Agus Sri Danardana *
Riau Pos, 1 Mei 2011
PELURU? Ya, betul. Empat belas barang tajam Olyrinson (baca: cerpen) telah keluar dari patrunnya, menyatu dalam Sebutir Peluru dalam Buku (Palagan Press, 2011). Ibarat peluru, kini cerpen-cerpen itu siap dilepaskan kembali untuk meneror pembaca.
Betapa tidak? Di samping hampir semuanya pernah memenangi lomba/sayembara penulisan cerpen (dari 14 cerpen, hanya 3 cerpen yang tidak memenangi lomba), oleh banyak pihak, cerpen-cerpen Olyrinson itu diakui memiliki sentuhan humanisme yang menusuk hati. Abel Tasman, misalnya, mengaku tidak kuasa membendung air matanya setelah membaca “Rembulan Tengah Hari” dan “Menjual Trenggiling”. Begitu pun Maman S. Mahayana, “Cerpen ‘Emak’ dan ‘Menjual Trenggiling’ menunjukkan kepiawian Olyrinson dalam memasuki dunia anak-anak. Maka kita dihanyutkan oleh kisahan yang sungguh menggores sentimen kemanusiaan kita,” tulisnya di sampul belakang antologi itu.
Olyrinson dan Karya Sastranya
Oly, demikian ia biasa dipanggil, mulai menulis (cerpen) sejak masih duduk di kelas dua SMA. Saat itu, cerpen-cerpennya dimuat di beberapa majalah remaja, seperti Aneka, Anita Cemerlang, Hai, dan Gadis. Ia semakin tunak menulis saat di bangku kuliah. Ia kerap memenangi lomba/sayembara penulisan cerpen. Barangkali hal inilah (terlampau sering mengikuti lomba) yang menyebabkan sarjana ekonomi itu mendapat gelar dari teman-temannya sebagai “penulis lomba”.
Oly mendalami dunia sastra secara otodidak, tidak melalui pendidikan formal, kecuali pada 2004 ia pernah mengikuti workshop penulisan cerpen yang diadakan oleh Departemen Pendidikan Nasional (bekerjasama dengan Creative Writing Institute [CWI]) di Jakarta. Dalam berkarya Oly mengaku banyak terinspirasi oleh Jhon Steinbeck. Ia lebih sering mengangkat topik tentang kemanusiaan dan kehidupan nyata di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam proses kreatifnya, tanpa disengaja Oly mencirikan dirinya sebagai penulis yang cenderung beraliran realis.
Berbeda dengan sastrawan lain, yang menulis ketika telah mendapatkan inspirasi, Oly malah sebaliknya. Ia menulis setelah menjemput inspirasi itu. Jadi, ketika ia merasa harus menulis, Oly akan membenamkan dirinya di depan komputer, lalu menghabiskan sepanjang harinya untuk menulis sampai tulisan yang diharapkannya selesai. Biasanya, hal itu dilakukan jika Oly akan mengikutkan karyanya untuk sebuah lomba/sayembara.
Sebutir Peluru dalam Buku adalah antologi cerpen tunggal Oly yang perdana. Sembilan cerpen yang termuat di dalamnya adalah cerpen Oly yang terhimpun dalam beberapa antologi cerpen bersama, seperti Rembulan Tengah Hari (2004): “Rembulan Tengah Hari”; Pertemuan dalam Pipa (2004): “Emak”, “Sandy Clay”, dan “Menjual Trenggiling”; Dari Zefir sampai Fujiyama (2004): “Konvoi”, La Runduma (2005): “Sebutir Peluru dalam Buku”; Tafsir Luka (2005): “Terompet Tahun Baru”; Keranda Jenazah Ayah (2007): “Keranda Jenazah Abah”; serta Pipa Air Mata (2008): “Jalan sumur Mati”. Sementara itu, lima cerpen lainnya tersebar di media cetak, seperti Riau Pos: “Menunggu Ayah Pulang Ninja” dan “Robohkan Pagar Itu, Datuk” serta di panitia lomba, seperti Krakatau Award 2005 (Dewan Kesenian Lampung): “Bulan Ngapapekon”, Dewan Kesenian Riau: “Malam Lebaran di Field”, serta Majalah Femina: “Wiwiah Beterbangan”. Cerpen-cerpen Oly lainnya dapat ditemukan dalam antologi Magi dari Timur (2004) dan Kolase Hujan (2009).
Di samping menulis cerpen, Oly juga menulis novel. Setidaknya telah lima novel ditulis Oly, yakni Sinambela Dua Digit (Yayasan Pusaka Riau, 2003), Gadis Kunang-kunang (Zikrul Remaja, Jakarta, 2005), Jembatan (Gurindam Press, 2006), Air Mata Bulan (Gurindam Press, 2005), dan Langit Kelabu (Gurindam Press, 2007). Konon, ketiga novel yang disebut terakhir itu, masing-masing, menjadi nomine pada Ganti Award 2005, 2006, dan 2007. Kini, bersama Marhalim Zaini, Budy Utamy, dan Hary B Kori’un, Oly aktif membina penulis-penulis muda di Sekolah Menulis Paragraf.
Sebutir Peluru dalam Buku
Sebagai sebuah antologi (apalagi yang perdana), patut diduga Sebutir Peluru dalam Buku (SPdB) berisi karya (cerpen) yang benar-benar pilihan. Artinya, ke-14 cerpen dalam SPDB tentu merupakan cerpen-cerpen yang telah dipilih Oly (dengan kriteria tertentu) sehingga menyisihkan cerpen-cerpennya yang lain. Jika dugaan itu benar, pertanyaan yang muncul kemudian adalah kriteria seperti apakah yang digunakan Oly dalam memilih cerpen-cerpennya itu serta mengapa SPdB diterbitkan?
Meskipun tidak dikhususkan untuk menjawab pertanyaan itu, dalam pengantarnya, Oly sebenarnya telah memberi keterangan sebagai berikut.
Kumpulan cerpen ini adalah hampir seluruhnya realita. Apa yang saya lihat, yang saya rasakan, yang saya pernah menangis karena memikirkannya, maka itu saya tulis. Karena begitu banyak kesusahan, kesengsaraan, air mata yang tumpah di negeri yang sangat saya cintai ini.
Melalui kumpulan cerpen ini, saya mencoba memaparkan realita itu, yang siapa tahu dengan membaca ini kita jadi sadar bahwa di belahan dunia yang selama ini dikenal dengan negeri kaya-raya, ada pedih yang begitu menyakitkan, yang selama ini terlupakan, terluputkan, dan terdiam-diamkan … (SPdB, 2011:v)
Begitulah, rupanya SPdB merupakan rekaman Oly atas realitas pedih yang ia lihat dan rasakan terjadi di negeri ini. Oleh karena itu, Oly pun berharap SPdB dapat menyadarkan kita (pembaca) atas realitas yang sering terlupakan itu. Benarkah demikian? Mari kita coba mengapresiasinya.
Dilihat dari latar ceritanya, peristiwa yang tergambar dalam sebagian besar cerpen (12 cerpen) Oly dalam SPdB berlangsung di daerah Riau. Hanya 2 cerpen yang berlatar di luar daerah Riau, yakni di Aceh (“Sebutir Peluru dalam Buku”) dan di Lampung (“Bulan Ngapapekon”). Yang menarik mengapa justru “Sebutir Peluru dalam Buku” yang diangkat sebagai judul antologi?
Entah disengaja atau tidak disengaja, judul antologi ini memang mengingatkan kita pada peristiwa hangat yang sedang merebak: bom buku. Barangkali justru di sinilah letak salah satu keunikan SPdB. Sebagai produk yang diproyeksikan mampu menembus pasar nasional (oleh Palagan Press, SPdB secara resmi didaftarkan ke distributor PT Buku Kita, salah satu jaringan distributor besar dan akan masuk ke hampir semua toko buku besar di Indonesia), SPdB pun secara kebetulan lahir beriringan dengan peristiwa yang menasional. Kemiripan antara bom buku dan peluru (dalam) buku, dengan demikian, adalah berkah. Diangkatnya “Sebutir Peluru dalam Buku” menjadi judul antologi, bisa jadi, dilatarbelakangi oleh keinginan menasionalkan SPdB. Betulkah? Betul, karena setelah membaca “Sebutir Peluru dalam Buku”, pembaca segera mengetahui bahwa Oly tidak hanya memotret kejadian di Riau, tetapi juga kejadian di tempat lain (dalam hal ini Aceh).
Keunikan lain (yang sekaligus menjadi kekuatan) SPdB adalah cara penyajian ceritanya. Tema-tema hidup keseharian orang-orang kecil yang tragis-realis di hampir keseluruhan cerpen dalam SPDB dikemas dalam ironi-ironi penuh kejutan. Membaca SPdB, dengan demikian, ibarat berselancar di laut bebas. Keasyikan dan kenikmatannya justru ketika gelombang tak terperikan (biasanya mengejutkan itu) datang. Dalam cerpen “Bulan Ngapapekon”, misalnya, cerita menjadi semakin menarik karena Oly mampu menghadirkan gelombang kejut itu. Andai tafsir atas bulan ngapapekon ‘bulan dilingkari awan’(yang oleh masyarakat Lampung, bulan ngapapekon diyakini sebagai pertanda bahwa akan ada orang besar meninggal) tidak “dibelokkan” Oly, mungkin cerpen itu akan menjadi hambar. Bagi kebanyakan orang (termasuk bagi si Aku, tokoh cerita), orang besar itu ya pejabat atau setidaknya orang kaya, bukan orang miskin seperti Abah (tokoh cerita yang lain).
Namun, karena yang meninggal pada saat bulan ngapapekon itu Abah, kita diberi pemahaman baru yang mengejutkan: Abahlah orang besar itu karena berani berkorban demi harkat dan martabatnya. Begitu pun cerpen “Sebutir Peluru dalam Buku”. Sepintas cerpen itu hanya berkisah tentang kekecewaan Ibrahim atas perlakuan Ibu Tati, guru SD-nya dulu, yang memberinya buku bacaan yang bolong. Ibrahim kecewa karena buku bolong itu telah memberinya julukan si Bolong, di samping membuat bacaan Ibrahim tidak sempurna. Namun, setelah mengetahui kisah buku bolong itu, Ibrahim berubah total: dari kecewa menjadi bangga. Seperti apa kisah buku bolong itu? Silakan baca sendiri.
Keironisan juga terdapat pada 12 cerpen lainnya. Ke-12 cerpen itu, yang semuanya menggambarkan ketragisan masyarakat (bawah) Riau, sesungguhnya adalah ironi itu sendiri. Bukankah sebuah ironi jika di Riau, yang konon termasuk salah satu daerah terkaya di Indonesia, masih ada warga masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sehari-hari. Gambaran warga masyarakat Riau yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sehari-hari itulah yang diangkat Oly dalam 12 cerpen itu.***
*) Kepala Balai Bahasa Provinsi Riau. Tinggal di Pekanbaru.
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2011/05/peluru-olyrinson.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 13 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar