Salman Yoga S *
http://blog.harian-aceh.com/
SENIMAN tidak dilahirkan oleh Universitas dengan Fakultas Seni-nya. Sastrawan tidak dilahirkan oleh Fakultas Imu budaya dengan Jurusan Sastra-nya. Hanya seribu satu orang dari bidang ini yang benar-benar konsen dalam bidangnya. Dibelahan dunia manapun, seniman dan sastrawan selalu lahir dan ”dimuntahkan” dari sosio culture makro.
Aceh, Sampai saat ini bahkan sepanjang sejarah belum mempunyai kritikus sastra. Yang kita punya adalah pengkaji dan peneliti sastra. Meskipun di sejumlah perguruan tinggi negeri atau swasta di Aceh tersebar sejumlah akademisi S3 sastra. Tetapi mereka hanya berasyik ria dengan pengajaran kurikulum yang kaku, fasikh menyebut karya dan sastrawan yang hidup ratusan tahun silam, tetapi gagu menyebut pelaku, karya dan konten sastra fenomenal terkini. Padahal, sebagaimana sifat ilmu umumnya selalu mengacu kepada kebaharuan, tentu dengan tanpa harus mengesampingkan karya dan pelaku sastra klasik. Lalu majukah kajian sastra kita ?
Barangkali demikian pula halnya dengan eksistensi kritikus sastra kita, ia tidak dilahirkan oleh disiplin ilmu yang berkenaan dengan kajian lingkup sastra; teori, pelaku, aliran, karya dan konten sehingga Aceh yang dikenal kaya dengan kesusastraannya tidak memiliki seorang kritikuspun yang mumpuni.
Di tengah produktif dan membanjirnya pelaku serta karya sastra kontemporer di Aceh justru tidak memiliki satupun pembanding dari kalangan akademisi sebagai benteng atau pecut adalah sesuatu yang tak dapat dipercaya. Sungguh sebuah fenomena peradaban yang timpang, sungguh sebuah dinamika kreatif yang ironi.
Terlepas dari era kegelapan akan keberadaan kritikus sastra Aceh yang tanpa ujung itu, dunia kesusastraan dan tulis menulis Aceh saat ini justru kembali kedatangan “pemain baru” dengan stail dan karya terbarunya pula. Zack Arya namanya dan EL-Mansiyä tajuk novelnya.
Banyak penulis lahir dari sebuah ketertarikan, hoby, jalan yang terbuka untuk menyampaian pikiran dan ide-ide. Sebagai media dalam mengkomunikasikan ide, rasa bahkan imajinasi-imajinasi liar menyangkut sesuatu yang telah dan akan terjadi. Menyangkut sesuatu yang ada dalam realita maupun diluar alam nyata. Antara hal yang bersifat imajinatif atau fakta. Fiksi atau non fiksi.
Berangkat dari hal tersebut banyak juga kemudian yang menjadikan dunia seni, sastara secara lebih khusus dan dunia tulis menulis yang lebih umum menjadi jalan sekaligus pilihan hidup. Meskipun menulis itu sendiri tidak mempunyai kurikulum dengan acuan-acuan yang baku, berbeda dengan dengan tenik dan struktur penulisan karya ilmiyah dengan pola dan rambu-rambu tersendiri.
Tidak jarang juga dalam konteks realiti ini individu-individu yang muncul adalah mereka yang secara keilmuan tidak berkolerasi langsung dengannya. Lalu apa yang menjadi faktor utama ketika individu-individu dimaksud mengkreatifkan diri untuk menulis karya sastra semisal puisi, cerpen, novel/novelet atau berbagai sejenis karya sastra lainnya?
Banyak alasan dan banyak kemungkinan-kemungkinan yang menghantarkan seseorang untuk menjadi dan memilih menulis. Diantaranya dari sekian kemungkinan itu adalah Pertama: kesadaran komprehenship akan ampuhnya dunia tulis-menulis sebagai media komunikasi individual dan massal. Formal dan non formal. Kedua; sensibilitas terhadap dunia sastra yang memungkinkan sebuah ”fenomena” dapat diaktualisasikan secara lebih leluasa, renyah dan membumi. Ketiga; keinginan kuat dari penulisnya sendiri untuk mengaktualisasikan potensi sekaligus eksistensinya dalam kehidupan sosial.
Penulis dengan karya yang mendapat pengakuan dari publik ketika eksistensi dan kontinyuitas karyanya muncul dihadapan publik dikonsumsi oleh massa. Hal tersebut hanya dimungkinkan ketika sebuah karya dipublikasikan melalui media-media cetak massa. Terlepas dari kualitas, terkadang kuantitas juga sangat diperlukan dalam menjaga konsistensi menulis.
Banyak para penulis lahir dari media cetak. Kontinyuitas dalam berkarya menjadikannya sebagai penulis, kolumnis, cerpenis, novelis atau sebutan lainnya diluar wilayah kerja jurnalis profesional. Tetapi untuk muncul dihalaman-halam media cetak membutuhkan sebuah seleksi oleh radaktur. Redaktur melalui kebijakan medianya dalam hal ini menciptakan semacam ”perang” karya tulis. Seleksi kualitas dan konteks tulisan.
Barang siapa yang menjadi pemenang dalam ”perang” tersebut, maka karyanyalah yang akan termuat. Tetapi bagi yang kalah akan menunggu giliran atau malah mendarat di tong sampah. Para pemenang dari ”perang-perang” tersebut secara alamiyah akan menjadikannya sebagai penulis. Meskipun secara alamiyah juga akan kalah dengan pertaruhan konsitensi akibat kesibukannya sendiri.
Zack Arya, adalah penulis muda Aceh yang lahir di luar kecamuk ”perang terbuka” media cetak. Ia menciptakan ruang ”perang” sendiri dengan menulis dan menerbitkan karyanya sendiri pula. Sebagai sebuah karya kualitasnya hingga sampai menjadi buku bukanlah sesuatu yang patut dipertanyakan. Karena ”perang” yang ia ciptakan adalah untuk kemenangannya sendiri.
Publik pembaca tidak pernah disuguhi fase kerja kreatif bagaimana ia sampai kepuncak pendokumentasian karya. Ketika sudah menjadi buku, maka iapun mau tidak mau akan menghadapi “perang” yang ia picu sendiri. Bedah karya barang kali adalah medan “perang” yang terpicu itu. Sang penulis harus mempertanggungjawabkan karyanya, mulai dari originalitas, muatan pesan moral dan lain-lain. Meskipun dari segi marketing hal terbut tidak mempengaruhi sebuah karya menjadi best seler atau tidak, karena publik mempunyai kreteria dan interes bacaan yang terkadang sulit di tebak.
Banyak hasil karya tulis yang dikukuhkan sebagai pemenang sebuah lomba tetapi tidak laku di pasaran. Sebaliknya sebuah karya yang lahir begitu saja tanpa melalui “perang” media dan seleksi publik justru “meledak”. Ayat-Ayat Cinta, atau sederetan karya Habiburrahman lainnya yang mendapat tempat menggembirakan dipasar-pasar buku adalah sebuah contoh.
Laskar Pelangi karya Andreas Hirata adalah contoh lain dimana sebuah karya yang lahir dari penulisnya sendiri tanpa melalui “perang-perang” karya di media. Berbeda dengan Abidah Al-Haleki dengan novelnya yang berjudul Perempuan Berkalung Surban yang selain menjadi salah satu novel besseler Indonesia juga sukses di layar lebar.
Titik perbedaanya adalah, Abidah Al-Haleki sudah melampaui “perang-perang” karya di media, namanya sudah cukup lama dikenal di Yogyakarta dengan sederetan karya sastranya yang dimuat di berbagai media cetak pusat dan daerah. Sementara Andreas Hirata dan Habiburrahman sebelumnya tidak pernah dikenal dalam “pertarungan” karya di media cetak Indonesia. Demikian pula dengan Zack Arya, namanya belum pernah terbaca dalam media cetak terbitan Aceh dengan karya sastra sesederhana apapun. Lalu tiba-tiba ia muncul dengan summit karyanya.
Tampaknya novel EL-Mansiyä mencoba mengikuti pola keberuntungan dua penulis Andreas Hirata dan Habiburrahman yang kini telah menjadi ikon penulis novel Indonesia mutakhir, mengalahkan Ayu Utami dengan novel Saman-nya, Helvitiana Rossa dan lain-lain. Hal tersebut bukan saja tampak dari segi desaigh cover tetapi juga formula cerita dan judul yang di Arab-Arab-kan.
Zack Arya yang bernama asli Zakaria Nur Elyasy kelahiran Bener Meriah 19 April 1984 ini tampaknya mengamati betul akan fenomena yang berhasil diraih oleh Habiburrahman dan Andreas Hirata. Tetapi pertanyaannya kemudian adalah; apakah novel EL-Mansiyä mempunyai intresting yang sama dengan karya-karya fenomenal tersebut yang bukan saja dalam bentuk cetak tetapi juga sukses di layar lebar? Apakah publik pembaca novel Aceh atau malah Indonesia mampu ia hipnotis dengan sajian karya tanpa publikasi yang memadai, dan apakah sebaran novel mampu menembus pasar-pasar potensial dengan jumlah eksemplar yang terbatas? Tak ada yang mustahil jika ikhtiar terus dipacu.
Hal positif El-Masiyä adalah karya dan buku pertama Zack Arya, yang membuktikan bahwa “perang tulisan” dan persaingan pemuatan karya tulis pada media cetak telah ia kesampingkan. Ia lahir bukan dari workshop atau sekolah non formal kepenulisan. Ia menciptakan dan menyelesaikan ”perang” dalam daya kreatifnya sendiri. Otodidak tulen dengan ambisi yang kuat, maka lahirlah novel El-Masiyä yang ditulis dan dipersiapkan dalam dua tahun dengan kualitas kertas yang cukup lux untuk ukuran kebayakan novel yang terbit di Indonesia. Menyajikan ekses konflik yang berimbas pada penderitaan rakyat, cinta dan kesetiaan adalah poin positif lainnya dari novel ini.
Kebalikan dari hal positif tersebut adalah frase kepenulisan terkesan tidak beraturan dan penggunaan perulangan kata yang mubazir, cenderung bertele-tele dan dramatisasi konflik yang dangkal, sehingga sulit ditemukan adanya plot cerita yang menggigit. Satu hal lagi yang terpenting bahwa penulis kurang berani mengambil sikap dalam mendiskripsikan alur, selayaknya setiap penulis harus menempatkan idealisme humanismenya dan rakyat yang tertindas sebagai ”Tuhan”. Hal ini tidak muncul karena penulis cenderung mengambil sikap ”aman” tanpa berani mengambil sikap memihak kepada yang lemah (rakyat), dan ini diakui oleh penulisnya sendiri.
Secara umum novel El-Masiyä berlatar konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Tentara Indonesia yang berimbas pada pada penderitaan rakyat, berkisah tentang Kamal dan Arnati sebagai tokoh utama cerita. Meskipun keduanya berasal dari budaya berbeda, Gayo dan Aceh, tetapi hati mereka terpaut dalam cinta. Dilema asmara keduanya bermula ketika kehadiran seorang Komandan Tentara di Ketapang Manyang, yang selanjutnya menanamkan budi pada Arnati dengan pamrih pinangan.
Rencana sang Komandan menggiring Arnati kepelaminan dikandaskan oleh guncangan Gempa dan bah Tsunami 26 Desember 2004. Bencana dahsyat itu bukan saja mengakhiri cinta ”kuasa” sang Komandan tetapi juga menyudahi penderitaan orang-orang Ketapang Manyang.
Letak menariknya novel EL-Mansiyä untuk disimak dari halaman ke halaman adalah pendiskripsian kehidupan sosial budaya masyarakat Aceh, bukan saja tentang adat dan ritual tetapi juga mistiknya.[]
Judul Buku : EL-Mansiyä
Penulis : Zack Arya
Penerbit : CV. Pede Grafika & Zecka Publisher
TahunTerbit : 2010
Tebal : xi + 321 Hlm
ISBN : 978-602-96760-0-6
*) Salman Yoga S, Sastrawan dan dosen Ilmu Komunikasi pada IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar