Minggu, 13 Februari 2011

Sastra dan Sejarah

Rifqi Muhammad
http://pawonsastra.blogspot.com/

Dalam dunia kesusastraan Indonesia, agaknya tidak sedikit novel-novel yang bercerita mengenai sejarah. Wajar memang, sebab selain memiliki keleluasaan, genre sastra inilah yang memungkinkan untuk ditulis dengan menggunakan repertoar (repertoire) peristiwa historis. Di samping itu, novel juga ditunjang oleh kemampuannya untuk mengekspresikan secara rinci dan gamblang semua unsur sastra yang mencakup tema, fakta, dan sarana. Secara sederhana, bisa kita pahami bahwa genre sastra yang satu ini berkisah tantang cerita lampau. Hal yang tidak berbeda degan ilmu sejarah. Meski terkesan kaku karena terbalut kaidah metodologis, pada dasarnya ilmu sejarah adalah cerita.

“Serupa tapi tak sama”, demikianlah kiranya kata yang tepat untuk kedua kategori tersebut. Bila keduanya bersanding, maka akan ada banyak kemungkinan. Di samping keduanya bisa bersanding secara mesra dan saling melengkapi, namun tak menutup kemungkinan antara keduanya malah saling bertolak belakang. Hal itu tentu berkat beragam faktor yang membentuk entitas itu sendiri. Di satu sisi novel bisa bebas mengutak-atik cerita tentang lampau. Sebaliknya, ilmu sejarah hanya diperkenankan untuk menguak cerita sebenarnya dengan kebenaran yang harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Konsekuensinya, cerita yang diangkat oleh sastra—dalam hal ini adalah novel sejarah—bisa benar-benar terjadi, sedikit melenceng, bisa pula berbeda sama sekali. Sedangkan sejarah, memiliki kaidah keilmuan dan metodologi yang harus dipatuhi.

Tak bisa dielak, karena memiliki medan yang sama, persinggungan antara sejarah dengan sastra menjadi sebuah keniscayaan. Dalam fenomena konkret, tak jarang keduanya harus terlibat tarik ulur kebenaran dalam konteks cerita yang mereka usung. Sebab, tak hanya cerita produk sejarah, produk sejarah cerita yang diungkap oleh sastra juga terkadang diakui kebenarannya. Meski memang meninggalkan banyak kesan tanya. Sebab, pada dasarnya kita kadang kesulitan membedakan mana yang riil dan mana yang ilusi. Namun, pada dekade-dekade terakhir, agaknya hubungan antara sastra dengan sejarah banyak menjadi hubungan pertentangan.

Beberapa kasus mengenai fenomena tersebut banyak terjadi. Saat munculnya novel Rahasia Meede karya ES Ito misalnya. Novel yang berkisah tentang rahasia harta karun VOC ini merekonstruksi banyak hal, mulai dari rahasia kebangkrutan VOC, sampai adanya hutang negara saat merdeka. Tak ayal, novel ini menjadi perdebatan hangat di kalangan akademisi ilmu sejarah. Contoh lain misalnya novel Da Vinci Code karya Dan Brown. Meski sebetulnya bukan karya novelis Indonesia, namun novel ini sempat mewarnai dinamika sastra Indonesia. Dalam konteks tumpang tindih kebenaran sejarah, novel ini sempat membuat kalangan gereja kebakaran jenggot. Ia mampu menggurat kebenaran cerita yang berbeda dari yang selama ini diamini oleh kalangan gereja. Novel ini menggoyangkan iman jemaat kristiani dengan mengungkap cerita penyembunyian beberapa kanon kitab suci oleh gereja. Pada titik ini, seakan terjadi pertentangan yang membawa kemenangan sastra dan sementara ilmu sejarah kian dipertanyakan. Benarkah demikian?

Laiknya media penyampai pesan yang lain, pada dasarnya sastra pun memiliki kekuatan daya gebrak yang luar biasa. Sebagaimana contoh di atas, saking kuatnya kekuatan sastra, kemapanan sejarah, bahkan dunia keilmuan, mampu kalap dibuatnya. Hal serupa juga dikatakan Hari Leo, “Sastra memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi masyarakat secara luas”. Padahal sebetulnya—kalau boleh dibilang—sastra merupakan sesuatu yang remeh-temeh. Sastra hanyalah ide dan seluruh pemikirannya penulis dapat dituangkan dalam buah cerita. Namun, muatan ide, mulai sederhana hingga luar biasa, inilah yang kemudian sangat menakutkan. Terutama apabila hal itu menyangkut sesuatu yang sensitif yang sudah tertanam mapan, misalnya agama. Belum lagi apabila sastra tersebut lebih bisa meyakinkan pembaca dengan pola penceritaan yang dipenuhi dengan logika dan data. Tentunya hal tersebut akan bisa memberikan akibat yang tidak sedikit.
Pada kasus-kasus pertentangan antara sastra dan sejarah, tampaknya bisa dikatakan, seakan-akan para novelis sejarah hendak mengajak kita untuk mengukur-ukur sejarah. Rasa-rasanya semacam terbuka persaingan antara keduanya untuk menguak fakta sejarah di sana-sini. Pada satu sisi, sejarah mengorganisasi data-data yang ketat sebagai senjata pengungkap. Sedangkan pada pihak lain, sastra mengatasinya logika ceritanya dengan imajinasi yang memadu. Bisa dibilang, —meminjam istilah Doni Gahral Adian— ini adalah persandingan antara epistemologi dengan estetika.

Kalau kita tilik lebih lanjut, sebetulnya pergulatan sastra dan sejarah bukanlah hal yang baru dalam dunia kesusastraan kita. Beberapa novel tantang sejarah telah banyak beredar, misalnya trilogi Rara Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri karya Mangunwijaya, novel-novel karya Pandir Kelana dan Trilogi Gadis Tangsi Suparto Brata. Namun fenomena menarik seputar tumpang tindih, tarik menarik, atau arogansi kebenaran, baru muncul pada dekade-dekade terakhir.

Meski demikian, bukan berarti sastra atau novel-novel sejarah terdahulu tidak menyisakan kesan zaman. Mereka juga menoreh goresannya masing-masing, tetapi tidak berada dalam koridor yang saya maksudkan. Novel-novel tersebut pada umumnya berjalan dengan membawa semangat zamannya masing-masing. Ia menjadi solusi atas keadaan sosial dan tidak banyak menyisakan kontradiksi. Misalnya, cerpen karya Ki Panji Kusmin “Langit Makin Mendung” yang pernah menghebohkan sastra Indonesia pada periode 60-an. Karya Senja di Jakarta milik Mokhtar Lubis yang dinilai mengkritik Soekarno. Novel lain misalnya Para Priyayi dan Jalan Menikung, serta Sri Sumarah karya Umar Kayam. Bahkan novel yang terakhir, digunakan sebagai jalur singkat untuk orang (asing) yang ingin mengetahui seluk beluk orang dan budaya Jawa. Dalam konteks ini, fenomena sastra terdahulu malah mencerminkan adanya korelasi positif antara sastra dan sejarah.
Kalau melihat sastra sejarah yang kini banyak beredar, seakan semacam ada perubahan kesan antara yang dulu dengan sekarang. Namun agar lebih bisa membedakan, mari kita bergumul terlebih dahulu beberapa novel berikut. Dalam ramuan fiktif Genduk Duku Karya Mangunwijaya, diungkap tahun-tahun terakhir pemerintahan Sultan Agung. Untuk novel tersebut, meskipun guratan fakta dan data historisnya diakui, namun kebenarannya tidak dipertentangkan dengan kebenaran produk sejarah. Bahkan tak jarang novel tersebut digunakan untuk sumber-sumber historis. Pola yang sama juga terjadi pada novel-novel lain. Misalnya novel Lusi Lindri yang memantau suasana dalam fakta historis raja kejam Kerajaan Mataram, Sultan Mangkurat I (abad 17). Dramatisasi Nuansa zaman yang diciptakan pun diakui dan tidak ditentangkan dengan data-data studi sejarah.

Mencermati kisah-kisah di atas, sebetulnya ada kemungkinan bagi keduanya untuk tidak saling mengagahi. Keduanya bisa berjalin kelindan secara serasi dan bersama-sama berjalan membawa cerita-cerita lampau. Dalam hal ini, ramuan fiktif dan data-data kaku sejarah bisa bersanding dan saling melengkapi. Meskipun demikian, tampaknya tetap ada persoalan yang membuatnya berjarak. Beberapa hal yang sekiranya bisa menjadi persoalan misalnya pertanyaan apakah “sejarah” dalam sastra dapat menjadi sumber sejarah atau apakah gengsi ilmiah mau mempertimbangkan dan memperhitungkannya? Beberapa persoalan sejenis tetap akan muncul. Namun demikian, yang sebetulnya penting, antara keduanya tetap terjadi integrasi dan tidak membawa akibat kebingungan sosial akibat saling menggagahi.

Sayangnya, kini di tengah munculnya novel-novel sejarah, perbedaan nuansa antara sejarah dengan sastra bisa memantik persoalan. Sastra-sastra sejarah sekarang muncul, sering menimbulkan akibat kontradiktif dengan pemahaman kebenaran sejarah yang sebelumnya tertata dalam masyarakat. Tak ayal, keberadaan kebenaran sastra banyak dibincangkan dan dipertanyakan. Minimal, pertanyaan batasan antara rekayasa imajinatif dengan data nyata selalu di kulik-kulik. Akibatnya kita menjadi sulit memposisikan bagaimana realita fiksional dalam fakta sejarah. Beberapa hal tersebutlah yang semakin membentangkan sejarah dan sastra.

Meskipun ada beberapa kalangan yang bersepakat mendamaikan keduanya. Namun hal itu tetap membawa kesan distingsi. Sastra hanya didudukkan sebagai fakta mental. Ia bisa dipertimbangkan bila mampu melewati berbagai filter, baik itu proses komparasi, evaluasi, dan lain-lain. Setelah lolos barulah ada kemungkinan bagi sastra untuk digunakan sebagai salah satu sumber sejarah. Pada hal ini, seakan sastra didudukan pada level rendah.

Padahal, pengarang sastra adalah “koki” fiksi. Di tangannya, fakta(data mentah) diolah agar siap saji. Dengan rumus tertentu, koki itulah yang kemudian membubuhi data dengan aroma-aroma dan performa memesona. Alhasil, makin tinggi imajinasi koki fiksi, tinggi pula kelezatan, banyak pula orang-orang dibuatnya terlena. Praktis, makin mengundang selera [baca]. Padahal, kalau kadar bumbu terlalu banyak, semakin besar pulalah jarak terbentang kemungkinan kebenaran karya sastra tersebut diakui sebagai sesuatu yang “menyejarah”.

Entahlah, apakah dalam dunia sastra hal tersebut layak menjadi perdebatan yang penting atau bukan. Meskipun tampaknya memang tak mengurangi kadar kemungkinan menyejarahnya karya tersebut namun sebetulnya pengakuan terhadap cerita sejarahnyalah yang terkurangi.

Rifqi Muhammad, lahir di Pekalongan, 4 April 1987. Alamat Jl Kembang Merak No B-21, Bulaksumur, Yogyakarta. Aktivitas di BPPM Balairung UGM dan Komunitas Kembang Merak. Email rifqimail@gmail.com.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati