KRT. Suryanto Sastroatmodjo
http://www.sastra-indonesia.com/
Andaikata bapak benar, siapakah yang rela disekap di balik jeruji, karena membisikkan hasil-lamunan yang seronok? Oh, aku banyak sekali menyandang kemualan, kendatipun yang kukejar adalah kemuliaan. Aku banyak sekali tertikam runtuk-lantak, walaupun sedari muda, selalu berkeinginan untuk merangkum pesan nan khusus.
Sriatun ananda sayang.
Sekali lagi, bapaklah yang paling pantas dituding dalam peristiwa ini, nak. Andaikata bapak tidak terlalu lancang mengucapkan kata-kata demikian, mustahil lagu duka itu singgah di sukmamu. Aku masih juga kurang menyadari, dikau telah berangkat remaja, nak. Sewajarnya, bapak merengkuh lebih hati-hati lagi. Orang Jawa bilang, mengasuh seorang gadis lebih pelik dan sukar, ibaratnya mengawasi lelatu dalam tungku. Dibiarkan api menyala, akan hangus tanpa manfaat. Kalau api ditunggu dan ditiup tanpa menggunakannya untuk merebus ataupun memasak, sama artinya dengan percuma menggantang asap dalam ketidak-pedulian. Akan tetapi, tatkala seorang tua bicara tentang anak-anaknya, dia sering meluncurkan gagasan, betapa bahagia jika anak-anak cepat menjadi dewasa, mandiri, dan punya penghasilan.
Tetapi bapak justru masih bertanya: apakah pendidikan dan pengajaran juga memadai sebagai pengantar suksesnya menapaki jaladeri hayati? Ayahbunda manakah yang secara sepihak mengundang orang lain untuk ikut mendandani sisiran rambut putra-putrinya, kalau saja ia berpikir sehat: anakku mampu berdiri sebagai ‘Si Polan’.
Waktu Masmu Handoyo pulang, Nduk – bapak tak mengira, bahwa dia ternyata sangat kangen kepada kita seisi rumah. Sungguh, aku luar biasa girang, dan demikian juga ibumu. Karena di Proyek Irigasi Sumanding yang baru setahun diresmikan oleh Kepala Negara itu, Abangmu beruntung bisa diterima sebagai pekerja. Ya, walaupun sekolahnya terhenti hingga STM, dan bapak memang kurang mampu untuk melanjutkan sekolahnya hingga perguruan tinggi. Dua tiga kali ia mengirimkan lamaran ke beberapa instansi, nol besar. Maka tatkala proyek itu bisa memperkerjakannya secara layak, kami bersyukur sekali. Kini tiba pikiran kami, agar sekolahmu yang sudah sampai di kelas dua SMTA itu jangan sampai terhenti di tengah jalan. Pensiun bapak sebagai purnawirawan Letnan Satu terlampau sedikit, untuk menopang impian masa depanmu, Nduk. Tapi bapak yakin, kalau ujian akhirmu nanti sarat dengan nilai-nilai terbaik, maka beasiswa pasti akan kauraih, dan bangku universitas dapat juga kaucapai. Kalau itu tiba, alangkah bahagia kami. Di lingkungan keluarga bapak dan ibumu, belum ada seorang pun yang beruntung menikmati pendidikan tinggi, apalagi memiliki gelar ilmiah. Maka siang-malam Ayahbundamu berdoa, semoga di antara anak-anakku ada yang membuka langgam sejarah baru, mempunyai seorang sarjana, apalagi sarjana wanita. Kuharap kau bisa memahami, mengapa bapak sering tirakat, demi gegayuhan yang luhur itu, Nak. Suatu perbendaharaan yang sulit dilukiskan, yang bisa dipantau dari sebuah rumpun keluarga penuh bara-juang!
Sriatun yang sering bertafakur.
Kalaupun bapak terpaksa ‘ngalang-alang’ dalam warkah ini, hendaknya dirimu mafhum, betapa sedih hati Bapak, bahwa dirimu harus begitu saja pergi dari rumah, dan (kemarin Simbah Putri melayangkan surat dari Yosowilangun, bahwasanya Nduk Sriatun lari dari rumah, karena mengalami perbenturan pendapat dengan Ayahbunda!) – dan hal inilah yang tak pernah bapak duga sebelumnya. Bapak tak mengira, hatimu begitu keras, Nduk. Persis dengan apa yang bapak tempuh semasa muda. Tatkala Simbah Kakung melarang diriku untuk menjalin asmara dengan gadis pilihan hati. Bapakmu ini nekad minggat selama beberapa bulan di rumah seorang kerabat di Jakarta. Padahal, larangan itu semata-mata demi kebaikan diriku dan demi keberuntungan di hari tua. Karena gadis itu, bukan keluarga terpandang, lagipula dikenal sering berganti-ganti pacar. Aku kemudian insyaf, Nak. Syukur, sebelum terlambat. Bagaimanapun luka hatiku, karena cinta pertama itu retak. Toh, dari kalangan kerabat pada akhirnya bisa memilihkan diriku seorang calon isteri yang ayu, sederhana, lepasan Sekolah Kepandaian Putri, yang setia. Bapak merasa berterima kasih kepada Tuhan Maha Pengasih, bahwa pilihan masaremaja tak bisa terwujud, tepat di kala mataku sudah di-celik-kan, dan tiada nabras-nubrus. Maka bapak berharap, semoga putra-putri bapak nantinya tak seorang pun yang salah pilih. Tiada seorang pun yang kesasar…!
Sriatun yang baik.
Cuti pendek yang ditempuh Masmu Handoyo ternyata ada dampaknya nan tiada terduga. Kalau di atas kukatakan, kami gembira lantaran Handoyo telah mapan di sebuah medan-tugas terhormat, maka kini Ayahbundamu juga diliputi kerisauan, kenapa justru pada saat bersamaan itu pula kami punya firasat, bahwa “bahaya” ada mengintai dan oleh sebab itu kami harus hati-hati dalam bertindak, terlebih dalam menentukan sikap. Senyampang masih dinihari, dan senyampang kami belum usah mereguk kegetiran yang menyaput lidah.
Dikau dapat merasakan, bukan? Ibumu mengatakan begini: “Umur tujuh belas adalah masa taufan dan badai. Masa, tatkala kita hanya menyergap hal-hal yang indah-indah. Padahal, ada sesuatu di balik itu, yang kudu dinalar dan dirasakan sebaik-baiknya, hingga matabatin kita tak tertipu.” Demikianlah kiranya, petuah yang dapat kauserap, Nak. Tatkala Masmu Handoyo mengajak sahabatnya, teman sekerja di proyek, Dicky yang tampan itu, bapak samasekali tak punya dugaan lebih jauh. Artinya, sahabat Masmu itu juga masih pantas duduk di bangku kuliah, karena usianya barulah jalan dua puluh tahun. Dia anak seorang juragan kayu Kalimantan yang terpandang. Tapi sepanjang penglihatan Bapak, selama dia menjadi tamu kita, terasa dia belum memperlihatkan sikap-dewasa yang terpuji. Ia masih sering goyah dan terbata. Ada terasa kemanjaan pada beberapa wataknya. Gagasan-gagasan yang disampaikan pada bapak sewaktu berdiskusi, belum memancarkan kemandirian sejati.
Ananda sayang.
Ayahbunda bukanlah kolot jika berpendapat semacam itu. Cobalah kaupikirkan, Nak. Bagaimana mungkin dalam pergaulan dengan dirimu yang baru berlangsung kurang dari sepekan, dia telah berani menulis surat cinta berbunga-bunga buatmu. Malahan ada kalimat-kalimat (yang ketika itu diperlihatkan Abangmu padaku), dia membangga-banggakan kekayaan orang tuanya, sebagai suatu hal yang dijanjikan padamu, setelah membangun rumahtangga. Nak, itulah yang bagiku teramat naif. Kalau seorang jejaka yang punya tekad baja untuk melangkah, dan berani bekerja, dia sebetulnya tak usah menoleh ke belakang atau meletakkan kepalanya di pangkuan bapaknya lagi. Sandaran cita dan cintanya adalah hari esok yang musti diwujudkan secara cermat, namun pasti. Bapak bukan berbicara tentang kejayaan harinanti untuk kalian berdua. Bukan zamannya lagi. Bapak hanya mengatakan belum datang masanya, Nak.
Ananda yang penyabar!
Tentunya kau masih dalam kemarahan yang memuncak, di kala menerima suratku ini. Ibumu bilang: “Jangan keras dalam ucap kemarahanmu pada Sriatun. Ia harus dibimbing, diarahkan dan diberitahu mana yang tepat dan mana pula yang agak kelewatan.” Bapakmu ini juga menempuh cara yang sebijaksana mungkin, Nak. Karena bapak bukan melarang Dicky menyatakan cinta kepadamu. Bapak juga bukan melarang seandainya ananda Sriatun jatuh cinta pula kepada anak muda yang tampan itu. Namun sekali lagi, haraplah diingat: jangan terlalu cepat jatuh cinta. Apalagi jika alasannya hanya lantaran terpesona akan ketampanan dan kecantikan lahiriah. Bapak agak heran, bahwa pertemuan sependek itu, telah membuatnya menggebu dan merasa ‘diliputi perasaan kasih-mesra berkelimpahan’. Sungguh, Nak, usia muda terkadang kendala utama buat satu keutuhan perkawinan. Apalagi jika didambakan keharmonisan, dan bukan perayaan nikah sepasar bubar. Kelak, jika sekolahmu makin tinggi (ingat cita-cita Ayah agar dikau menjadi seorang sarjana wanita berpengetahuan luas, penuh kepedulian kepada negerinya!) – dan Bapak tak ingin, kalau kau menikah pada usia semuda ini.
Ananda Sriatun tersayang.
Masmu Handoyo juga bilang: Dicky luas pergaulannya, tetapi sering kurang memilih-memilah lingkungan mana yang dimasukinya. Ia sering terperosok dalam brandalan semasa remaja, dan sering berkonflik dengan Ayahbundanya. Bapak punya gambaran, dia menyamaratakan perempuan manapun yang ditemui. Kudengar, pada suatu sore, dia menyelinap masuk ke dalam kamarmu. Dari suara yang kutangkap, dia secara paksa menyatakan niatnya untuk tidur di situ bila malam tiba. Kau menolak dengan suara tangis yang sedih. Handoyo segera melaporkan hal itu kepada kami. Ia khawatir sekali, kalau terjadi sesuatu yang tak diinginkan atas diri adiknya. Dia pun bilang, semula dia tak mengajak Dicky dolan ke rumah kita. Ia sendiri yang memaksa untuk itu, dan Abangmu tak berdaya!
Bapak masih menahan hati untuk tidak melontarkan kata-kata kasar, mengingat Dicky masih menjadi tamu kita, yang harus kita hormati. Tetapi, tatkala dia benar-benar bersikap brutal dengan menarik tanganmu sewaktu kau hendak mandi, maka kemarahan bapak tak tertahankan lagi. Ia segera kulabrak dan aku ancam dengan keras. Kalau Masmu Handoyo tak segera melerai, mungkin ia telah merasakan akibat lebih jauh, bagaimana bapak mempertahankan rumah-tangga ini di ruas-ruas tajam; dan kita perlu mempertahankan harga diri. Handoyo lebih sabar, dan keesokan harinya segera mengajak Dicky kembali ke Sumanding. Lega perasaan bapak dan ibumu. Ibumu menyalahkan Handoyo, kenapa tak menjaga perasaan keluarga. Adik wanita satu-satunya harus dijaga kehormatannya.
Sriatun yang penyabar.
Salahkanlah Bapak, kalau semua kemarahan itu terjadi. Ibarat lelatu dalam tungku, demikian bapak menentukan sikap dalam menanggulangi segala cobaan tatkala merengkuh anak gadisnya. Mengapa dirimu salah-tampa, Nak? Mengapa paginya segera pergi tanpa pamit ke rumah Simbah di Yosowilangun? Kuharap, lebih jernihlah pemikiran serta olah-rasamu, dalam suasana keremajaan ini. Selain bapak sudah menekankan dambaan-hasrat terhadap anak-anaknya, haridepannya, juga landasan kebahagiaan esok hari. Anakku, bukan bapak melarang dirimu bergaul dengan pemuda yang dapat menyelami ihwal-ihwal yang ada dalam lingkar hayatmu, tapi bapak samasekali tak bisa membiarkan seorang Dicky (yang bapak masih meragukan asal-usulnya, ataukah benar-benar dari keluarga baik-baik ataukah justru dari rumahtangga yang berantakan) yang datang dengan ‘sikap budaya modern’ yang dia banggakan itu. Malah, Handoyo sendiri juga belum lagi jelas, apakah Dicky masih seorang bujangan ataukah sudah berumahtangga. Yakinlah, Nduk, bahwa cakrawala hidupmu masih luas, masih leluasa, selebar benua, sebentang angkasa. Suatu saat nanti, kau akan menemukan sahabat pria sejati, yang bisa kauharapkan menjadi calon pendamping yang tepat, dan memenuhi gambaran ideal – seperti apa yang orang tuamu harapkan juga.
Sriatun ananda sayang.
Segeralah dikau pulang, Nak. Lumrah, bahwa terdapat silang-selisih dalam hubungan perkerabatan, di mana pun. Ayahbunda berdoa, semoga Allah memberikan taufik dan hidayatNya atas dirimu. Jangan lupa, mohonlah sukma nan cerah, kalbu nan tinarbuka. Kalaulah ada prahara yang bertiup pada suatu masa, jangan kaukira dia akan jadi angin puting-beliung yang merontokkan segalanya. Kuyakin setelah angin-ribut, maka semilir bakal mengusap pipi, membisikkan kerelaan jiwa. Sesudah gelapmalam, cahaya fajar sidik bakal hadir, menganugerahkan rahmat nan nikmat. Usaplah airmatamu, Nak. Putri bapak nan tabah ini tumbuh bagai Srikandi perwira!
—
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Selasa, 28 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar