Selasa, 09 November 2010

The Mute’s Soliloquy’: Kebisuan Pramoedya Menggapai Dunia

Leila S. Chudori, Dewi Rina Cahyani
http://majalah.tempointeraktif.com/

Pramoedya menggetarkan dunia melalui kata-kata. Meski ia terkurung di sebuah pulau terpencil, dari tangannya dan dari nuraninya telah mengalir kata-kata yang memiliki kekuatan yang menukik ke dalam kalbu. Ia menulis dengan bahasa yang sederhana, tanpa pretensi, tanpa pembaruan dalam khazanah kesusatraan Indonesia, tetapi ia menggunakan riset dan data sejarah yang luar biasa mengagumkan. Kekayaannya lebih terletak pada ide dan bukan pada simbol atau imaji. Dia menjadi legenda karena produktivitasnya dan juga karena kehidupannya selama 14 tahun di Pulau Buru.

Dan 14 tahun yang kelabu, yang disebutnya sebagai sebuah “nyanyi sunyi” itu, akhirnya menggapai sebuah warga New York yang memadati Gedung Asia Society, yang hening mendengarkan kesaksiannya, akhir April lalu.

Meski kakinya dilarang melangkah ke luar negeri ini sejak 1959—dan penerbangannya ke AS April lalu adalah pertama kalinya setelah pelarangan itu—kata-kata Pram telah mencapai para pembacanya di berbagai negara dalam berbagai bahasa. Melihat jumlah bukunya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, tampaknya Pram adalah satu dari sedikit sastrawan Indonesia yang paling banyak diterjemahkan dan dikenal di dunia.

Di AS, seperti halnya di berbagai negara Barat lainnya, mereka mengenal Pram melalui The Fugitive (terjemahan Willem Samuels dari novel Perburuan); This Earth of Mankind (terjemahan Max Lane, dari novel Bumi Manusia); Footsteps (terjemahan Max Lane, dari novel Jejak Langkah), Child of all Nations, terjemahan Max Lane dari novel Anak Semua Bangsa); The Girl from the Coast (terjemahan Harry Aveling dari novel Gadis Pantai), sederetan kumpulan cerita pendek, serta yang baru saja diluncurkan April silam adalah The Mute’s Soliloquy, yang diterjemahkan dengan baik oleh Willem Samuels dari catatan Pulau Buru Pram yang berjudul Nyanyi Sunyi Seorang Bisu.

Bisu bagi Pramoedya adalah sebuah “senjata” perlawanan, bukan tanda menyerah atau menyetujui. Seperti juga yang diutarakan penyair Goenawan Mohamad dalam pidato pengantarnya saat peluncuran buku itu di New York, kebisuan Pramoedya tidak sama dengan ketakfasihan. Kebisuannya adalah sebuah pernyataan tentang penolakan (penindasan).

Dalam “pernyataan menolak” itulah Pram berdiri sebagai dirinya sendiri, hingga tampaknya kejujuran dan ketelanjangan perasaannya mampu menggetarkan. Melalui terjemahan Willem Samuels yang bukan saja menyadur, tetapi sekaligus mengedit dan menyusun kembali catatan yang semula tak dimaksudkan untuk diterbitkan itu, The Mute’s Soliloquy menjadi sebuah saksi yang sangat lantang.

Dibuka dengan bab “Natant Ruminations” (”Permenungan dan Pengapungan”), sebuah surat untuk anaknya, Pujoresmi, Samuels menerjemahkan surat ayahanda kepada calon pengantin baru itu sekaligus mengirim sebuah keharuan yang menyentuh.

“This young woman is my first child. I love her…. I also ask you—no, I forbid you—to ever strike her or hurt her in any way. And because you have asked for my daughter’s hand in the propper manner. I also ask you that if something happens and you find that you no longer want to be with her, that you return her to me just as she is now, in good health, and that thereafter you never call me again.”

Pesan seorang ayah kepada calon menantu ini, yang pasti akan langsung dipahami warga berbahasa apa pun, adalah sebuah pembukaan yang menyentak sekaligus mengharukan. Pada teks asli, Pramoedya menulis: “… anak ini kau pinta padaku untuk diperistri secara baik-baik, kalau karena sesuatu hal kau tak menyukainya lagi, kembalikan pula dia secara baik-baik padaku.”

Apa yang dilakukan Samuels memang bukan sebuah penerjemahan harfiah; bukan penerjemahan kata demi kata, tetapi penerjemahan sebuah kebudayaan ke dalam bahasa yang berbeda dari kebudayaan itu. Tak aneh, pesan sang ayah yang mengharukan sekaligus tegas itu kemudian membutuhkan tambahan “… and thereafter you never call me again”, suatu penjelasan sikap seorang ayah (Indonesia) kelak jika putrinya tercinta disia-siakan oleh menantunya. Dan konsep ini tentu saja tak mudah dijelaskan di dalam teks kecuali dengan penerjemahan yang integratif seperti ini.

Penerjemahan yang harfiah, yang barangkali seolah lebih “tepat”, adalah sebuah penerjemahan yang kemudian meruntuhkan karya asli. Itulah yang terjadi dengan penerjemahan sajak Rendra oleh Harry Aveling belasan tahun silam. “… wahai dik Narti/kupinang kau menjadi istriku…” menjadi “Hei, little sister Narti/I want you for my wife.” Dialog Bawuk dengan suaminya, Hasan, dalam cerita pendek Umar Kayam, Bawuk, yang berbunyi “Saya siap, Mas” diterjemahkan Aveling menjadi “Yes, husband, I am ready.”

Untuk tidak mengindahkan kebudayaan Jawa yang terpancar dalam kedua karya itu, artinya sang penerjemah tak mengindahkan arti penerjemahan yang hakiki. Sebutan “dik” yang digunakan Rendra dalam puisi ini tentu saja adalah panggilan untuk seorang kekasih, bukan seorang saudara perempuan. Sedangkan panggilan “mas” rasanya lebih baik dibiarkan apa adanya dengan catatan kaki, daripada diterjemahkan sebagai “husband”. Penerjemahan harfiah seperti ini akhirnya meruntuhkan nuansa estetika karya itu, dan syukurlah pada karya Pram keteledoran semacam ini tak terjadi.

Buku Nyanyi Sunyi Seorang Bisu pada dasarnya adalah kumpulan surat Pram kepada anak-anaknya—saat itu tak diketahui apakah akan tiba di tangan yang dituju atau tidak—yang tercecer di beberapa pihak. Adalah Samuels yang rajin berkunjung ke beberapa pihak yang memegang bahan-bahan tersebut—hingga ke negeri Belanda—dan menyusun serta menyunting berbagai surat ini agar tak terjadi pengulangan yang tak perlu untuk pembaca non-Indonesia. Penyuntingan juga terjadi pada beberapa bagian yang dianggap tak relevan bagi pembaca Barat, misalnya, “Nama-nama jenderal yang detail tidak perlu disebut,” tutur Samuels. Samuels mengaku sekitar 30 persen dari karya asli—misalnya bagian yang sangat detail tentang sejarah Indonesia—dibuangnya.

Tentu saja penyuntingan dan penerjemahan ini dilakukan atas kerja sama yang erat dengan penulisnya sendiri. Samuels mengaku mulai menerjemahkan dan mengumpulkan bahan selama hampir 10 tahun atas inisatif sendiri, sementara Pram baru mulai bergabung dua tahun terakhir.

Pada bagian lain, Pram berdiri dengan “telanjang” tentang kehidupan pribadinya. Pada bab “For Better or For Worse”, sepucuk surat untuk putrinya Anggraini adalah sebuah surat seorang ayah yang jujur kepada perasaan cinta. Seorang anak yang mempertanyakan hubungan ayah dan ibunya, yang kemudian bercerai, dan mempertanyakan adakah Maemunah Thamrin, istri Pram kini, yang telah menyebabkan itu semua.

Ini sebuah kisah yang pribadi. Tetapi Pram merasa wajib menceritakan dari sisinya karena pada akhinya sang putri, yang saat itu telah memasuki usia dewasa, rusuh oleh desas-desus keji seputar kehidupan perkawinan orang tuanya. “The simple truth is your mama was never completely happy, never completely satisfied with me. The same thing can be said for me…,” tuturnya ketika ia mulai membuka sebuah babak yang kelabu dalam kehidupan masa lalu pernikahannya yang pertama. Seluruh kisah itu mungkin bagai drama televisi biasa. Istri yang tak bahagia, suami yang rendah diri, dan jalan mencari kehidupan dan kebahagiaan.

“How could this happen? My father was a failure in those respect, and now my own wife thought the same of me. Also in my mind was the thought that a marital crisis is never just one person’s problem. At the very least it concerns two people….”

Pada bagian ini, Samuels bukan hanya menjadi jembatan bagi hati Pram yang tengah berbicara dalam bisu, tetapi The Mute’s Soliloquy kemudian seperti menjadi satu karya lain—dari Nyanyi Sunyi…—karena pengungkapan Pram dalam bahasa Inggris (atau tepatnya dalam kosakata Samuels) menjadi sebuah karya yang lebih rapi dan komprehensif. Samuels mengaku menyusun draft empat kali karena banyak pemikiran Pram yang meloncat-loncat yang harus disunting. Dan kerja keras selama 10 tahun menerjemahkan, menyunting, memotong, merapikan itu berbuah sebuah buku hard cover dengan desain yang bagus berjudul The Mute’s Soliloquy, yang kini terpajang di toko-toko buku AS.

Melalui catatan yang mencapai pojok dunia itu, “kebisuan” Pram sudah sirna.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati