Rifqi Muhammad
http://pawonsastra.blogspot.com/
Dalam dunia kesusastraan Indonesia, agaknya tidak sedikit novel-novel yang bercerita mengenai sejarah. Wajar memang, sebab selain memiliki keleluasaan, genre sastra inilah yang memungkinkan untuk ditulis dengan menggunakan repertoar (repertoire) peristiwa historis. Di samping itu, novel juga ditunjang oleh kemampuannya untuk mengekspresikan secara rinci dan gamblang semua unsur sastra yang mencakup tema, fakta, dan sarana. Secara sederhana, bisa kita pahami bahwa genre sastra yang satu ini berkisah tantang cerita lampau. Hal yang tidak berbeda degan ilmu sejarah. Meski terkesan kaku karena terbalut kaidah metodologis, pada dasarnya ilmu sejarah adalah cerita.
“Serupa tapi tak sama”, demikianlah kiranya kata yang tepat untuk kedua kategori tersebut. Bila keduanya bersanding, maka akan ada banyak kemungkinan. Di samping keduanya bisa bersanding secara mesra dan saling melengkapi, namun tak menutup kemungkinan antara keduanya malah saling bertolak belakang. Hal itu tentu berkat beragam faktor yang membentuk entitas itu sendiri. Di satu sisi novel bisa bebas mengutak-atik cerita tentang lampau. Sebaliknya, ilmu sejarah hanya diperkenankan untuk menguak cerita sebenarnya dengan kebenaran yang harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Konsekuensinya, cerita yang diangkat oleh sastra—dalam hal ini adalah novel sejarah—bisa benar-benar terjadi, sedikit melenceng, bisa pula berbeda sama sekali. Sedangkan sejarah, memiliki kaidah keilmuan dan metodologi yang harus dipatuhi.
Tak bisa dielak, karena memiliki medan yang sama, persinggungan antara sejarah dengan sastra menjadi sebuah keniscayaan. Dalam fenomena konkret, tak jarang keduanya harus terlibat tarik ulur kebenaran dalam konteks cerita yang mereka usung. Sebab, tak hanya cerita produk sejarah, produk sejarah cerita yang diungkap oleh sastra juga terkadang diakui kebenarannya. Meski memang meninggalkan banyak kesan tanya. Sebab, pada dasarnya kita kadang kesulitan membedakan mana yang riil dan mana yang ilusi. Namun, pada dekade-dekade terakhir, agaknya hubungan antara sastra dengan sejarah banyak menjadi hubungan pertentangan.
Beberapa kasus mengenai fenomena tersebut banyak terjadi. Saat munculnya novel Rahasia Meede karya ES Ito misalnya. Novel yang berkisah tentang rahasia harta karun VOC ini merekonstruksi banyak hal, mulai dari rahasia kebangkrutan VOC, sampai adanya hutang negara saat merdeka. Tak ayal, novel ini menjadi perdebatan hangat di kalangan akademisi ilmu sejarah. Contoh lain misalnya novel Da Vinci Code karya Dan Brown. Meski sebetulnya bukan karya novelis Indonesia, namun novel ini sempat mewarnai dinamika sastra Indonesia. Dalam konteks tumpang tindih kebenaran sejarah, novel ini sempat membuat kalangan gereja kebakaran jenggot. Ia mampu menggurat kebenaran cerita yang berbeda dari yang selama ini diamini oleh kalangan gereja. Novel ini menggoyangkan iman jemaat kristiani dengan mengungkap cerita penyembunyian beberapa kanon kitab suci oleh gereja. Pada titik ini, seakan terjadi pertentangan yang membawa kemenangan sastra dan sementara ilmu sejarah kian dipertanyakan. Benarkah demikian?
Laiknya media penyampai pesan yang lain, pada dasarnya sastra pun memiliki kekuatan daya gebrak yang luar biasa. Sebagaimana contoh di atas, saking kuatnya kekuatan sastra, kemapanan sejarah, bahkan dunia keilmuan, mampu kalap dibuatnya. Hal serupa juga dikatakan Hari Leo, “Sastra memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi masyarakat secara luas”. Padahal sebetulnya—kalau boleh dibilang—sastra merupakan sesuatu yang remeh-temeh. Sastra hanyalah ide dan seluruh pemikirannya penulis dapat dituangkan dalam buah cerita. Namun, muatan ide, mulai sederhana hingga luar biasa, inilah yang kemudian sangat menakutkan. Terutama apabila hal itu menyangkut sesuatu yang sensitif yang sudah tertanam mapan, misalnya agama. Belum lagi apabila sastra tersebut lebih bisa meyakinkan pembaca dengan pola penceritaan yang dipenuhi dengan logika dan data. Tentunya hal tersebut akan bisa memberikan akibat yang tidak sedikit.
Pada kasus-kasus pertentangan antara sastra dan sejarah, tampaknya bisa dikatakan, seakan-akan para novelis sejarah hendak mengajak kita untuk mengukur-ukur sejarah. Rasa-rasanya semacam terbuka persaingan antara keduanya untuk menguak fakta sejarah di sana-sini. Pada satu sisi, sejarah mengorganisasi data-data yang ketat sebagai senjata pengungkap. Sedangkan pada pihak lain, sastra mengatasinya logika ceritanya dengan imajinasi yang memadu. Bisa dibilang, —meminjam istilah Doni Gahral Adian— ini adalah persandingan antara epistemologi dengan estetika.
Kalau kita tilik lebih lanjut, sebetulnya pergulatan sastra dan sejarah bukanlah hal yang baru dalam dunia kesusastraan kita. Beberapa novel tantang sejarah telah banyak beredar, misalnya trilogi Rara Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri karya Mangunwijaya, novel-novel karya Pandir Kelana dan Trilogi Gadis Tangsi Suparto Brata. Namun fenomena menarik seputar tumpang tindih, tarik menarik, atau arogansi kebenaran, baru muncul pada dekade-dekade terakhir.
Meski demikian, bukan berarti sastra atau novel-novel sejarah terdahulu tidak menyisakan kesan zaman. Mereka juga menoreh goresannya masing-masing, tetapi tidak berada dalam koridor yang saya maksudkan. Novel-novel tersebut pada umumnya berjalan dengan membawa semangat zamannya masing-masing. Ia menjadi solusi atas keadaan sosial dan tidak banyak menyisakan kontradiksi. Misalnya, cerpen karya Ki Panji Kusmin “Langit Makin Mendung” yang pernah menghebohkan sastra Indonesia pada periode 60-an. Karya Senja di Jakarta milik Mokhtar Lubis yang dinilai mengkritik Soekarno. Novel lain misalnya Para Priyayi dan Jalan Menikung, serta Sri Sumarah karya Umar Kayam. Bahkan novel yang terakhir, digunakan sebagai jalur singkat untuk orang (asing) yang ingin mengetahui seluk beluk orang dan budaya Jawa. Dalam konteks ini, fenomena sastra terdahulu malah mencerminkan adanya korelasi positif antara sastra dan sejarah.
Kalau melihat sastra sejarah yang kini banyak beredar, seakan semacam ada perubahan kesan antara yang dulu dengan sekarang. Namun agar lebih bisa membedakan, mari kita bergumul terlebih dahulu beberapa novel berikut. Dalam ramuan fiktif Genduk Duku Karya Mangunwijaya, diungkap tahun-tahun terakhir pemerintahan Sultan Agung. Untuk novel tersebut, meskipun guratan fakta dan data historisnya diakui, namun kebenarannya tidak dipertentangkan dengan kebenaran produk sejarah. Bahkan tak jarang novel tersebut digunakan untuk sumber-sumber historis. Pola yang sama juga terjadi pada novel-novel lain. Misalnya novel Lusi Lindri yang memantau suasana dalam fakta historis raja kejam Kerajaan Mataram, Sultan Mangkurat I (abad 17). Dramatisasi Nuansa zaman yang diciptakan pun diakui dan tidak ditentangkan dengan data-data studi sejarah.
Mencermati kisah-kisah di atas, sebetulnya ada kemungkinan bagi keduanya untuk tidak saling mengagahi. Keduanya bisa berjalin kelindan secara serasi dan bersama-sama berjalan membawa cerita-cerita lampau. Dalam hal ini, ramuan fiktif dan data-data kaku sejarah bisa bersanding dan saling melengkapi. Meskipun demikian, tampaknya tetap ada persoalan yang membuatnya berjarak. Beberapa hal yang sekiranya bisa menjadi persoalan misalnya pertanyaan apakah “sejarah” dalam sastra dapat menjadi sumber sejarah atau apakah gengsi ilmiah mau mempertimbangkan dan memperhitungkannya? Beberapa persoalan sejenis tetap akan muncul. Namun demikian, yang sebetulnya penting, antara keduanya tetap terjadi integrasi dan tidak membawa akibat kebingungan sosial akibat saling menggagahi.
Sayangnya, kini di tengah munculnya novel-novel sejarah, perbedaan nuansa antara sejarah dengan sastra bisa memantik persoalan. Sastra-sastra sejarah sekarang muncul, sering menimbulkan akibat kontradiktif dengan pemahaman kebenaran sejarah yang sebelumnya tertata dalam masyarakat. Tak ayal, keberadaan kebenaran sastra banyak dibincangkan dan dipertanyakan. Minimal, pertanyaan batasan antara rekayasa imajinatif dengan data nyata selalu di kulik-kulik. Akibatnya kita menjadi sulit memposisikan bagaimana realita fiksional dalam fakta sejarah. Beberapa hal tersebutlah yang semakin membentangkan sejarah dan sastra.
Meskipun ada beberapa kalangan yang bersepakat mendamaikan keduanya. Namun hal itu tetap membawa kesan distingsi. Sastra hanya didudukkan sebagai fakta mental. Ia bisa dipertimbangkan bila mampu melewati berbagai filter, baik itu proses komparasi, evaluasi, dan lain-lain. Setelah lolos barulah ada kemungkinan bagi sastra untuk digunakan sebagai salah satu sumber sejarah. Pada hal ini, seakan sastra didudukan pada level rendah.
Padahal, pengarang sastra adalah “koki” fiksi. Di tangannya, fakta(data mentah) diolah agar siap saji. Dengan rumus tertentu, koki itulah yang kemudian membubuhi data dengan aroma-aroma dan performa memesona. Alhasil, makin tinggi imajinasi koki fiksi, tinggi pula kelezatan, banyak pula orang-orang dibuatnya terlena. Praktis, makin mengundang selera [baca]. Padahal, kalau kadar bumbu terlalu banyak, semakin besar pulalah jarak terbentang kemungkinan kebenaran karya sastra tersebut diakui sebagai sesuatu yang “menyejarah”.
Entahlah, apakah dalam dunia sastra hal tersebut layak menjadi perdebatan yang penting atau bukan. Meskipun tampaknya memang tak mengurangi kadar kemungkinan menyejarahnya karya tersebut namun sebetulnya pengakuan terhadap cerita sejarahnyalah yang terkurangi.
Rifqi Muhammad, lahir di Pekalongan, 4 April 1987. Alamat Jl Kembang Merak No B-21, Bulaksumur, Yogyakarta. Aktivitas di BPPM Balairung UGM dan Komunitas Kembang Merak. Email rifqimail@gmail.com.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar