Senin, 21 Maret 2011

Godaan Puisi Dalam Politik

Bandung Mawardi*
Pikiran Rakyat, 23 Agus 2008

KONDISI politik Indonesia mulai masuk dalam dunia kata dan imajinasi. Perdebatan dalam wacana pemimpin tua dan muda menjadi ramai dengan sekian pernyataan politik dalam konstruksi bahasa imajinatif. Puisi menjadi pilihan untuk merumuskan pemikiran atas konsep kekuasaan dengan pertimbangan efek estetika dan sosial-politik.

Berita mengejutkan muncul dari Tifatul Sembiring (Presiden PKS) yang membacakan “Mega Pantun” di Bandung (Senin, 2 Agustus 2008) untuk memberi tanggapan balik dan tantangan pada Megawati Soekarnoputri. Pantun itu lahir dari tegangan perdebatan politik mengenai pemilihan presiden 2009 dalam konteks kaum muda dan kaum tua. Kehadiran pantun itu menjadi sesuatu yang unik dan menggelitik sebab tradisi politik Indonesia sejak Orde Baru selalu terkungkung dalam bahasa-bahasa formal dan retorika kaku.

Tifatul Sembiring mengungkapkan bahwa pembacaan pantun itu untuk merespons semua capres. Tifatul dengan eksplisit hendak mengambil posisi beda dari perdebatan panas antarcapres dengan pernyataan-pernyataan politis. Penempatan pantun sebagai hiburan tentu menjadi fenomena menarik dalam perpolitikan Indonesia. Tifatul memberi kesadaran kritis bahwa dalam arus dan alur politik Indonesia membutuhkan hiburan. Hiburan itu dalam pengertian Tifatul adalah pantun politik.

Inilah petikan pantun politik dari Tifatul Sembiring: Anak balita bertopi merah / Topi terbuat dari bahan katun / Daripada ibu jadi pemarah / Lebih baik kita berbalas pantun // Jadi pemimpin mesti telaten / Sambangi rakyat yang tak berbaju / Kalau ibu nak jadi presiden / Monggo kerso silakan maju // Buat apa pergi ke seberang / Airnya susu banyak berbatu / Buat apa melarang orang / Dah terbayang kursi RI satu. Apa pantun ini patut dibaca dan sekadar ditafsirkan sebagai hiburan? Tifatul Sembiring memang genit untuk masuk dalam perdebatan politik yang penuh godaan dan risiko untuk wacana pilihan presiden 2009. Pantun itu lebih dari sekadar hiburan sebab ada substansi mengenai ide, kritik, dan kepentingan politik.

Mengapa Tifatul memilih bentuk pantun? Pertanyaan ini patut diajukan untuk mengetahui peran pantun itu dalam konteks estetika dan politik. Pantun memang memiliki sistem longgar untuk mengungkapkan perasaan atau pikiran. Pantun dengan konvensi-konvensi estetika (sampiran dan isi) memungkinkan seseorang dengan lihai memainkan bahasa dan imajinasi. Tifatul dengan canggih memilih bentuk pantun itu untuk pengungkapan terbuka dengan tingkat sensitivitas politik yang tinggi. Pantun mungkin jadi juru bicara ampuh untuk Tifatul ketimbang dia membaca teks pidato atau menulis risalah politik untuk publik. Pantun satu sisi menjadi representasi pandangan politik dan di sisi lain menjadi kesadaran estetis pemain politik untuk sadar bahasa dan imajinasi.

Fenomena puisi (pantun) masuk politik memang sesuatu yang masih ganjil untuk konteks Indonesia. Ignas Kleden (Menulis Politik: Indonesia sebagai Utopia, 2001) mengingatkan bahwa puisi dan politik berada dalam ambivalensi yang sama. Puisi dan politik berjumpa dalam serba kemungkinan. Ignas Kladen memberi suatu pemahaman historis bahwa politik mulai zaman Bismarck adalah seni kemungkinan (the art of the possible) dan puisi mulai zaman Aristoteles adalah dunia kemungkinan (the wordl of the possible). Pembayangan Ignas Kleden atas kondisi Indonesia adalah politik sebagai seni kemungkinan bisa menemukan dirinya kembali dalam puisi sebagai dunia kemungkinan.

Pantun politik Tifatul adalah lanjutan dari fragmen politik mutakhir. Kesadaran estetika dan imajinasi dalam lakon politik Indonesia mulai eksplisit melalui iklan-iklan politik dan agenda-agenda politik-kebudayaan. Fenomena mengejutkan mulai kentara pada penampilan iklan politik Sutrisno Bachir (Ketua Umum PAN) menjelang puncak peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Iklan politik itu eksplisit menghadirkan kesadaran estetika dengan pemakaian referensi puisi “Diponegoro” dari Chairil Anwar. Kutipan penting untuk roh iklan politik itu: “Sekali berarti, sudah itu mati.”

Ungkapan itu menjadi acuan untuk interpretasi politis: “sekali berarti” adalah sebuah penegasan bahwa esensi kehidupan adalah perbuatan, kehendak untuk mencipta, dorongan untuk memberi yang terbaik, serta semangat untuk menjawab tantangan zaman. Tafsir itu hendak mencitrakan sosok dan pandangan Sutrisno Bachir mengenai kondisi Indonesia. Sutrisno Bachir lalu dengan taktis memakai ungkapan “hidup adalah perbuatan” sebagai aporisma politik yang estetis dan imajinatif dalam konteks politik. Iklan politik itu jadi bukti kontribusi Sutrisno dalam konstruksi politik Indonesia mutakhir dengan referensi puisi Chairil Anwar dan kesadaran atas imajinasi politik.

Pencitraan Sutrino Bachir dalam iklan politik merupakan realisasi dari kerja sama dengan tim produksi dari Rizal. Sentuhan-sentuhan estetika itu mungkin berasal dari Rizal untuk memberi karakteristik kuat dan implikatif. Iklan politik itu memang sanggup menjadi pusat perhatian publik dan memberi kesan progresif dalam penggarapan iklan sesuai dengan wacana kebudayaan visual mutakhir. Iklan politik dengan referensi puisi mulai mendapatkan perhatian besar dari pemain politik dan publik.

Kesadaran estetis dan imajinasi politik pun kentara dalam iklan politik Rizal Mallarangeng yang memutuskan untuk maju sebagai calon presiden. Aporisma terkenal dari Rizal adalah “If there is a will there is a way” (Jika ada kemauan, selalu ada jalan terbuka). Rizal dengan sadar memilih karakter estetik untuk menjadi jembatan dalam komunikasi dengan publik. Kesadaran itu mulai mengesankan kekuatan dan identitas intelektual dalam pemakaian bahasa Inggris. Rizal cenderung menampilkan diri sebagai sosok intelektual yang patut untuk menjadi pemimpin di Indonesia. Pemakaian bahasa Inggris itu mungkin terasa paradoks dengan kondisi masyarakat literasi Indonesia yang terbiasa masuk dalam wacana politik dengan bahasa Indonesia. Bahasa Inggris memang belum lazim untuk jadi pilihan komunikasi politik dengan publik.

Citra intelektual Rizal mungkin pengaruh selama studi dan menjadi pengajar di Amerika Serikat. Pengaruh itu semakin kentara dengan referensi puisi yang dihadirkan Rizal dalam advertorial di koran nasional. Advertorial dengan judul “Surat buat Semua” mencantumkan kutipan puisi dari penyair Robert Frost dari Amerika. Proses atau jalan politik yang ditempuh Rizal dalam perpolitikan Indonesia ingin menemukan pembenaran dengan acuan ungkapan terkenal dari Robert Frost: “This is a road less-traveled bay”. Rizal dengan kutipan puisi itu membayangkan bahwa ada pertemuan imajinasi dan kondisi riil dalam politik Indonesia.

Sutrisno Bachir dan Rizal Mallarangeng memosisikan diri sebagai pemain dengan referensi puisi. Posisi itu berbeda dengan Tifatul Sembiring yang berani menjadi pemain dengan pantun politik. Tifatul memang selama ini tidak dikenal sebagai penyair, tetapi kehadiran pantun politik itu membuktikan kesanggupan dan kesadaran Tifatul bahwa politik butuh imajinasi atau permainan bahasa yang estetis. Pemain (capres) lain yang belum tampil terbuka dengan iklan politik atau puisi adalah M. Fadjroel Rachman dan Ratna Sarumpaet. M. Fadjroel Rachman memang seorang penyair, esais, dan novelis. Kompetensi sastra itu itu belum jadi juru bicara ampuh dalam komunikasi politik meski Fadjroel Rachman sebelum pencalonan diri sudah menerbitkan buku kumpulan puisi Catatan Bawah Tanah (1993) dan Sejarah Lari Tergesa (2004). Ratna Sarumpaet sebagai seniman yang intens dalam teater dan sempat mengurusi Dewan Kesenian Jakarta juga belum hadir dengan puisi untuk komunikasi politik dengan publik.

Politik Indonesia menjadi ramai dan imajinatif dengan puisi. Pemakaian bahasa dengan bentuk puisi bisa melawan (menandingi) kodifikasi bahasa politik Indonesia yang selama ini cenderung kaku, formal, dan prosais. Politik menjadi pelangi dan reflektif karena puisi memberi hak untuk sekian interpretasi dengan tegangan teks dan realitas. Begitu.***

*) Peneliti Kabut Institut (Solo)
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2008/08/esai-godaan-puisi-dalam-politik.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati