Jumat, 10 September 2010

Byar-Pet

M.D. Atmaja
http://www.sastra-indonesia.com/

Kumandang Isya selesai melantun di dalam udara malam. Dalam hituangan beberapa menit, sunah tarawih juga telah selesai. Kangmas Gothak bersama dengan adiknya, Dhimas Gathuk beriringan pulang ke rumah. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kegelapan mengurung keduanya. Lampu-lampu penerang jalan mati. Angin kencang berhembus. Menggetarkan daun-daun hitam. Menegakkan bulu roma keduanya. Di dalam udara, mereka seperti mendengarjeritan tangis dari arah rumpun bambu. Udara menjadi semakin dingin. Merasuk ke dalam rongga dada.

Karena memang tabiat Dhimas Gathuk yang penakut, dia langsung memeluk Kakangnya saat jeritan semakin kencang ketika angin menerobos kencang. Hampir saja, Dhimas Gathuk menangis namun justru ditertawakan oleh Kakangnya. Suara tawa semakin renyah bersamaan dengan pelukan yang semakin erat.

“Iki lho, kamu kenapa to, Dhi?” tanya Kangmas Gothak dalam tawa renyah. “Jangan seperti bocah, Dhi. Kamu sudah tua. Sudah pantas punya bocah.”

“Itu jeritan apa to, Kang?” tanya Dhimas Gathuk saat angin bertiup kencang dan selalu disusul dengan jerit memilukan dari arah rumpun bambu.

“Hehehehehehe itu tangisan Wewe Gombe hahahahahahah…..”

Semakin riuh meledak dalam ejekan yang menggelikan. Tetap tidak membuat Dhimas Gathuk melepaskan pelukannya. Justru semakin erat pada jerit berikutnya. Di dalam bayangan Dhimas Gathuk, seorang hantu perempuan, Wewe dengan rambut panjang, baju putih yang kotor dengan payudara yang keduanya menjulur sampai ke tanah. Konon di bawah payudara yang panjang itu lah tempat di sembunyikannya orang-orang yang menghilang dengan misterius. Dhimas Gathuk mengggelengkan kepala. Dia menambah erat pelukannya. Tidak mau kalau sampai dirinya ditangkap Wewe Gombe.

Di dalam ketakutan yang justru semakin menjadi itu, Kangmas Gothak semakin keras tertawa sambil berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Adiknya.

“Kang!” teriak Dhimas Gathuk ketakutan. “Kang… Kang…”

Tiba-tiba jalanan menjadi terang kembali. Wajah Dhimas Gathuk yang ketakutan bercampur dengan amarah terlihat jelas. Gigi-gigi Kakangnya juga muncul berderet seperti tentara yang berbaris.

“Kamu ini kenapa to, Dhi? Kok jadi seperti ini?”

“Ah, gak tahu, Kang. Mungkin terlalu lama Bapak dan Simbok dulu menakutiku.”

“Makanya kamu jangan bandel. Jangan mbeling kalau dinasehati orang tua. Sudah. Ayo pulang!”

Mereka kembali menuju rumah. Dhimas Gathuk masih tidak melepaskan pegangannya. Jeritan di kegelapan tadi masih menggelayut di dalam anggannya. Ketakutan yang membuatnya kaku. Tidak bisa berbuat apa-apa.

Karjo sudah duduk menunggu di rumah Gothak-Gathuk. Jengkel saat menyaksikan dua kakak beradik berjalan santai. Walau ketika mereka mendapati Karjo tetap saja santai.

“Ada urusan apa, Kar?” tanya Kangmas Gothak pada Karjo yang mencoba tersenyum sambil membuka buku panjang yang dia bawa.

“Lha, sekarang sudah saatnya membayar iuran, Kang?”

“Piro? Berapa?”

“Lima puluh ribu?”

“Lho, naik, Kar? Bulan kemarin baru empat puluh ribu.”

“Wah, kalau urusan itu aku gak tahu, Kang. Aku ini hanya keliling desa untuk mengumpulkan iruan. Soal itu, aku ya tidak tahu. Tapi tidak hanya punyamu sendiri yang naik, Kang. Semuanya juga naik.”

Kangmas Gothak merogoh saku celananya. Dia hanya menemukan uang tiga puluh ribu. “Ini boleh dicicil dulu, Kar?” ungkap Kangmas Gothak ringan namun Karjo hanya memandangi tidak mengerti. “Dhi?” teriaknya pada adiknya yang sudah masuk duluan. “Kamu punya uang dua puluh ribu gak? Ini si Karjo minta uang listrik.”

“Lha listrik sering mati saja kok, Kang. Minta kortingan bisa gak? Potong harga. Bulan ini kan hampir setiap hari mati. Potong harga 40%, Kang!”

Kangmas Gothak menarik pipinya. “Dicicil saja tidak boleh kok mau minta potongan harga.” Sahut Kangmas Gothak.

“Aku punya cuma lima belas ribu, Kang!” teriak Dhimas Gathuk dari dalam rumah.

Sejenak, Kangmas Gothak tertegun. Dengan jarinya dia mencoba menghitung. “Kurang lima ribu,” pikir Kangmas Gothak sambil menggaruk kepala.

“Dhi?”

“Sebentar, Kang! Baru tak carikan yang lima ribu.”

Beberapa saat kemudian, Dhimas Gathuk keluar sambil membawa cepuk yang di dalamnya dipenuhi uang receh. Karjo menarik kepala. Menyaksikan receh yang begitu banyaknya.

“Receh, Kang?”

“Tidak apa-apa?” ucap Kangmas Gothak dalam senyuman. “Kalau tidak mau biar Karjo nanti nombokin yang lima ribu.”

Karjo tetap diam. Mereka bersama-sama menghitung uang receh itu. Di sana masih ada setengahnya seratus dan membuat Karjo menggelengkan kepala. “Di zaman sekarang kok masih punya uang lima puluh perak.” Uangkapnya dalam hati.

“Katanya listrik akan naik lagi, Kang.” Ucap Dhimas Gathuk pelan sambil menghitung.

“Siapa yang bilang?”

“Orang-orang.”

“Benar itu, Kar?” tanya Kangmas Gothak dan Karjo hanya menganggukkan kepala. “Ah, tapi selama menaikkan juga pelayanan tidak masalah, Dhi. Kan juga mereka sekarang pedagang. Dulu, listrik yang mencari warga kampung seperti kita. Nah, sekarang kita yang mencari listrik. Jadi, mereka tetap menang. Toh, mau gak mau kita juga tetap butuh listrik. Kecuali kamu rela gak nonton inpotainment.”

Dhimas Gathuk mengangkat kepala sambil menunjukkan gigi tanpa suara. Lalu, disusul dengan gelengan kepala. Dia bisa makan di dalam kegelapan tapi tidak rela kalau tidak ada listrik untuk televisi.

“Nah, ini. Genap lima puluh ribu. Kalau habis bayar terus mati lagi, nanti kamu juga tak buat mati lho. Awas, Kar!” ucap Kangmas Gothak dengan serius.

“Lha, kok ngono, Kang?”

“Kamu juga pegawai mereka. Jadi kamu musti ikut tanggung jawab.”

“Halah, Kang, pegawai rendahan saja kok resikonya sebesar gunung.”

“Yang rendahan itu, Kang Karjo, resikonya sebesar susu Wewe!” sahut Dhimas Gathuk dalam seringai.

Setelah menerima uang pembayaran, Karjo pergi. Baru saja sepuluh langkah dari rumah Gothak-Gathuk, tiba-tiba, PET… dan mereka bertiga diam. Karjo sendiri masih berhenti di tempatnya semula. Sampai terdengar jeritan ketakutan Dhimas Gathuk yang teringat pada panjangnya susu Wewe Gombe yang menjulur sampai ke tanah. Desa telah gelap gulita.

“Kaaarrrrjjoooooooooo!!!!” teriak Kangmas Gothak yang langsung membuat Karjo lari tunggang-langgang. Di dalam kegelapan, terdengar suara yang semakin aneh.. BRUG…!!! BRUG …!!! CRING …!!! dan lampu-lampu jalanan hidup kembali. Dari sana, Kangmas Gothak dan Dhimas Gathuk melonggo saat melihat tubuh Karjo yang tergeletak di pelataran. Mereka berdua langsung berlari dan menemukan Karjo memegangi keningnya.

“Ampun, Kang!” ucapnya. “Nabrak pohon pisang dan pohon kelapa, Kang!” lanjut Karjo sambil memegangi kepalanya.

Kontan, kakak adik itu langsung tertawa sejadinya. Mereka tidak menolong Karjo yang masih tergeletak bertabur uang logam ratusan. Tawa itu terhenti seketika bersamaan dengan PET. Karjo sendiri langsung bangkit dan berlari kencang.

Lengkong – Banjarnegara, 25 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati