Sabtu, 02 Juli 2011

Antara Sastra dan Teknologisasi

Marjohan
http://www.harianhaluan.com/

Prof Dr Mukti Ali (man­tan Menteri Agama RI) pernah menggelindingkan satu adagium seputar seni: “Dengan ilmu hidup jadi mudah, dengan agama hidup jadi terarah, dan dengan seni hidup jadi indah”. Falsafah ini kemudian jadi populer, karena sering dikutip Buya Hamka dalam banyak tulisannya, dan acap-kali pula disetir KH. Zainuddin MZ dalam pelbagai pertemuan akbarnya dengan umat Islam. Atau bisa didengar lewat kasetnya yang bejibun di ko­munitas umat—di kota dan di desa.

Masih dalam konteks seni! Pujangga baru Indonesia pada paruh 1933, mendifinisikan seni sebagai “gerakan sukma”. Sedang sastra sebagai bagian yang senyawa dengan seni adalah gejala sipritual, dan bahkan transendental. Ia tum­buh dan menyelinap dari dalam jiwa, dan dalam referensi pisikologi disebut dengan motifasi intrinsik. Sedang Islam mengistilahkan dengan nawaitu atau niat—yang bersemayam di lubuk hati paling dalam. Harap dimafhumi! Perkara niat-meniat, pada hakekatnya tidak hanya untuk ibadah mahdhah—seperti shalat, pua­sa, hajji dan lain sebagainya. Tapi, niat juga bersentuhan dengan ibadah ghairu mahdhah antara lain berupa menanam bibit ihsan pada sesama manusia.

Sebuah kesadaran, keya­kinan, imajinasi, kognisi, persepsi, dan perasaan (bahagia, sedih, cinta, harapan, kecewa, resah dan gelisah)—semuanya adalah gejala yang menyemburat dari dalam jiwa. Secoretan puisi atau sepenggal sya’ir adalah ungkapan kejiwaan. Kadang ungkapan itu dirangsang karena stimulan dari dalam qalbu, dan kadang dirangssang oleh realitas hidup yang berdenyut dalam keseharian anak manusia.

Berbeda dengan seni lukis yang dihalalkan membangun realitasnya sendiri, seni sastra justru berorientasi edukatif-persuasif. Sastra mengajar orang mengkritisi realitas, dan men­cuatkan realitas sosial secara transparan atau apa adanya (polos/u’ryan). Dengan kata lain, dunia sastra adalah dunia yang setia pada nilai dan realitas. Rentang talinya men­jamah masa: dulu, kini dan nanti!

Dengan begitu, sastra bukan semata-mata simbol budaya. Lebih dari itu, ia berkutat dan berkelabat dengan permasa­lahan-permasalahan sosial, dan permasalahan-permasalahan control sosial (nahi mungkar). Makanya jangan kaget, kalau kaum sastrawan edukatif-persuasif tadi, sangat gigih mengembang-biakkan etos kerja, etika kerja, dan estetika kerja. Jangan pula tagalenjek, kalau makhluk yang bernama sastrawan punya nyali menyi­kapi lantang pelbagai kejahatan yang semakin meruyak-ber­nanah di negeri ini. Sebut saja kejahatan ekonomi, kejahatan politik, kejahatan hukum, kejahatan budaya (politisasi & dehumanisasi)—dan kejahatan-kejahatan lain yang berhadapan dengan konsep amar ma’ruf nahi mungkar dalam artian makro dan kontekstual (baca: Al Quran surat Ali Imran ayat 104 dan 110).

Lalu, apa pula pertalian semua itu dengan teknologi atau teknologisasi? Empat belas tahun lalu, tepatnya, pada 10 Agustus 1996—bersamaan dengan Hari Teknologi Na­sional, Pemerintah RI menye­rahkan penghargaan “Kalyane­kretya” buat beberapa orang yang dianggap berjasa dalam menggulirkan program pem­bangunan nasional di negeri ini. Salah seorang penerima penghargaan itu adalah Prof Dr Sapardi Djoko Damono untuk bidang “Teknologi Sas­tra”. Penghargaan yang kata sebagian orang amat bergengsi itu, disuguhkan pada sang profesor karena karya nyatanya yang teruji, dan terbukti faedah­nya di bidang penerapan tekno­logi bagi pembangunan nasio­nal.

Usai penyerahan penghar­gaan—tentunya di sebuah tempat yang sangat berharga, segelintir pengamat sastra ber-plat merah (minjam istilah Budayawan Darman Moenir) bersorak-bergegap-gempita-ria. Bahkan tidak tanggung-tang­gung! Melayang pula ucapan terimakasih yang “sedalam-dalamnya” atas budi baik pemerintah, yang disertai berkat “Petunjuk dari-pada Bapak” seperlunya itu.

Luapan kegembiraan ini bukannya tidak beralasan. Bayangkan! Sastra diakui eksistensinya dalam masyarakat teknologis yang kian meroket. Padahal, “salaruik salamo nangko” untuk meraup penga­kuan adanya sastra di tengah ahli teknologi saja –sulitnya seperti mencari umbut/umbi dalam batu. Atau nyaris sesulit mencari tanduk di kandang kuda— termasuk kuda piaraan pejabat dan teknokrat sekalipun. Lebih dari itu, sastra dianggap karya nyata yang bermamfaat seperti teknologi. Dan argu­men­tasi yang tidak kalah pentingnya, jarang-jarang sastra mendapat penghargaan setinggi langit ke tujuh itu.

Namun, dalam kaca-mata pengamat, budayawan, dan sastrawan berpalat hitam semisal Kuntowijoyo, Taufik Ismail dll, paling tidak ada tiga hal yang membuat fikiran jadi galau dan gundah atas penghar­gaan itu. Pertama, menganggap sastra sebagai teknologi adalah sebuah contradictio interminis. Kedua, menganggap sastra sebagai “karya nyata” adalah juga sebuah kekeliruan amat besar. Tapi, kalau karya nyata sama dengan phenomental— tentu budayawan dan sastrawan independen sangat oke, dan sangat setuju. Ketiga, dan ini yang amat penting, pada zaman mendiang orde baru lalu, memang banyak terjadi tekno­logisasi—hampir dalam semua sisi, dan kisi kehidupan.

Di era reformasi, demok­ratisasi, dan juga era otonomi kini, pikiran serba teknologis dan praktis itu tentu tidak boleh terjadi lagi. Sebab, semua itu hanya bakal menghasilkan manusia-manusia mesin, dan manusia-manusia robot! Pada­hal tujuan esensial-konsep­sional ketika membidani era refor­masi, pada Mei 1998 lalu, kita justru punya obsesi besar: melahirkan manusia berbu­daya, manusia ber-humaniora, dan manusia berkeseimbangan: “Addaral akhirah wa latansa nashibaka mina addunya”. Menganyam peradaban dunia, melempangkan jalan ke akhirat (QS. Al Qa-shash ayat 77).

Bersangkut-paut dengan itu, pemberian Award 2010 oleh Federasi Teater Indonesia (FTI) kepada budayawan/sastrawan Wisran Hadi—seperti diberita­kan mass media cetak daearah ini, agaknya perlu kita apresiasi bersama—karena cukup mela­pangkan rongga dada banyak orang. Dan, penghargaan ber­gengsi dan berorientasi mem­bangun manusia-manusia ber­bu­daya serta berhumaniora tersebut, juga pernah diterima WS Rendra, Nano Riantiarno, dan budayawan Putu Wijaya.

Akhirul kalam! Seputar merajut dan menyulam negeri ini ke depan, baik sastra maupun teknologi punya klaim yang sama, dan seba­ngun—itu amat sangat benar. Yang tidak betul, dan tidak benar: pem­bangunan seolah hanya memer­lukan karya nyata (tangible asset). Karya nyata hanya berorientasi materi—dan tidak spirit. Kalau mau berjujur-jujur, yang diperlukan dalam dunia bergalau, dan tak tentu “ojok” ini, justru manusia utuh itu tadi. Utuh sipritual, utuh kultural, utuh transen­dental, dan utuh fisik-material. Wal­lahu a’lam bish shawab*.

24 April 2011

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati