. Jadi banjir bandang.

Wajah Pak Lurah Beye yang gemuk dan agak memerah itu muncul di kelopak matanya. Pak Lurah Beye menebarkan senyuman kepada warga desa. Menuntut ketegasan akan perang. Bergelut dalam simbah darah demi harga diri yang terinjak. Wajah gemuk itu menciptakan senyuman. Lalu, suara mengalun pelan. Merdu. Seperti kucing yang mengeong di malam hari. Penuh bujuk rayu yang menggelikan sekaligus menggairahkan. Tentunya,bagi sesama kucing, pikir Dhimas Gathuk yang berusaha mengambil alih lembing dari tangan Kakangnya.

“Warga desa sekalian tidak perlu berkumpul seperti ini. Perang dengan Kelurahan Maling yang berasas baik itu sungguh tidak perlu. Saya sudah mengirimkan surat pada Kanjeng Sultan Maling di Istana Maling. Jadi, saya mohon, warga desa sekalian, harap pulang ke rumah masing-masing.

“Pulang bagaimana?” sahut Kangmas Gothak dalam teriakan keras di tengah kerumunan.

“Pulang! Yang petani mulai mengerjakan sawah. Yang nelayan mulai saja berlayar. Yang guru lekas mengajar. Yang seniman, berkarya lah. Lanjutkan!” Lurah Beye tersenyum lebar. Matanya syahdu menyebar ke mata penduduk yang berkerumun bak semut.

“Bagaimana kami akan bertani, kalau banyak sawah kami coba libas…??” tanya seorang yang menggunakan caping.

“Ikan habis, Pak Lurah.”

“Lho, bagaimana ikan bisa habis?” sahut Pak Lurah Beye dalam senyuman merah merona, “Makanya, kalian, kalau menangkap ikan tidak boleh pakai BOM! Harus dengan cara yang baik, agar Tuhan tidak bosan membesarkan ikan untuk kita.”

“Ikannya dicuri, Pak!” teriak seorang nelayan.

“Siapa yang berani?”

“Orang dari Kelurahan Maling!”

“Itu hanya salah paham. Mereka tidak sengaja memasuki wilayah kita. Sudah saya katakan tadi. Kemarin saya juga sudah berkirim surat.”

“Mereka itu sengaja menantang kita, Pak Lurah. Lebih baik ayo, sekarang kita ganyang saja. Seperti dulu.”

“Iya, Pak! Jangan diam saja. Ganyang Maling.” Teriak seorang dari belakang yang menirukan gaya Lurah pertama Kelurahan Luruh Indon.

“Kita tidak akan berperang dengan mereka. Mengalah itu lebih baik. Kita musti bersabar. Rahmat Tuhan tercurah untuk orang-orang yang sabar.” Pak Lurah Beye kembali tersenyum sambil menebarkan pandangan pesonanya. Pandangan dan senyuman itu yang dahulu memberikan kemenangan mutlak yang terus dibanggakan. Namun, dari senyuman itu terasa ada yang hilang. Sudah tidak ada tahi lalat di pipi. “Ayo, sekarang pulang. Lanjutkan pekerjaan masing-masing. Jangan malas. Jangan berpangku tangan. Saatnya orang-orang di Luruh Indon mengencangkan ikat pinggang.”

“Untuk mengganyang Kelurahan Maling, Pak Lurah?”

Seorang berambut panjang tiba-tiba merebut megaphone. Dia berdiri di atas pagar Kantor Kelurahan. Lalu, selembar kertas menutupi muka.

“Lurah…!!” suaranya menggelegar berdesingan ke delapn penjuru. “Siang bolong, kita ditantang. Di depan hidung besarmu, mereka mencuri. Tahi lalat juga tercuri, Lurah…!! Tiba saatnya beraksi. Kita gempur. Kita arangkan seluruh negeri pencuri. Itu kalau Engkau, tersenyum patriot sejati. Atau… “ dia diam sejenak memandang orang-orang yang menunggu. “Beye, Lurah Banci di atas tanah para satria sejati?”

Semua orang bertepuk tangan. Selembar kertas dihempaskan sehingga muka itu nampak jelas. Wajah itu milik Dhimas Gathuk. Dia memakai rambut palsu agar tidak dikenali. Panjang dan gimbal. Lusuh dan luruh. Namun sesaat saja, orang-orang diam. Membeku. Bisu. Malu… BANCI..!!! teriak mereka sambil melemparkan telur busuk dan membakari bendera.

Lengkong – Banjarnegara, 05 September 2010.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati