Ahmad S Rumi*
Republika, 29 Juli 2007
ISU penting dalam kehidupan sastra Indonesia saat ini, seperti tampak pada beberapa polemik di media massa (Jawa Pos, Media Indonesia, dan Republika) belakangan ini, tak lain adalah kebebasan, lebih tepatnya kegagapan dan kemabukan kita pada isu tersebut. Perdebatan tentang seks dan tubuh dalam sastra, liberalisasi pemikiran, pembongkaran tabu dan belenggu, merupakan bagian dari topik di atas.
Ini menarik, paling tidak untuk membelajarkan kita menyelami makna atau perbedaan pandangan terhadap sosok seksi bernama kebebasan, suatu konsep yang lebih gampang dikatakan daripada dipraktekkan. Dalam hal ini sastrawan dan para penggiat sastra tidak berbeda jauh dengan kalangan lainnya: aktivis partai, aktivis LSM, anggota DPR, birokrat, pengusaha, tim sukses Pilpres/Pilkada, dan bahkan demonstran bayaran yang meneriakkan keadilan dan demokrasi menurut versinya sendiri. Sepuluh tahun era reformasi belum cukup bagi kita untuk dapat memahami makna kebebasan.
Mungkin beginilah jalan masyarakat dari sebuah bangsa yang lama dikolonisasi, dan tidak sebentar dibelenggu Orde Lama-Orde Baru, apalagi sekarang pun kita dijajah oleh bentuk yang lain: neo-imperialisme dalam ekonomi dan budaya global seperti diakui para intelektual poskolonialisme. Celakanya, neoimperialisme ekonomi dan budaya di zaman “merdeka” ini berlangsung halus dan canggih, karena yang dibidik mental manusia.
Secara politik kini kita sudah memasuki era yang bebas. Karena itu, partai-partai bermunculan, gerombolan demonstrasi bentrok di jalanan atas nama rakyat (rakyat yang mana!), proses peradilan lamban karena pelaku kejahatan (utamanya para koruptor) meliak-liuk atas nama kebebasan, tayangan televisi mengeksploitasi publik dan berkelit dalam payung kebebasan, termasuk sastrawan yang konon pejuang (jangan-jangan cuma pemakai) kebebasan itu.
Terjadilah tarik-menarik, perdebatan, baik lisan maupun tertulis, pengerahan massa, hingga dukungan kekuatan dan kekuasaan, ke dalam hal ini termasuk permainan “dana perjuangan”. Dalam pertarungan politik dan proses peradilan sudah banyak contohnya: siapa memiliki uang dia yang menang. Dan di manakah posisi rakyat, masyarakat, dan bangsa yang dijadikan pijakan, lebih jelasnya diatasnamakan!
Lalu dalam sastra Indonesia munculah wajah hitam-putih yang berseberangan tajam: sastra tubuh dan lebih-lebih sastra seks berhadapan dengan sastra “penjaga” norma-norma. Bila yang pertama menganggap yang kedua sebagai pelestari tabu dan belenggu, maka yang kedua menilai yang pertama kebablasan.
Kebebasan dan kebablasan: euforia! Inilah yang dengan mudah dapat kita lihat dalam berbagai aspek kehidupan pasca Orde Baru. Kebebasan sering menjadi dalih untuk menghindar dari semacam tanggung jawab atau “kemalasan berpikir dan melakukan analisis” (pinjam kata-kata Veven Sp Wardhana dalam eseinya di koran ini) seperti dilakukan Veven sendiri yang membela seakan-akan TUK objektif menghargai dan mempraktekkan prinsip keberagaman.
Apakah mereka mengira tergolong orang-orang “kritis” dan mampu melakukan analisis? Semoga demikian sehingga mereka mau menyelami akar persoalan secara dalam, termasuk menganalisis mengapa masyarakat merasa ada “penjajahan” halus dari para penguasa dunia yang menjadi “polisi” pergaulan global.
Sebagai bangsa yang lama dijajah dan tertinggal dalam banyak hal, utamanya pendidikan, sehingga mental bangsa masih sering inlander, “prasangka” terhadap “penjajahan” global tidak patut disalahkan. Trauma, jika boleh dikatakan demikian, bagaimanapun tak gampang disembuhkan, apalagi beberapa gejala cukup jelas terlihat. Gejala-gejala itu antara lain sikap pemerintah yang sumir terhadap negara adikuasa, perilaku masyarakat yang kagetan, konsumtif tanpa kritis, gegar budaya (seperti kata Kurnia Efendi dalam diskusi Ode Kampung terhadap perilaku Binhad Nurohmat misalnya), juga snobis dan sok elit di sebagian sastrawan kita.
Kebebasan, kebablasan, keberagaman! Ternyata yang “mabuk” terhadap kebebasan itu hanyalah sekadar mabuk untuk eksplorasi (boleh dibaca: eksploitasi) tubuh dan sekitar seks. Dengan mengutip pemikiran para feminis Eropa, sebagian di antara kita gagah mengatakan perempuan kita tertindas, mari kita rayakan kebebasan, menulis dengan tubuh kita sendiri.
Karena itu, Ayu Utami bangga melakukan “ziarah seks” di Swiss sana (mungkin sebangga istri dan anak pejabat membeli lampu kristal di Paris), tetapi apakah ia peduli pada nasib-nasib perempuan miskin di got-got kota dan desa-desa di Indonesia? Novelnya yang ditaburi puja-puji dan diberitakan besar-besaran, sesungguhnya mirip telenovela yang menceritakan “keluh kesah” dan “gunjingan” perempuan-perempuan muda kaya di kota besar tentang lelaki yang dimimpi dan dibenci. Niatnya mungkin menyetarakan perempuan dan laki-laki, tetapi kesetaraan apa yang diharapkan dari tokoh-tokoh perempuan yang demikian?
Wowok Hesti Prabowo lalu “menghujat” sastra yang mengumbar kelamin itu, juga Komunitas Utan Kayu (KUK) dan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) yang dianggap sebagai cabang TUK (KUK). Binhad ngeri (mungkin juga jijik) dengan “hujatan” itu, kira-kira sengeri pemilik Lapindo melihat serbuan rakyat Porong Sidoarjo ke Jakarta. Sengeri “suara-suara” rakyat yang “tidak berperadaban” bagi sastrawan yang biasa berkarya di kafe, salon, dan diskotik.
Namun, cobalah pandang dari sebaliknya: kita akan memahami kenapa ada sastrawan-sastrawan yang ngeri dan jijik dengan karya yang temanya dari anu ke anu alias seputar anu. Rakyat yang miskin juga pasti ngeri dan jijik melihat perilaku pemerintah dan pengusaha yang punya segudang hak untuk “bebas” melakukan apapun.
Perbedaan pendapat tentulah wajar. Dari perbedaan itu kita berharap sama-sama menemukan kesadaran dan kemauan untuk masing-masing melakukan introspeksi, menimbang ulang keyakinan dan argumentasi. Perbedaan dan keberagaman harusnya bukan sekedar jargon, apalagi dalih untuk berkelit dari kritik orang.
Pasti akan seru jika hadir orang-orang KUK dalam diskusi Ode Kampung yang bersuasana pribumi itu. Sayangnya, sebagai importir dan laboratorium uji coba pemikiran Barat, mereka lebih suka mencitrakan diri sebagai pemikir elit yang memetakan dunia sastra Indonesia, atau membaptis sastrawan dalam sejumlah festival, diskusi, dan atau tulisan di lingkungan sendiri.
Sebagai komunitas yang awalnya mengimbangi DKJ-TIM dan Horison sebagai “pusat sastra”, KUK kini menjadi komunitas besar, khususnya dalam kuantitas program dan dana. Dan kini ia dikritik, antara lain karena wacana yang didengungkannya tak seindah tindak-tanduknya. Orang-orang KUK menggembar-gemborkan perbedaan dan keberagaman, tetapi karya, pikiran, dan perilaku mereka sendiri memperlihatkan keseragaman, dan keseragaman itu diseminasi ke tempat lain, termasuk ke DKJ atau acara-acara lain di komunitas lain yang diasuhnya. Orang-orang KUK mencitrakan diri sebagai para pemikir elit, tetapi yang terjadi cuma gaya hidupnya yang elit. Mereka mengusung perlunya demokrasi, tetapi sikap dan tindakannya yang arogan jelas bertentangan dengan demokrasi.
Jadi kebebasan? Suka tak suka sebagai bangsa, sebagai sastrawan dan penggiat sastra, kita terbata-bata memaknai konsep itu, terlebih dalam mempraktekkannya. Itulah soalnya sebagian di antara sastrawan Indonesia mabuk “memakai” (bukan memperjuangkan!) dan berfoya-foya dengan konsep besar kebebasan di wilayah yang amat sempit: seputar tubuh dan kelamin itu!
*) Dosen sastra Untirta Serang
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/07/wacana-sastra-yang-terbata-di-hadapan.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar