Dari Era Soekarno Ke Soeharto (2)
Gerson Poyk
http://www.suarakarya-online.com/
Kantor majalah Kuncung memang menjadi tempat seniman berusil ria, bernyentrik-nyentrik. Menurut cerita seniman Hartoyo Andangjaya, yang paling nyentrik dan usil di eranya adalah seniman Tirnoyuwono. Suatu hari di masa Mulyanto menempati kantor Kuncung, Tirnoyuwono datang dari Bandung. Seperti biasa ia nginap tetapi pada suatu siang ia lapar. Karena tidak punya uang ia menyeberang ke dapur tetangga, lalu minta makan kepada babu. Sementara makan, yang punya rumah suami isteri datang. Karuan, ia masuk ke kolong tempat masak yang terbuat dari beton tebal lalu menutup diri dengan kaleng arang. Beberapa jam ia terlipat di sana sampai tuan rumah tidur siang sehabis makan.
Uniknya, beberapa seniman miskin yang berputar-putar di sekitar sebuah perpustakaan kumuh dan kamar sempat seorang penyair, berani-beraninya menandatangani Manifes Kebudayaan yang menghebohkan itu. Iwan Simatupang sampai sedikit mengejek bahwa kelompok Manifes Kebudayaan tidak punya massa. Kritikus seni Dans Suwaryono yang waktu itu berada di Yogya heran, binatang besar apa yang oleh orang komunis disebut manikebu itu. Pers kiri yang dinakodai Pramudya Ananta Toer memang jeli karena manikebu itu bukan massa rakayasa tetapi kutu yang datang dari para kutu buku seperti H.Jassin dan Wiarmo Sukito.
Menurut Wiratmo, pada mulanya Bung Karno senang dengan Manifes Kebudayaan tetapi ketika dia mendengar bisikan Aidit maka beliau berubah. Mengapa? Beberapa tahun kemudian ada peneliti asing yang mengatakan bahwa pada dasarnya Bung Karno takut pada kekuatan militer sehingga memakai tameng massa komunis. Pendapat ini patut diuji tetapi yang jelas ketika merebut Irian Barat kedekatan Indonesia dengan Uni Sovyet juga pegang pranan kembalinya Irian ke Ibu Pertiwi. Akan tetapi kemudian muncul embargo ekonomi. Sebagai wartawan rasanya ada saat-saat tertentu aku merebut waktu untuk bermetamorfose menjadi kutu buku. Ada pula saat-saat dimana aku bermetamorfose menjadi kalong di malam Jakarta. Tidak ada musik rock di malam hari karena Bung Karno melarangmusik ngak-ngik-ngok karena musik yang demikian itu datang dari bawah sadarkolektif manusia yang marah terhadap pemimpin. Yang terdengar hanyalah lagu sedu sedan pesinden dengan kecapinya yang lahir dari bawah sadar kolektif manusia subhuman yang menangis. Lapangan Gambir, Lapangan Banteng, Planet Senen, Lapangan Jatinegara, Priok, penuh dengan makluk subhuman perempuan desa, makhluk yang terasing karena mengasingkan seksnya ke negeri Mammon.
Di era yang demikian itu seekor kutu tak berani menembak sambil berdiri kecuali merayap seperti kutu yang usil. Begitulah maka keusilanku muncul dalam karier jurnalistikku. Setelah sayup-sayup mendengar pidato Bung Karno di akhir kekuasaannya yang menyinggung soal transmigrasi, mulutku usil sendiri, “Terlambat Bung! Di akhir kekuasaanmu baru kau berbicara tentang transmigrasi ke bumi subur laut kaya ini.”
Lalu aku usil menulis sebuah artikel mengeritik babe. Sebuah surat kaleng dikirim oleh seorang wanita mengatakan bahwa aku anak ingusan yang tidak melihat jasa orang besar seperti Bung Karno. Aku jadi takut, kalau-kalau di belakang wanita itu ada sesuatu yang membawa bencana buatku. Akan tetapi tak ada apa-apa bahkan sampai beberapa tahun kemudian ketika aku bertemu Mas Guntur di kantor Bang Nelson Tobing. Begitu Bang Nelson memperkenalkan diriku kepadanya ia dengan suara lembut berkata. “Kami baca, Mas.” Aku bertanya-tanya, apakah artikelku di Sinar Harapan itu mereka baca? Akan tetapi aku merasa tenang, ketika bertemu Sukmawati di Bali dan memboncengnya ke sana ke mari.Beberapa tahun kemudian aku menulis sebuah puisi permintaan maaf kepada Bung Karno dalam sebuah antologi puisi.
Hal yang demikian terjadi pula terhadap Bung Tomo.Sebenarnya apa yang dinamakan revolusi berdarah itu sudah terjadi di mana-mana seperti halnya perang dimana lelaki dan perempuan serta anak-anak mati percuma. Akan tetapi ini bukan berarti aku harus terlibat ke dalamnya kalau hal itu akan berulangkali waktu dalam sejarah.Tidak aku tidak akan terlibat karena sikapku tidak menerimanya. Yang sudah terjadi sudahlah. Apa boleh buat dan aku harus memulai perjalanan hidup dengan sikap yang menolak pembunuhan baik bunuh diri dan bunuh orang (apalagi dalam revolusi). Sikapku berkata tidak kepada pembunuhan metafisik maupun pembunuhan historis.Kalaupun itu akan terjadi, aku berdiri di luar, menjadi outsider yang bertahan mengibarkan bendera moderation.
Dalam sebuah ceramah sastra di TIM yang dilakukan oleh Idrus, sastrawan Angkatan 45, mengingatkanku akan karya-karyanya bahwa Idrus agak sinis pada revolusi berdarah. Demikian kesanku. Aku berkesimpulan bahwa Idrus berada di luar penerimaan terhadap era revolusi berdarah para pejuang kita yang bergaya sebagai koboi Amerika. Aku berkesimpulan bahwa Idrus berada di luar pembunuhan metafisik dan pembunuhan historis. Ia seorang outsider. Lain dengan Bung Tomo yang menggebu-gebu dalam kawah candradimuka retorika revolusi. Akan tetapi tak disangka Idrus berkata bahwa ia bukan outsider. Sampai di situ saja? Malam itu Bung Tomo yang duduk di belakangku berkata dalam bahasa Jawa. “Kowe ngenyek aku.” Lalu bulu romaku berdiri ketakutan. Bila diskusi sastra malam itu terjadi di masa revolusi fisik, apa jadinya?
Dalam euforiaku sebagai reporter tiba-tiba aku di panggil oleh pembesar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sang Pembesar berkata, “Mengapa kau lari dari pekerjaanmu sebagai guru negeri?”
“Saya tidak lari Pak. Ini saya menghadap Bapak. Memang saya telah minta dipindahkan dari Bima ke Genteng (dekat Banyuwangi - pen),tetapi nanti gaji saya berputar-putar berbulan-bulan lamanya baru sampai keperut anak isteri,” kataku. “Jadi pegawai negeri dengan gaji selalu terlambat merupakan tahyul bagi saya. Terserah Bapak, mau hukum saya silahkan, mau pecat silahkan.Percaya kepada pegawai negeri itu tahyul. Saya tak percaya tahyul pegawai negeri yang administrasinya semrawut. Sekarang dengan gaji yang begitu besar saya bisa operasi anak saya yang menderita hernia.”
Sang pembesar P dan K itu mengerti. Ia malah mengatakan bahwa ia pun orang susah, tidak punya rumah sehingga tinggal di Puncak, menumpang di rumah orang. Sayang aku lupa namanya. Kalau beliau masih hidup aku ingin bersilaturahmi kepadanya. Akan tetapi di atas segala kedongkolanku, wartawan dan sastrawan adalah juga guru, adalah hatinurani bangsa dan umat manusia. Jadi, bukan eskapisme yang nihilistik.
Demikian pula cerita di tahun 1956, ketika aku tamat dari SGA. Takut uang ikatan dinas selama bersekolah terputus dan gaji awal terlambat,aku naik kereta dari Surabaya ke Jakarta, menghadap pembesar P & K, memohon agar besluit segera terbit supaya dapat gaji karena kalau uang ikatan dinas terputus, dan gaji terlambat, mau makan apa? Sang pembesar bernama Pak Ayawaila berkata, “Belum ada laporan dari sekolahmu. Pulanglah ke Surabaya.”Maka pusinglah aku sejuta keliling dan nekat meminta uang receh dari kantong pribadi sang pembesar untuk pulang ke Surabaya. Aku tak sadar bahwa ini suatu sinisme terhadap tak adanya seni membangun negara dengan administrasi yang sempurna. Seperti mobil, hanya badannya yang bagus, tetapi tidak ada idea mengenai speed. Dia memberi uang receh dari kantongnya. Pembesar yang baik sekali, pembesar yang mau memberi uang receh kepada anak buahnya. Lalu untuk pertama kalinya aku (guru muda di sebuah republik baru) menjadi pengemis. Aku naik becak ke rumah seorang kawan dan minta bantuan uang receh buat ongkos kereta tetapi isterinya berkata, mengapa tidak membuat perhitungan sebelumnya? Aku kaget, menahan rasa malu sebagai seorang pengemis, atau tak ada rasa sama sekali. Jadi kebal. ***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar