Sabtu, 20 November 2010

Kisah “Besar” Keluarga Toer

Nirwan Ahmad Arsuka*
http://cetak.kompas.com/

• Judul: Bersama Mas Pram: Memoar Dua Adik Pramoedya Ananta Toer • Penulis: Koesalah Soebagyo Toer dilengkapi Soesilo Toer • Penerbit: KPG, Jakarta, 2009 • Tebal: 505 halaman (termasuk lampiran)

Sebagai karangan yang banyak bertumpu pada ingatan, memoar adalah ragam karya yang bergerak di antara dua kutub: sejarah dan sastra. Jika ingatan itu ditopang sekaligus dijaga ketat oleh catatan kejadian nyata, disusun mengikuti arus waktu yang bergerak lurus kronologis, karangan itu akan menjadi biografi atau otobiografi penting.

Jika ingatan tak harus tunduk sepenuhnya pada catatan ketat kejadian sejarah dan karangan disusun tak harus mengikuti aliran waktu yang lurus, tak jarang bahkan membiarkan diri terseret oleh arus kesadaran yang berkelok-kelok, karangan itu bisa menjadi novel besar.

Memoar ini memang disusun mengikuti arus waktu linier, tetapi terasa agak menjauh dari ”riwayat hidup” Pramoedya Ananta Toer yang ”seharusnya” menjadi pusat cerita dari awal hingga akhir. Pram memang tampil juga dalam karangan ini, tetapi cukup sering ia hadir agak jauh di latar belakang. Kita harus menempuh sekitar 100 halaman untuk sampai pada momen penting yang bisa mengoreksi, setidaknya memperkaya, pemahaman kita tentang Pram.

Momen-momen penting itu, antara lain, pertemuan Pram dengan ayahandanya yang sekarat, tekadnya membangun kembali rumah warisan yang telantar, atau pilihannya pada keris pusaka ayahandanya saat terjadi pembagian warisan.

Buat saya, kisah kecil itu mengubah kesan tentang Pram yang pendendam, yang tak bisa melupakan perlakuan ayahnya yang menyakitkan karena menganggap dia dungu dan harus mengulang sekolah. Kesan pendendam ini mencuat dalam prosa awal Pram sendiri, yang kemudian banyak dikutip dan disebarkan sejumlah pengkaji Pram.

Kisah kecil lain, seperti tekad Pram menyekolahkan adik-adiknya dan merawat yang sakit, kegundahannya menumpang sementara di rumah adik ipar yang kurang ia sukai, menunjukkan Pram, meski punya cita-cita kebangsaan besar, memang hanya manusia biasa saja yang tak perlu ditakuti. Maka, memang ada yang luar biasa ganjil jika pemerintah resmi negara besar yang punya angkatan bersenjata paling kuat di Asia Tenggara begitu takut kepada seseorang sehingga ia harus dicurigai dan diawasi terus dan seluruh karyanya digolongkan terlarang.

Pisau lipat

Cerita tentang Pram yang sempat membawa pisau lipat ke tempat kerja, prinsipnya untuk harus selalu menang dalam perdebatan, dan bahwa kepentingan bangsa lebih tinggi daripada kepentingan keluarga dan anak, semua ini mempertegas apa yang dengan mudah kita temui pada karya sastranya: ketangguhan tak tertandingi dalam memperjuangkan sesuatu yang dianggap berharga dan kesediaan menanggung seluruh akibat dari perjuangan tersebut.

Membaca memoar dua adik Pram ini dan mengingat apa yang telah diberikan Pram kepada bangsanya, kita memang bisa kecut melihat ketimpangan yang mencolok mata itu. Pram telah mempersembahkan begitu banyak buat bangsanya dan begitu sedikit yang dia peroleh.

Dari Pram, kita memperoleh karya yang bisa membangunkan pembaca menyadari sisi kelam masyarakat sembari menghamparkan wawasan sejarah dan dunia rasional buat bangsa belia yang tengah menjadi. Jika Raja Ali Haji dengan karya sastranya, misalnya, bisa diperjuangkan menjadi pahlawan nasional, Pram dengan anak-anak rohaninya jelas sangat layak (kalau bukannya lebih) juga dihormati sebagai putra terbaik bangsa.

Sambil menunggu berubahnya sikap resmi pemerintah terhadap Pram, saya membayangkan ada penulis yang bekerja mengolah lagi dengan sungguh-sungguh memoar setebal 500 halaman ini. Bahan yang disajikan bisa tumbuh menjadi novel bagus, di mana Blora bisa menjadi sejajar dengan Combray (Marcel Proust), Yoknapatawpha (William Faulkner), atau Macondo (Gabriel Garcia Marquez). Bedanya, Combray, Yoknapatawpha, atau Macondo adalah tempat fiktif meski mengambil ilham dari tempat nyata, sementara Blora sepenuhnya tempat yang benar-benar nyata.

Buat saya, Mastoer Imam Badjoeri, ayahanda Pram bersaudara itu, menduduki posisi yang agak mirip dengan Jose Arcadio Buendia dalam Seratus Tahun Kesunyian. Tentu saja Jose Arcadio Buendia, yang lahir dari tangan seorang tukang cerita piawai pemenang Hadiah Nobel, akan terasa lebih mencengangkan dibandingkan Mastoer. Tetapi, ada pola yang mirip di antara kedua kepala keluarga ini.

Memang, Mastoer tak membangun permukiman baru surgawi, yang ia namakan dengan kata yang tak pernah ia dengar sebelumnya, yang tak punya arti sama sekali, sebuah gema adikodrati dari mimpinya. Tetapi, Mastoer juga adalah seorang patriarkh yang melalui masa mudanya sebagai seorang penuh semangat, pekerja keras yang setia pada impiannya—membangun pendidikan dan menyebarkan pengetahuan ilmiah di kalangan pribumi yang tertinggal dan tertindas. Jika Jose Arcadio Buendia menjalani masa tuanya sebagai patriarkh linglung dan bertahun-tahun terikat pada pohon chestnut raksasa di halaman, Mastoer menghabiskan masa akhir hidupnya sebagai kepala sekolah yang kecewa, penjudi tangguh, sebelum akhirnya terpacak di tempat tidur dengan paru-paru remuk dimakan TBC.

Kisah Mastoer dan sejumlah tokoh kecil dalam memoar ini membuat saya sadar bahwa cara baca yang suntuk mencari Pram ternyata keliru. Pembacaan yang terpaku pada Pram, yang diarahkan judul memoar ini, mencegah saya larut sepenuhnya sejak dari halaman pertama. Buku ini harusnya dibaca tanpa perhatian yang memusat pada satu tokoh. Ia mesti dibaca dengan keterbukaan yang setara pada semua karakter yang muncul. Pram memang tokoh yang sangat menarik, tetapi buku ini menghidangkan sesuatu yang lebih kaya ketimbang ingatan pada seorang sosok istimewa.

Pada akhirnya, buku tebal ini adalah cerita tentang keluarga dengan anggota yang bergerak mencapai impian masing-masing, menanggapi zaman yang kadang bergejolak di luar kendali, dan kadang berselisih karena sejumlah hal yang mungkin penting mungkin sepele. Mereka menempuh berbagai gerak turun dan naik zaman yang berlalu, dari zaman kolonial Belanda hingga sekarang. Terbawa arus waktu tak menentu, keluarga dengan patriarkh yang begitu peduli pada pendidikan bangsanya itu dihantam prasangka umum dan gejolak politik: hampir separuh anak sang patriarkh dituduh sebagai musuh negara. Tetapi, keluarga yang guncang dan terburai terjangan sejarah ini pelan-pelan berusaha menyembuhkan diri sembari membela dan meraih kembali martabatnya yang terampas.

Kisah keluarga Blora dengan segenap warnanya yang tak semua amat memikat ini adalah juga kisah orang-orang Indonesia—kisah yang mirip dengan yang dialami ribuan keluarga di Tanah Air. Setidaknya, kisah dengan pola seperti ini mungkin terjadi pada keluarga yang beberapa anggotanya punya nalar yang bermimpi kelewat aktif, mimpi tentang revolusi yang dapat mengubah nasib bangsanya dengan cepat. Sayangnya, mimpi itu tertabrak berbagai mimpi lain yang mungkin saja tak kalah aktifnya, tetapi telah diracuni berbagai prasangka dan kepicikan kolektif.

*) Nirwan Ahmad Arsuka Penulis Esai

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati