Rodli TL
http://sastra-indonesia.com/
Nyanyian latar mengisi kesunyian ruang. Bergerak menyusup pada tiap gelap pada tiap mimpi.
Mimpi, Mimpikah aku, Aku punya mimpi, Mimpi
Seseorang yang sudah lanjut usianya tiduran di atas altar, diselimuti remang malam. Diantara patung-patung sesembahan yang hancur, Ia mendengkur, dan kadang mengigau. Ia seakan terjaga, lalu menemui orang-orang yang sedang menungguhinya.
Orang Tua
(tertawa) selamat malam. Welcome to my jungle. How are you? Lama aku merindukan kalian. Beberapa tahun yang lalu aku melihat kalian masih kanak-kanak. Bila purnama tiba, kalian berlarian bermain petak umpet. Kini kalian sudah dewasa. Yang perjaka sudah mulai tumbuh kumisnya, dan yang gadis sudah mulai senang berdandan, pakai lipstik dan aroma wewangian. Aku suka harum parfum kalian. Keadaan kalian baik kan?(Tertawa, lalu sedikit kaget)Apa, tidak happy? Don’t worry, aku akan menghibur kalian. Ayo kita bernyanyi bersama-sama!(mengajak bernyanyi).
“malam indah, yo kita berhappy ria/Seperti pangeran menemukan cintanya/Juga, gadis yang dipersunting kasihnya/Bulan bintang bergelak tawa Sambut kita yang bahagia”
(Mengamati orang-orang yang berada di sekitar masih terlihat sedih.)
Sudahlah tak perlu dirisaukan. Ini malam yang indah bukan. Jadilah diri kalian seperti Ibrahim yang sangat antusias ketika merlihat bulan bersinar, sampai beliau ingin menjadikannya Tuhan (tertawa ringan).
(Nyanyian latar muncul kembali, datang berlawanan dengan cahaya. Suara langkah, datang mengisi ruang. berjalan dengan kecepatan yang maksimal).
(Mendengkur dengan kerasnya. Lalu ia mulai igauannya dengan tertawa lebar.) Oh oh oh…. Aku hampir lupa. Jangan-jangan diantara kita sudah saling melupakan. Lebih baik bila aku memperkenalkan kembali diriku pada kalian. Dan kalian tak perlu repot-repot memperkenalkan diri kalian padaku. Aku sudah faham betul siapa diri kalian. Kitab suci yang memperkenalkan diri kalian padaku. Yang terpenting bagi aku bukan nama, namun pertentangan Malaikat dengan Tuhan, juga Iblis yang tak akan pernah mau hormat pada kalian. (tertawa memunculkan kesombongan Iblis).
Ok, back to the point, Ya ya….. aku adalah berhala. Satu-satunya berhala yang selamat dari amukan Ibrahim Aku yakin kalian bisa mengidentifikasi siapa aku sebenarnya, satu-satunya berhala yang ditanganku terdapat kapak. Aku pernah dikambing-hitamkan Ibrahim utusan sang Tuhan, atas hancurnya kawan-kawan kami. (marah dan bergerak berputar-putar) Sebenarnya ingin aku lempar kapak ini ke kepala Ibrahim itu, tapi aku tak kuasa. (merenung pristiwa lalu yang membuat raut wajahnya semakin sedih) Hatiku amat pedih mengingat peristiwa itu.(nyanyian latar mengiringi kesedihan).
(Ia berjalan dengan membawa kapak dan bola dunia) It is my way, perjalanan hidupku yang sudah kesekian abad. Aku mengembara dari bukit ke lembah-lembah. Nyawaku yang abadi ini adalah kesaktianku untuk mengetahui rahasia manusia. Juga titik-titik lemah kepengecutannya Mereka akan aku pertontonkan pada peradaban dunia yang biadab. Akan aku buktikan pada Tuhan, bahwa sumpah kami lebih setia dibandingkan sumpah para Nabi. Aku pun akan menghibur malaikat, bahwa apa yang dipertanyakannya pada rencana penciptaan manusia adalah benar. Manusia hanya bisa membuat kerusakan di daratan dan di lautan. Amat terang firmanMu Tuhan! (tertawa)
(Berjalan berkelililing menina-bubukkan orang-orang di sekitar) Hello, good night! Aku ucapkan selamat tidur pada kalian. mari menempuh perjalanan yang amat panjang. Menuju Tuhan barangkali. Tapi bukan dengan memuja kebesaraNya Cukup dengan sebuah kapak ini. Kapak Nabi besar yang telah beliau tinggalkan pada tanganku.
(berjalan slow motion seakan melayang)
Begini ceritanya, pada suatu malam, Raja Namrud bermimpi, bahwa ia melihat seorang anak kecil melompat masuk pada kamarnya, lalu merampas mahkota yang sedang dipakainya di atas kepalanya, dan bocah kecil itu menghancurkan mahkotanya.
Setelah ia terbangun, pikiranya berkecamuk memikirkan mimpinya yang luar biasa itu. Pada saat itulah aku masuk pada diri sang Raja. Aku pengaruhi ia memanggil para tukang untuk memecahkan misteri mimpi sang raja. Ketika para peramal berkumpul di istana, Raja membuka pertemuan dengan pidato. Dalam pidatonya, Sang Raja menceritakan kejadian dalam mimpi. Usai pidato para peramal berdiskusi, dengan analisia titen teniten, lan nondoi tondo. Para peramal menyimpulkan, bahwa suatu saat akan lahir seorang anak laki-laki yang akan mengkudeta kekuasaan Sang Raja.
Dan pada saat itulah aku menari dalam diri Raja, segala dirinya aku kuasai untuk mengambil keputusan.
Berdasarkan ta’bir-ta’bir mimpi yang telah diramalkan para tukang ramal, maka sang Raja memberikan ma’lumat akan membunuh semua bayi yang lahir, baik laki-laki maupun perempuan.
(memukul-mukul bendah seakan memberikan pengumuman)
Disaat hangat-hangatnya ma’lumat Raja. Ada seorang ibu yang melahirkan anak laki-laki. Ibu tersebut membawa lari jabang bayi itu ke gua untuk menyembunyikan dan menyelamatkannya. Anak itu bernama Ibrahim.
Sejak dilahirkan sampai masa kanak-kanak, ia dibesarkan dalam gua tersebut, di sanahlah ia diasuh dan dibesarkan, setelah agak besar, Ibrahim mulai bisa menggunakan fikirannya.
Dikala ditinggalkan ibunya pergi ke kota mencari bahan-bahan makanan, Ibrahim memberanikan diri untuk keluar gua. Ia tercengang karena di luar gua terang dengan alam yang luas. Langit terbentang, gunung-gunung menjulang tinggi, ombak lautan berkejaran. Sungguh alam di luar gua sangat hebat. Ibrahim semakin jauh memikirkan alam. Tidak hanya keindahan dan kehebatannya.
Namun ia berfikir sesuatu di balik kehebatan alam itu. Yaitu sesuatu yang menciptakannya. Ibrahim berfikir berusaha terus untuk menemukan jawabannya. Siang malam ia selalu memikirkannya. Awalnya ia berkesimpulan, bahwa bintang yang berkedap-kedip di atas langit yang indah itu adalah Tuhan. Beberapa hari berikutnya, ia menyaksikan sesuatu yang bersinar yang lebih indah dan lebih besar yang bernama bulan. Ia berkesimpulan bahwa Bulan yang patut dijadikan Tuhan, karena mampu mempercantik malam hari dan menerangi semesta. Paginya Bulan semakin tidak terlihat, lebih-lebih ketika cahaya dari ufuk timur muncul dan bergerak naik, dan bulan itu lenyap.
Matahari sinarnya yang tajam mampu menyapu kegelapan malam. Ibrahim berfikir tentang kekuatan dibalik semesta ini. Ia merasa menemukannya. Bahwa matahari adalah kekuatan segala-galanya. Pagi hari ketika matahari mulai menampakkan dirinya, burung-burung mulai berkicau dan bertebangan, hewan-hewan lain pun mulai nampak riang bangun dari tidurnya, pohon-pohon nampak hijau dengan daun-daunnya yang menari.
Matahari membuat kehidupan nampak nyata.
Ibrahim berkesimpulan, Tuhan Alam semesta adalah matahari.
(Bergerak seakan menyambut hormat terbitnya matahari).
Nabi Ibrahim adalah kekasih Pencipta sesungguhnya. Ia dikaruniai akal yang cerdas yang pada akhirnya ia mampu menemukan Tuhan yang sungguhnya, yaitu Cahaya di atas cahaya. Pencipta bintang, bulan dan matahari, pencipta alam semesta dan isinya.
(menyanyikan kebesaran Ibrahim)
“Ibrahim bertuhan lantaran dikaruniai akal yang cerdas.”
Beberapa tahun kemudian, Ibrahim diajak ibunya untuk kembali pulang ke rumah. Ia menyaksikan ayahnya bekerja sebagai pengrajin, membuat gambar dan patung-patung. Kemudian ia tahu bahwa patung-patung itu adalah untuk sesembahan. Mulai saat itulah aku tahu ada tanda-tanda yang mebahayakan bagi komunitas berhala. Mimpi Namrud nampak nyata. Ia mulai memberanikan diri untuk menegur ayahnya. Bahwa apa yang ayahnya lakukakan adalah nampak bodoh. Membuat patung, dan ia sembahnya sendiri.
Ingatlah ketika berkata kepada bapaknya. “Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong sedikitpun?”
Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutlah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan yang maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku kawatir bahwa engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka engkau akan menjadi kawan bagi setan.
Bapaknya berkata;
“Bencikah kamu kepada Tuhan-Tuhanku wahai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti niscaya kamu akan ku rajam, dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama.”
Ibrahim berkata;
“Semoga keselamatan dilimpahkan kepada engkau, aku akan memintakan ampun bagi engkau kepada Tuhanku. Sesungguhnya dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri dari pada engkau dan dari pada apa yang engkau seru selain dari Allah, dan aku akan berdo’a kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo’a kepada Tuhanku.”
Do’a Ibrahim tak membuat ayahnya mengikuti ajarannya. Ayah Ibrahim tetap setia bersamaku untuk melanggengkan kesesatan di muka bumi.Usaha Ibrahim pertama untuk mengajak ke jalan lurus telah gagal.
Dengan hati yang teguh, jiwa yang tenang, dan keimanan yang mantap. Ibrahim terus berjuang untuk menyelamatkan manusia dari lupa ingatan dan tipu dayaku. Ibrahim mulai berani. Ia berniat menghancurkan berhala-berhala. Pada saat hari raya, semua penduduk Babilon terbiasa untuk ke luar kota berburu. Pada saat itulah kota sepi dan Ibrahim leluasa untuk menghancurkan patung-patung.
Ketika warga dan Raja Namrud kembali Namrud gerang, lantaran berhala-berhala yang selama ini disembahnya telah hancur. Namrud langsung memerintahkan pasukannya untuk menangkap Ibrahim (bergerak geram)
Ibrahim diadili
“Ibrahim, benarkah yang menghancurkan patung-patung itu adalah kamu?” Ibrahim menjawab “tidak”.
“Jangan mungkir Ibrahim, akui saja perbuatanmu itu”
“Sekali lagi tidak”, jawab Ibrahim, untuk memancing kemarahan Namrud. “Baiklah raja, saya punya fikiran dan aku yakin kamu pun berfikir, tanyakan ini semua pada Tuhanmu. Ada satu patung besar yang masih berdiri kokoh, coba tanyakan pada dia. Jangan-jangan justru dia yang menghancurkannya, lihat saja dia! Di tangannya terdapat kapak yang besar. Mungkin dia pelakunya.”
Mendengar ucapan Ibrahim itu, rupanya membuat Raja Namrud bertambah garang.
“Ibrahim, banyak akal kau. Aku dan rakyatku akan kau buat sebodoh itu, patung itu tidak akan bisa bicara untuk memberitahu siapa pelakunya, kau terlalu bodoh Ibrahim.”
“Raja Namrud, rupanya yang bodoh bukan aku, tapi engkau dan seluruh rakyatmu yang menyembah berhala itu yang bodoh. Buktinya patung yang tidak memiliki daya dan upaya itu, tidak bisa bicara apalagi menolong engkau sembah dan engaku puja. Kalau engkau dan rakyatmu sudah tahu bahwa patung-patung itu tidak bisa mendengar, melihat dan berbicara, mengapa dihadapannya kamu bermunajat, meminta kemaslahatan dan keselamatan. Dan patung-patung yang kamu sembah itu tidak bisa menyelamatkan dirinya dari penghancuran itu. Coba kau fakir dengan matang, pergunakanlah akal itu dengan sebaik-baiknya!”
Namrud dan para pengikutnya terpojok oleh ucapan Ibrahim. Seketika itu Namrud memerintah rakyatnya untuk mengumpulkan kayu bakar dan membakar Ibrahim hidup-hidup.
Karena pertolongan Tuhan, api yang menyentuh kulit Ibrahim tidak terasa panas. Maka selamatlah Ibrahim dari amukan Namrud. (nyanyian hening)
Akan tetapi Ibrahim lupa akan kapaknya. Kapak itu kini berada di tanganku. Maka kini aku akan mempergunakan sebagaimana keinginanku. (naik ke atas)
Sebagaimana ketika Aku bersumpah di hadapan Tuhan, ketika aku diperintah untuk menghormati Adam. Terang aku tidak mau lantaran aku lebih mulia darinya. Aku diciptakan dari api sedang ia diciptakan dari tanah liat yang busuk. Sebusuk beradaban yang kini manusia ciptakan.
Tak perlu tercengang atas pertemuan ini. Kalian kini dalam area kekuasaanku. Kalian tidak akan lepas dari cengkeraman tangan kananku. Dan tidak akan luput dari pengaruh kapak ini.
(bernyanyi dengan tempo cepat kemudian lama-lama lamban seperti nyanyian untuk meninabubukkan)
Ayo tidurlah, dan mari bermimpi mengarungi hidup dengan kapak ini. Bukan lagi menjadi milik Ibrahim yang menghancurkan berhala, membangun peradaban kitab suci untuk menyelamatkan manusia dari kehidupan jahil. Akan tetapi, dengan kapak berhala Namrud ini kita akan menghancurkan peradaban yang dibangun dari kitab-kitab suci. Kitab-kitab agama samawi. Aku hancurkan ajaranya dengan menciptakan skenario kebencian yang luar biasa diantara penganut-penganut agama kitab suci.
(bergerak menciptakan warnah putih pada seisi ruangan. Lamat-lamat cahaya biru merambat pada seluruh warnah putih. Sebagai usaha untuk meninabubukan para penonton).
Kawan, lihat semesta. Kehancurannya mulai menampakkan pada setiap sisi. Lautnya melempar gunung-gunung, gunungnya menerbangkan mendung gelap, sedang daratan tak kuat lagi menahan beban peradaban yang dibangun oleh makhluk pecundang yang bernama manusia.
Ada dua pilihan yang aku tawarkan pada kalian. silakan memilih salah satu. Menjadi materialis yang berlomba-lomba mencari tahta dan harta. Atau menjadi pengikutku. Yang mau manaburkan bunga sesajen pada laut dan gunung. Bila kalian tak cukup modal menjadi kapitalis maka ikutilah kami menjadi sufistik yang kelak kematianmu akan dimuliakan orang-orang, paling tidak pengikutmu.
Mereka bukan memandangmu sebagai makluk akan tetapi sebagai Sang Mulia yang mampu menggantikan Tuhan. Arwahmu tidak hanya untuk didoakan oleh orang-orang sesudahmu, akan tetapi akan dimintahi pertolongan untuk mendapatkan berkahmu. Kecintaanya kepada kamu akan melebihi kecintaanya pada Tuhan. Tinggal pilih. Harta atau kemuliaan untuk disembah. Atau keduanya barangkali. (tertawa)
Boleh boleh, kenapa tidak kalau kalian ingin memilih keduanya, tidak ada yang melarang. Aku justru bahagia kalau itu keinginanmu.
Caranya mudah, bila kalian punya sedikit modal, ikuti permaianan bisnis yang sedang berjalan. Money breeding money dalam istilah dunia bisnis. Profitable harus didapat dengan segala cara. Suap-menyuap adalah hal yang harus dilakukan untuk memenangkan tender. Jangan pedulikan kanan kiri apalagi berbicara tentang hak-hak kaum pemalas yang membuat dirinya miskin dan fakir. Itu kesalahan mereka, jangan terlalu dipedulikan. (tertawa)
Bila anda sedikit faham akan kitab suci, maka tirulah nenek-moyang kalian yang serba tahu segala hal hanya melihat dari tanda-tanda. Tidak perlu dibaca semua, apalagi menghafal. Itu pekerjaan yang amat melelahkan. Kalian akan ketinggalan kalau melulu mengaji kitab suci. Kini era postmo. Kita tak lagi hidup pada zamannya para nabi yang primitive.
Langgengkan tradisi yang ada. Jangan sesekali melakukan pembrontakan pada patron masyarakat. Jangan tiru para Nabi, mereka dapat wahyu Tuhan, sedang kalian? Sekali memberontak, kalian akan dikerdilkan orang-orang yang sedang melanggengkan tradisi. Kalian tidak akan diorangkan masyarakat sekeliling kalian. Ingat, pada setiap kaum pasti ada penguasa yang sampai kapanpun kebiasaanya dan kekuasaanya tidak akan mau otak-atik orang lain. Sampai dara penghabisan mereka mempertahankannya apabila Tuhanya tidak memberikan petunjuk. Tinggal pilih, menjadi pemberontak yang akan dianggap penghianat oleh suatu kaum, atau menjadi Sang Mulia yang kuburannya akan disembah-sembah orang-orang sepeninggal kalian. bahkan bisa jadi, sebelum kalian meninggal sudah ada yang merunduk-runduk pada kalian apabila kalian mengikuti dan membela tradisi yang berkembang tanpa harus berfikir baik atau tidak untuk kehidupan ke depan.
(melantunkan tembang-tembang yang membuat hatinya senang) Kini aku mulai berjalan untuk menyaksikan kehidupan Kehidupan yang telah lama aku rancang. Sekarang aku ajak kalian untuk mengikuti hasil kesepakatanku dengan Tuhan. Sejauh mana sumpahku berhasil untuk membuat manusia tersesesat. Untuk membuat manusia terlena. Untuk membuat manusia yang semakin jauh dari Tuhannya. Tapi ingat, mereka tak terasa. Karena mereka sombong dalam memperjuangkan agama Tuhan.
(memutar dan menerbangi bola dunia) Ayo kita terbang dari satu kaum ke kaum yang lain. Sekarang kita saksikan pulau Jawa, wilayah syi’ar para wali. Tempat terjadi persengkokolan kekuasaan yang luar biasa. Sehingga kini tak ada data sejarah yang kongkrit tentang kepahlawanan mereka. Ceritanya kini hanya menjadi mitos kesaktian belaka.
Kuburan mereka dijadikan ziarah wisata. Tempat-tempatnya dibangun dengan suasana yang sakral. Difasilitasi sarana untuk memuja Para penziarah kemudian lupa terhadap Tuhan yang sebenarnya.
Sejarah di utusnya Nabi Nuh oleh Tuhan terulang lagi. Nabi Nuh diutus lantaran adanya kecendrungan orang-orang yang suka menggambar dan membuat patung-patung para Wali, lalu kemudian disembahyanginya beramai-ramai.
(memutar bola dunia)Kini kita terbang jauh ke daratan Tanah Haram. Masyarakatnya banyak yang lengah. Mereka beramai-ramai berdagang. Mereka malas belajar kitab-kitab suci yang mengajarkan ilmu pengetahuan. Mereka berkeyakinan, bahwa tanah mereka adalah tanah yang dilindungi, tak akan pernah tertimpah adzab. Hari-hari mereka habiskan dengan menumpuk uang. Mereka lupa bahwa derajat seseorang diukur karena tingkat manfaat ilmunya. Bukan seperti teori Karl Max yang ia mengatakan, bahwa status sosial seseorang dipengaruhi harta yang dimilikinya.
Sekarang kini kita berziarah ke Mesir, negara yang memiliki peradaban sejarah yang paling tinggi. Banyak Para Nabi di lahirkan di kota tersebut. Hampir semua nabi pernah menapakkan kakinya di negri tersebut. Adam, Idris, Nuh, Ibrahim, Musa. Hampir memiliki kesejarahan yang kuat dengan tanah Mesir. Kini kalian bisa ,memyaksikan sendiri dengan alat ini. Lihat sistem pemerintahannya. Lihat kekuatan diplomasinya. Kerajaan Firaun yang telah ditaklukkan Musa itu sudah berada di genggaman orang-orang yang menjadi kepanjangan tanganku. Tidak percaya, fahami karya-karya sastra yang settingnya meceritakan konflik Sosial Mesir. Pasti akan kalian temukan keteledoran para pemimpinnya.
Apa, kembali lagi ke Jakarta. Sentral kebijakan yang memiliki beribu-ribu pulau, yang merupakan sentral pemerintahan. Tempat disahkannya undang-undang ketatanegaraan Ah tak perlu diceritakan. Para pejabatnya, baik yang sipil atau yang militer sudah malas membaca. Apalagi kitab suci.Kalaupun ada itupun buat gaya-gayaan. Lantaran mau dishooting. Disiarkan lewat televisi.
(tertawa meremehkan)Kekuasaan kekuasaan… orang-orang yang menyibukkan diri dengan kekuasaan adalah sahabat dekatku. Presiden, Gubernur, Bupati, Kades, Rektor, Kepala Dinas, Kepala Sekolah. Sembilan puluh sembilan persen, mereka sedang menjalankan misi kapak ini untuk menghacurkan kehidupan. Untuk membohongi mereka, orang-orang yang masih mempertahankan kejujuran. Apa, anggota legislatif?(tertawa) Tidak ada bedanya dengan makelar(tertawa).
Maaf, mau aku kasih tahu misi kami yang luar biasa? Sistem yang kami biat dengan kapak ini telah mencenkram para birokrat.. Ingin tahu? Ah jangan ini amat rahasia. (berjalan mondar-mandir sambil berfikir) Tapi tak apalah, karena aku tahu. Pertemuan ini hanyalah dalam mimpi, setelah terbangun pasti kalian lupa.
Di dunia birokrat ada tradisi yang amat mecekik orang-orang yang masih punya nurani, dan memerdekakan para pejabat yang berhati bejat. Kwintansi fiktif adalah tradisi yang amat mapan. Sosialaisasi hak-hak kesejahteraan rakyat tak perlu dilakukan. Realisasinya hanya ada pada kertas-kertas laporan. Konkritnya adalah masuk keperut para pengambil kebijakan. Tapi aku suka itu. Karena itu akan memperkuat sumpahku pada Tuhan sebagai makluk penyesat. Dan kemenaganku atas Adam dan Ibrahim di akhir zaman kelak. (berteriak dengan gerakan terbang)“Ya, aku suka birokrat keparat dan pejabat yang bejat”(berulang-ulang).
Kini mari kita terbang yang lebih tinggi. Menyaksikan kerusakan bumi yang sudah sampai pada puncaknya. Laut-laut bergelombang dasyat, bumi-bumi membelah dirinya, gunung-gunung memuntahkan halilintar dan mengirim angin gelap pada pemukiman-pemukiman. Siapa lagi yang bisa menolong. Menunggu aparat yang masih sibuk dengan surat tugas dan anggaran operasional? Para pejabat yang menunggu sidang pleno para wakil rakyat. Atau wakil rakyat yang pura-pura merakyat. Pada saat itulah aku tersenyum lebar melihat kepanikan semua masyarakat. Adalah waktu yang paling tepat menjadi Dewa Pahlawan. Bahkan aku bisa menjelma menjadi dajjal yang menawarkan surga semu pada manusia.
(Si Tua itu yang menjelma menjadi Berhala Namrud tertawa ngakak, ia bernyanyi dan menari merayakan kemenangannya) Stop, aku menyaksikan segerombolan makluk berseragam putih datang kemari. Apa kalian melihatnya? Mereka berdiri di belakang kalian. Mereka berteriak membesarkan nama Tuhan. Pedang, pedang, pedang!!! Bajingan, aku suka itu. Mereka menyebut Tuhannya dengan sebutan pedang. Ayo pasukan Tuhan, angkat pedang kalian! Lalu kita teriakkan dengan menyebut namaNya.
(Bergerak dan bernyanyi) “Tiada Perjuangan selain pedang!”
(Berdeklamasi)Kapakku menjelma menjadi pedang/Pedang-pedang seakan pasukan Tuhan.
Saksikan Ibrahim, dendamku kini terbalaskan. Dendam Namrud Bin Kan’an Bin Kusy. Sang Raja besar Kerajaan Babilon. Hambahku yang patuh kau rusak, kau provokasi untuk berani melawan.
Dulu kau sangat membenci pedang-pedangku yang aku gengggamkan pada tangan Namrud. Kau membenci Namrud yang suka mengacungkan pedangnya pada orang-orang yang tidak mau tunduk padanya untuk menyembahku. Kini, saksikan sendiri umatmu, mereka berbondong-bondong mengacungkan pedang dengan menyebut kesaksian atas nama Tuhan yang kau perjuangkan. Akan tetapi mereka tidak menyadari bahwa pedang yang mereka bawa adalah jelmaan dari kapak kamu yang kini sedang dalam kekuasaanku. Mereka bergerak adalah atas inisiatifku. Hanya saja seakan nama Tuhan kamu.
Ibrahim, kau yang dulu menghina Namrud dan rakyatnya bodoh lantaran menyembahku. Kini dengan kapak ini umatmu akan aku buat lebih bodoh. Umatmu akan aku buat seakan-akan. Ya seakan-kan pejuang Tuhanmu, namun sebenarnya adalah melanjutkan misi perjuanganku. Mereka akan aku buat mejadi orang-orang yang sombong, bahwa dirinya yang paling benar. Dan itulah yang aku suka. Orang-orang yang sombong yang seaakan-akan memiliki apa yang mereka miliki.
Padahal tai kucing!
Kapakku, kapak berhala namrud yang warnanya hitam kelam, kilaunya lebuh tajan dari kilatan halilintar. Kilatannya mampu memutuskan seluruh jaringan saraf manusia. Aku cukup bahagia. Lantaran kapak ini, manusia tak lagi sempurna dengan akalnya. Justru berbalik menjadi gila. Dan menjadi mahluk yang paling aniaya dan paling rendah.
Ibrahim, kapakmu kini dalam genggamanku
Aku jungkir-balikkan ajaranmu
Aku rusak sembahyangmu/
Aku hancurkan duniamu”
Mengajak orang-orang menyanyikan nyanyian perlawanan. Tertawa dan menari merayakan kemenangannya.
Lamongan, 7 Januari 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar