Selasa, 28 September 2010

Sebuah Esai Kenangan Seorang Sastrawan

Dari Era Soekarno Ke Soeharto (2)
Gerson Poyk
http://www.suarakarya-online.com/

Kantor majalah Kuncung memang menjadi tempat seniman berusil ria, bernyentrik-nyentrik. Menurut cerita seniman Hartoyo Andangjaya, yang paling nyentrik dan usil di eranya adalah seniman Tirnoyuwono. Suatu hari di masa Mulyanto menempati kantor Kuncung, Tirnoyuwono datang dari Bandung. Seperti biasa ia nginap tetapi pada suatu siang ia lapar. Karena tidak punya uang ia menyeberang ke dapur tetangga, lalu minta makan kepada babu. Sementara makan, yang punya rumah suami isteri datang. Karuan, ia masuk ke kolong tempat masak yang terbuat dari beton tebal lalu menutup diri dengan kaleng arang. Beberapa jam ia terlipat di sana sampai tuan rumah tidur siang sehabis makan.

Uniknya, beberapa seniman miskin yang berputar-putar di sekitar sebuah perpustakaan kumuh dan kamar sempat seorang penyair, berani-beraninya menandatangani Manifes Kebudayaan yang menghebohkan itu. Iwan Simatupang sampai sedikit mengejek bahwa kelompok Manifes Kebudayaan tidak punya massa. Kritikus seni Dans Suwaryono yang waktu itu berada di Yogya heran, binatang besar apa yang oleh orang komunis disebut manikebu itu. Pers kiri yang dinakodai Pramudya Ananta Toer memang jeli karena manikebu itu bukan massa rakayasa tetapi kutu yang datang dari para kutu buku seperti H.Jassin dan Wiarmo Sukito.

Menurut Wiratmo, pada mulanya Bung Karno senang dengan Manifes Kebudayaan tetapi ketika dia mendengar bisikan Aidit maka beliau berubah. Mengapa? Beberapa tahun kemudian ada peneliti asing yang mengatakan bahwa pada dasarnya Bung Karno takut pada kekuatan militer sehingga memakai tameng massa komunis. Pendapat ini patut diuji tetapi yang jelas ketika merebut Irian Barat kedekatan Indonesia dengan Uni Sovyet juga pegang pranan kembalinya Irian ke Ibu Pertiwi. Akan tetapi kemudian muncul embargo ekonomi. Sebagai wartawan rasanya ada saat-saat tertentu aku merebut waktu untuk bermetamorfose menjadi kutu buku. Ada pula saat-saat dimana aku bermetamorfose menjadi kalong di malam Jakarta. Tidak ada musik rock di malam hari karena Bung Karno melarangmusik ngak-ngik-ngok karena musik yang demikian itu datang dari bawah sadarkolektif manusia yang marah terhadap pemimpin. Yang terdengar hanyalah lagu sedu sedan pesinden dengan kecapinya yang lahir dari bawah sadar kolektif manusia subhuman yang menangis. Lapangan Gambir, Lapangan Banteng, Planet Senen, Lapangan Jatinegara, Priok, penuh dengan makluk subhuman perempuan desa, makhluk yang terasing karena mengasingkan seksnya ke negeri Mammon.

Di era yang demikian itu seekor kutu tak berani menembak sambil berdiri kecuali merayap seperti kutu yang usil. Begitulah maka keusilanku muncul dalam karier jurnalistikku. Setelah sayup-sayup mendengar pidato Bung Karno di akhir kekuasaannya yang menyinggung soal transmigrasi, mulutku usil sendiri, “Terlambat Bung! Di akhir kekuasaanmu baru kau berbicara tentang transmigrasi ke bumi subur laut kaya ini.”

Lalu aku usil menulis sebuah artikel mengeritik babe. Sebuah surat kaleng dikirim oleh seorang wanita mengatakan bahwa aku anak ingusan yang tidak melihat jasa orang besar seperti Bung Karno. Aku jadi takut, kalau-kalau di belakang wanita itu ada sesuatu yang membawa bencana buatku. Akan tetapi tak ada apa-apa bahkan sampai beberapa tahun kemudian ketika aku bertemu Mas Guntur di kantor Bang Nelson Tobing. Begitu Bang Nelson memperkenalkan diriku kepadanya ia dengan suara lembut berkata. “Kami baca, Mas.” Aku bertanya-tanya, apakah artikelku di Sinar Harapan itu mereka baca? Akan tetapi aku merasa tenang, ketika bertemu Sukmawati di Bali dan memboncengnya ke sana ke mari.Beberapa tahun kemudian aku menulis sebuah puisi permintaan maaf kepada Bung Karno dalam sebuah antologi puisi.

Hal yang demikian terjadi pula terhadap Bung Tomo.Sebenarnya apa yang dinamakan revolusi berdarah itu sudah terjadi di mana-mana seperti halnya perang dimana lelaki dan perempuan serta anak-anak mati percuma. Akan tetapi ini bukan berarti aku harus terlibat ke dalamnya kalau hal itu akan berulangkali waktu dalam sejarah.Tidak aku tidak akan terlibat karena sikapku tidak menerimanya. Yang sudah terjadi sudahlah. Apa boleh buat dan aku harus memulai perjalanan hidup dengan sikap yang menolak pembunuhan baik bunuh diri dan bunuh orang (apalagi dalam revolusi). Sikapku berkata tidak kepada pembunuhan metafisik maupun pembunuhan historis.Kalaupun itu akan terjadi, aku berdiri di luar, menjadi outsider yang bertahan mengibarkan bendera moderation.

Dalam sebuah ceramah sastra di TIM yang dilakukan oleh Idrus, sastrawan Angkatan 45, mengingatkanku akan karya-karyanya bahwa Idrus agak sinis pada revolusi berdarah. Demikian kesanku. Aku berkesimpulan bahwa Idrus berada di luar penerimaan terhadap era revolusi berdarah para pejuang kita yang bergaya sebagai koboi Amerika. Aku berkesimpulan bahwa Idrus berada di luar pembunuhan metafisik dan pembunuhan historis. Ia seorang outsider. Lain dengan Bung Tomo yang menggebu-gebu dalam kawah candradimuka retorika revolusi. Akan tetapi tak disangka Idrus berkata bahwa ia bukan outsider. Sampai di situ saja? Malam itu Bung Tomo yang duduk di belakangku berkata dalam bahasa Jawa. “Kowe ngenyek aku.” Lalu bulu romaku berdiri ketakutan. Bila diskusi sastra malam itu terjadi di masa revolusi fisik, apa jadinya?

Dalam euforiaku sebagai reporter tiba-tiba aku di panggil oleh pembesar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sang Pembesar berkata, “Mengapa kau lari dari pekerjaanmu sebagai guru negeri?”

“Saya tidak lari Pak. Ini saya menghadap Bapak. Memang saya telah minta dipindahkan dari Bima ke Genteng (dekat Banyuwangi - pen),tetapi nanti gaji saya berputar-putar berbulan-bulan lamanya baru sampai keperut anak isteri,” kataku. “Jadi pegawai negeri dengan gaji selalu terlambat merupakan tahyul bagi saya. Terserah Bapak, mau hukum saya silahkan, mau pecat silahkan.Percaya kepada pegawai negeri itu tahyul. Saya tak percaya tahyul pegawai negeri yang administrasinya semrawut. Sekarang dengan gaji yang begitu besar saya bisa operasi anak saya yang menderita hernia.”

Sang pembesar P dan K itu mengerti. Ia malah mengatakan bahwa ia pun orang susah, tidak punya rumah sehingga tinggal di Puncak, menumpang di rumah orang. Sayang aku lupa namanya. Kalau beliau masih hidup aku ingin bersilaturahmi kepadanya. Akan tetapi di atas segala kedongkolanku, wartawan dan sastrawan adalah juga guru, adalah hatinurani bangsa dan umat manusia. Jadi, bukan eskapisme yang nihilistik.

Demikian pula cerita di tahun 1956, ketika aku tamat dari SGA. Takut uang ikatan dinas selama bersekolah terputus dan gaji awal terlambat,aku naik kereta dari Surabaya ke Jakarta, menghadap pembesar P & K, memohon agar besluit segera terbit supaya dapat gaji karena kalau uang ikatan dinas terputus, dan gaji terlambat, mau makan apa? Sang pembesar bernama Pak Ayawaila berkata, “Belum ada laporan dari sekolahmu. Pulanglah ke Surabaya.”Maka pusinglah aku sejuta keliling dan nekat meminta uang receh dari kantong pribadi sang pembesar untuk pulang ke Surabaya. Aku tak sadar bahwa ini suatu sinisme terhadap tak adanya seni membangun negara dengan administrasi yang sempurna. Seperti mobil, hanya badannya yang bagus, tetapi tidak ada idea mengenai speed. Dia memberi uang receh dari kantongnya. Pembesar yang baik sekali, pembesar yang mau memberi uang receh kepada anak buahnya. Lalu untuk pertama kalinya aku (guru muda di sebuah republik baru) menjadi pengemis. Aku naik becak ke rumah seorang kawan dan minta bantuan uang receh buat ongkos kereta tetapi isterinya berkata, mengapa tidak membuat perhitungan sebelumnya? Aku kaget, menahan rasa malu sebagai seorang pengemis, atau tak ada rasa sama sekali. Jadi kebal. ***

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati