Jumat, 13 Mei 2011

Peluru Olyrinson

Agus Sri Danardana *
Riau Pos, 1 Mei 2011

PELURU? Ya, betul. Empat belas barang tajam Olyrinson (baca: cerpen) telah keluar dari patrunnya, menyatu dalam Sebutir Peluru dalam Buku (Palagan Press, 2011). Ibarat peluru, kini cerpen-cerpen itu siap dilepaskan kembali untuk meneror pembaca.

Betapa tidak? Di samping hampir semuanya pernah memenangi lomba/sayembara penulisan cerpen (dari 14 cerpen, hanya 3 cerpen yang tidak memenangi lomba), oleh banyak pihak, cerpen-cerpen Olyrinson itu diakui memiliki sentuhan humanisme yang menusuk hati. Abel Tasman, misalnya, mengaku tidak kuasa membendung air matanya setelah membaca “Rembulan Tengah Hari” dan “Menjual Trenggiling”. Begitu pun Maman S. Mahayana, “Cerpen ‘Emak’ dan ‘Menjual Trenggiling’ menunjukkan kepiawian Olyrinson dalam memasuki dunia anak-anak. Maka kita dihanyutkan oleh kisahan yang sungguh menggores sentimen kemanusiaan kita,” tulisnya di sampul belakang antologi itu.

Olyrinson dan Karya Sastranya

Oly, demikian ia biasa dipanggil, mulai menulis (cerpen) sejak masih duduk di kelas dua SMA. Saat itu, cerpen-cerpennya dimuat di beberapa majalah remaja, seperti Aneka, Anita Cemerlang, Hai, dan Gadis. Ia semakin tunak menulis saat di bangku kuliah. Ia kerap memenangi lomba/sayembara penulisan cerpen. Barangkali hal inilah (terlampau sering mengikuti lomba) yang menyebabkan sarjana ekonomi itu mendapat gelar dari teman-temannya sebagai “penulis lomba”.

Oly mendalami dunia sastra secara otodidak, tidak melalui pendidikan formal, kecuali pada 2004 ia pernah mengikuti workshop penulisan cerpen yang diadakan oleh Departemen Pendidikan Nasional (bekerjasama dengan Creative Writing Institute [CWI]) di Jakarta. Dalam berkarya Oly mengaku banyak terinspirasi oleh Jhon Steinbeck. Ia lebih sering mengangkat topik tentang kemanusiaan dan kehidupan nyata di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam proses kreatifnya, tanpa disengaja Oly mencirikan dirinya sebagai penulis yang cenderung beraliran realis.

Berbeda dengan sastrawan lain, yang menulis ketika telah mendapatkan inspirasi, Oly malah sebaliknya. Ia menulis setelah menjemput inspirasi itu. Jadi, ketika ia merasa harus menulis, Oly akan membenamkan dirinya di depan komputer, lalu menghabiskan sepanjang harinya untuk menulis sampai tulisan yang diharapkannya selesai. Biasanya, hal itu dilakukan jika Oly akan mengikutkan karyanya untuk sebuah lomba/sayembara.

Sebutir Peluru dalam Buku adalah antologi cerpen tunggal Oly yang perdana. Sembilan cerpen yang termuat di dalamnya adalah cerpen Oly yang terhimpun dalam beberapa antologi cerpen bersama, seperti Rembulan Tengah Hari (2004): “Rembulan Tengah Hari”; Pertemuan dalam Pipa (2004): “Emak”, “Sandy Clay”, dan “Menjual Trenggiling”; Dari Zefir sampai Fujiyama (2004): “Konvoi”, La Runduma (2005): “Sebutir Peluru dalam Buku”; Tafsir Luka (2005): “Terompet Tahun Baru”; Keranda Jenazah Ayah (2007): “Keranda Jenazah Abah”; serta Pipa Air Mata (2008): “Jalan sumur Mati”. Sementara itu, lima cerpen lainnya tersebar di media cetak, seperti Riau Pos: “Menunggu Ayah Pulang Ninja” dan “Robohkan Pagar Itu, Datuk” serta di panitia lomba, seperti Krakatau Award 2005 (Dewan Kesenian Lampung): “Bulan Ngapapekon”, Dewan Kesenian Riau: “Malam Lebaran di Field”, serta Majalah Femina: “Wiwiah Beterbangan”. Cerpen-cerpen Oly lainnya dapat ditemukan dalam antologi Magi dari Timur (2004) dan Kolase Hujan (2009).

Di samping menulis cerpen, Oly juga menulis novel. Setidaknya telah lima novel ditulis Oly, yakni Sinambela Dua Digit (Yayasan Pusaka Riau, 2003), Gadis Kunang-kunang (Zikrul Remaja, Jakarta, 2005), Jembatan (Gurindam Press, 2006), Air Mata Bulan (Gurindam Press, 2005), dan Langit Kelabu (Gurindam Press, 2007). Konon, ketiga novel yang disebut terakhir itu, masing-masing, menjadi nomine pada Ganti Award 2005, 2006, dan 2007. Kini, bersama Marhalim Zaini, Budy Utamy, dan Hary B Kori’un, Oly aktif membina penulis-penulis muda di Sekolah Menulis Paragraf.

Sebutir Peluru dalam Buku

Sebagai sebuah antologi (apalagi yang perdana), patut diduga Sebutir Peluru dalam Buku (SPdB) berisi karya (cerpen) yang benar-benar pilihan. Artinya, ke-14 cerpen dalam SPDB tentu merupakan cerpen-cerpen yang telah dipilih Oly (dengan kriteria tertentu) sehingga menyisihkan cerpen-cerpennya yang lain. Jika dugaan itu benar, pertanyaan yang muncul kemudian adalah kriteria seperti apakah yang digunakan Oly dalam memilih cerpen-cerpennya itu serta mengapa SPdB diterbitkan?

Meskipun tidak dikhususkan untuk menjawab pertanyaan itu, dalam pengantarnya, Oly sebenarnya telah memberi keterangan sebagai berikut.

Kumpulan cerpen ini adalah hampir seluruhnya realita. Apa yang saya lihat, yang saya rasakan, yang saya pernah menangis karena memikirkannya, maka itu saya tulis. Karena begitu banyak kesusahan, kesengsaraan, air mata yang tumpah di negeri yang sangat saya cintai ini.

Melalui kumpulan cerpen ini, saya mencoba memaparkan realita itu, yang siapa tahu dengan membaca ini kita jadi sadar bahwa di belahan dunia yang selama ini dikenal dengan negeri kaya-raya, ada pedih yang begitu menyakitkan, yang selama ini terlupakan, terluputkan, dan terdiam-diamkan … (SPdB, 2011:v)

Begitulah, rupanya SPdB merupakan rekaman Oly atas realitas pedih yang ia lihat dan rasakan terjadi di negeri ini. Oleh karena itu, Oly pun berharap SPdB dapat menyadarkan kita (pembaca) atas realitas yang sering terlupakan itu. Benarkah demikian? Mari kita coba mengapresiasinya.

Dilihat dari latar ceritanya, peristiwa yang tergambar dalam sebagian besar cerpen (12 cerpen) Oly dalam SPdB berlangsung di daerah Riau. Hanya 2 cerpen yang berlatar di luar daerah Riau, yakni di Aceh (“Sebutir Peluru dalam Buku”) dan di Lampung (“Bulan Ngapapekon”). Yang menarik mengapa justru “Sebutir Peluru dalam Buku” yang diangkat sebagai judul antologi?

Entah disengaja atau tidak disengaja, judul antologi ini memang mengingatkan kita pada peristiwa hangat yang sedang merebak: bom buku. Barangkali justru di sinilah letak salah satu keunikan SPdB. Sebagai produk yang diproyeksikan mampu menembus pasar nasional (oleh Palagan Press, SPdB secara resmi didaftarkan ke distributor PT Buku Kita, salah satu jaringan distributor besar dan akan masuk ke hampir semua toko buku besar di Indonesia), SPdB pun secara kebetulan lahir beriringan dengan peristiwa yang menasional. Kemiripan antara bom buku dan peluru (dalam) buku, dengan demikian, adalah berkah. Diangkatnya “Sebutir Peluru dalam Buku” menjadi judul antologi, bisa jadi, dilatarbelakangi oleh keinginan menasionalkan SPdB. Betulkah? Betul, karena setelah membaca “Sebutir Peluru dalam Buku”, pembaca segera mengetahui bahwa Oly tidak hanya memotret kejadian di Riau, tetapi juga kejadian di tempat lain (dalam hal ini Aceh).

Keunikan lain (yang sekaligus menjadi kekuatan) SPdB adalah cara penyajian ceritanya. Tema-tema hidup keseharian orang-orang kecil yang tragis-realis di hampir keseluruhan cerpen dalam SPDB dikemas dalam ironi-ironi penuh kejutan. Membaca SPdB, dengan demikian, ibarat berselancar di laut bebas. Keasyikan dan kenikmatannya justru ketika gelombang tak terperikan (biasanya mengejutkan itu) datang. Dalam cerpen “Bulan Ngapapekon”, misalnya, cerita menjadi semakin menarik karena Oly mampu menghadirkan gelombang kejut itu. Andai tafsir atas bulan ngapapekon ‘bulan dilingkari awan’(yang oleh masyarakat Lampung, bulan ngapapekon diyakini sebagai pertanda bahwa akan ada orang besar meninggal) tidak “dibelokkan” Oly, mungkin cerpen itu akan menjadi hambar. Bagi kebanyakan orang (termasuk bagi si Aku, tokoh cerita), orang besar itu ya pejabat atau setidaknya orang kaya, bukan orang miskin seperti Abah (tokoh cerita yang lain).

Namun, karena yang meninggal pada saat bulan ngapapekon itu Abah, kita diberi pemahaman baru yang mengejutkan: Abahlah orang besar itu karena berani berkorban demi harkat dan martabatnya. Begitu pun cerpen “Sebutir Peluru dalam Buku”. Sepintas cerpen itu hanya berkisah tentang kekecewaan Ibrahim atas perlakuan Ibu Tati, guru SD-nya dulu, yang memberinya buku bacaan yang bolong. Ibrahim kecewa karena buku bolong itu telah memberinya julukan si Bolong, di samping membuat bacaan Ibrahim tidak sempurna. Namun, setelah mengetahui kisah buku bolong itu, Ibrahim berubah total: dari kecewa menjadi bangga. Seperti apa kisah buku bolong itu? Silakan baca sendiri.

Keironisan juga terdapat pada 12 cerpen lainnya. Ke-12 cerpen itu, yang semuanya menggambarkan ketragisan masyarakat (bawah) Riau, sesungguhnya adalah ironi itu sendiri. Bukankah sebuah ironi jika di Riau, yang konon termasuk salah satu daerah terkaya di Indonesia, masih ada warga masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sehari-hari. Gambaran warga masyarakat Riau yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sehari-hari itulah yang diangkat Oly dalam 12 cerpen itu.***

*) Kepala Balai Bahasa Provinsi Riau. Tinggal di Pekanbaru.
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2011/05/peluru-olyrinson.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati