Rabu, 03 November 2010

Sajak Di Bawah Bayang-Bayang Rezim Tiran

Judul Buku : 50% Indonesia Merdeka; kumpulan puisi Heri Latief
Penulis : Heri Latief
Penerbit : Ultimus dan Lembaga Sastra Pembebasan
Terbitan I : Agustus 2008
Tebal Buku : xxii + 86
Peresensi : Denny Mizhar
http://www.sastra-indonesia.com/

Latar belakang penindasan rezim tiran yang tak kunjung padam di bangsa Indonesia. Kesewenang-wenangan penguasa terhadap rakyat, kapitalime tak surut-surut mengeksploitasi sumber daya-sumber daya bumi pertiwi akhirnya membuat rakyat tak berdaya, serta masih banyak lagi problematika yang sedang diderita bangsa Indonesia. Dari persoalan-persoalan tersebut kesadaran Heri Latief terpicu untuk menuangkan suara berontaknya dalam sajak-sajak yang terhimpun dalam buku 50% Merdeka, diterbitkan oleh Ultimus Bandung, Agustus 2008. Suara-suara perih yang dirasakan anak bangsa yang sebagian terwakilkan oleh Heri Latief, nampak jelas sekali dalam sajak-sajak yang ditulisnya.

Hal tersebut mengingatkan saya pada penyair Wiji Thukul yang sampai saat ini masih tidak diketahui keberadaanya. Akibat pergolakan dan perlawan rezim orde baru hingga tumbang yang melahirkan orde reformasi. Wiji Thukul hilang bersama 12 aktivis pro demokrasi lainnya saat itu. Sajak yang masih mengema sampai sekarang yang ditulis oleh wiji Thukul “hanya ada satu kata: Lawan!”. Perlawanan terhadap penindasan tidak akan pernah padam dari orang-orang yang memiliki kesadaran politik kritis. Bahwa ada penindasan yang dilakukan oleh penguasa dengan sewenang-wenang, entah itu penuasa politik, penguasa modal, penguasa wacana, penguasa agama.

Dalam pengantar buku 50 % Merdeka tersebut Eep Saefulloh Fatah mengatakan, bahwa banyak kegagalan orang dalam mengenal Heri Latief karena hanya sekedar menimbang gaya penulisan sajaknya tetapi alpa dalam membaca pesan-pesan tegas yang disampaikannya. Selain itu Eep juga mengutarakan perihal kepenyairan Heri Latief adalah penyair yang memihak hal tersebut didapatkan dari pembacaan atas sikap Heri Latief yang menegaskan pemihakan. Senada dengan Asahan Aidit seorang filolog dalam pengantar setelah Eep mengatakan, puisi-puisi Heri Latief adalah puisi hujatan, dakwaan, gugatan terhadap musuh-musuh rakyat. Yakni yang mebuat rakyat terhimpit, terbodohi, tertindas, akhirnya rakyat tak berdaya. Itulah yang dibela dalam sajak Heri Latief. Mari kita lihat, sebuah ajakan untuk menaikan kesadaran perlawan dalam sajak Heri Latief yang berjudul 50% Merdeka: ….. sedang di bawah banyak urusan penting/korban bencana alam mengigil kedinginan/rakyat perlu kepastian hukum dan keadilan/bukan pameran dukungan terhadap bekas tiran//ayo! mari kita bersama/menganyang keraguan/kita belum merdeka 100% bung!//sirajatega masih berkuasa/maka derita itu dobel bencana (hal.18)

Sangat nampak sekali dengan tegas tanpa mengunakan metafor bahwa sajak di atas mengajak untuk bersikap, karena kemerdekaan belum sepenuhnya didapat atau istilahnya, masih ada penjajahan walaupun di suasana kemerdekaan. Penjajahan itu bukan seperti jaman kolonialisme dahulu, penjahan dilakukan oleh anak bangsa sendiri pada rakyatnya. Penjajah tersebut diwakili oleh penguasa, dapat ditelisik pada ketidak pedulian penguasa pada penderitaan rakyat dengan politiknya tanpa nilai. Padahal sejatinya politik itu adalah mulia untuk mencapai kekuasaan dan kekuasaan untuk mensejahterahkan rakyat kata sosiolog klasik Ibnu Khaldun.

Hari Latif dalam sajak-sajaknya mengajak kita untuk sadar sejarah, bahwa ada kekelaman sejarah di bangsa Indonesia yakni peristiwa G3OS, dapat kita lihat dalam sajak yang berjudul 42 Tahun G30S: …. sejarah kita adalah penindasan/sekalipun dalam ruang mimpi/bermuara pada satu nama/:G30S//adalah kode buat jutaan korban/yang ditindas sampai hari ini/harga nyawa orang indonesia/murah meriah seperti obral besar! (hal.27). Kealpaan pada peristiwa yang menelan jutaan anak bangsa seakan tengelam begitu saja. Seperti kasus-kasus pelanggaran ham yang sampai kini hanya menjadi slogan penguasa dan tak pernah tuntas terjawab. Kasus tanjung priok, penghilangan orang, semanggi, pembunuhan munir, lumpur lapindo, dan lainnya masih memutar-mutar dalam benak luka bangsa Indonesia.

Selain itu, neoliberalisme juga memenjarahkan bangsa ini. Dengan agen-agennya hingga kita seakan mengiyakan satu sistem ekonomi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Agen neoliberalismen salah satunya adalah IMF dan Bank Dunia, dalam hal ini juga menjadi persoalan yang di tulis oleh Heri Latif dalam sajaknya yang berjudul Pameran Penindasan: teruslah menetek pada IMF-bank dunia/jangan berzikir atas nama kemiskinan/ jadilah pengemis bermentalitas budak/jagoan ilmu korupsi kampiun dunia tipsani//tak pernah berani mencoba ilmu berdikari/riwayatmu tak seindah zamrud katulistiwa/hancur-lebur dirajah gerombolan maling berdasi (hal.49). Dalam sajak ini mengisyaratkan apa yang pernah dikatakan di ungkap oleh Revrisond Baswir, tentang Mafia Berkeley yakni pejabat atau pemikir yang memihak pada ekonomi neoliberal bukan pada ekonomi kerakyatan. Hingga rakyat menjadi kehilangan keberdayaannya, padahal memberdayakan rakyat untuk mengambil hak-haknya dan berekonomi adalah harus dilakukan oleh pemerintah bukan sebaliknya membela orang asing dan menghisap rakyat kecil.

Itulah suara-suara kritis sajak Heri Latif, tetapi menurut saya ada perbedaan dengan sajak-sajak Wiji Thukul yang kritis. Perbedaannya terletak pada keterlibatan secara langsung dengan rakyat. Saya hanya mengamati pada riwayat biografi Heri Latif dan biografi Whiji Thukul. Jika Wiji Thukul terlibat pada pergolakan 1998, tetapi itu tak nampak pada keterlibatan Hari Latief. Nampaknya Heri Latief ketika menulis sajak, diungkap dari daya bayang dan empati pada rakyat tertindas, sedangkan Wiji Thukul terlibat dan merasakan penindasan itu sendiri hingga dia melawannya dan hilang. Hal tersebut saya telisik dari sajak yang dibuatnya kebanyakn di Belanda tempatnya berada kini. Tetapi bukan soal antara terlibat atau tidak yang menjadi soal adalah pesan atas kesadaran kritis melihat persoalan bangsa ini menjadi lebih penting. Melawan segala penindasan hingga manusia-manusia Indonesia menjadi bebas dan menikmati kemerdekaan 100%.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati