Iwan Gunadi
Riau Pos, 19 Juni 2011
SEORANG penulis cerita pendek (cerpen) dongkol lantaran cerpennya yang dimuat di dua media cetak berbeda digugat seseorang. Gugatan dalam salah satu surat pembaca yang muncul di media cetak yang terakhir memajang cerpennya itu menyalahkan pemuatan ganda tersebut. Kata si penggugat, pemuatan ganda itu merugikan pembaca dan cerpenis lain. Pembaca kehilangan kesempatan untuk menikmati cerpen atau informasi yang berbeda. Sementara cerpenis lain kehilangan peluang untuk ikut dimuat di media cetak itu.
Yang makin membuatnya dongkol, si penggugat itu adalah temannya sendiri. Ia bukan cerpenis, melainkan penulis puisi. Ia memang tak pernah mengirimkan puisi ke dua media cetak sebelum salah satunya menyatakan menolak. Tapi banyak temannya sesama penulis puisi tak melakukan hal serupa. Akhirnya, banyak puisi yang sama dimuat di lebih dari satu media cetak. Yang bikin ia keki, tak seorang pun yang pernah mempermasalahkannya. “Diamput, ini benar-benar standar ganda,” makinya seraya merobek-robek koran yang memuat surat gugatan itu.
Kekesalan sang cerpenis adalah sebuah fakta. Satu cerpen yang sama dimuat di lebih dari satu media cetak —biasanya di dua media cetak berbeda— juga fakta. Fakta yang lebih sering lagi adalah pemuatan satu puisi yang sama di lebih dari satu media cetak —bahkan bisa di tiga sampai dengan lima media cetak berbeda.
Yang lebih jarang terjadi adalah publikasi satu esai atau kritik sastra yang sama di lebih dari satu media cetak. Tapi, sebaliknya, tak jarang satu esai nonsastra, terutama esai yang berisi opini, dimuat di lebih dari satu media cetak.
Waktu pemuatannya bisa sama. Kalau itu yang terjadi, pembaca mudah menengarai dan menginformasikannya, termasuk ke redaksi media cetak yang memuat tulisan tersebut. Tapi, kalau waktunya berbeda, apalagi dengan rentang yang sangat jauh, tak mudah bagi pembaca untuk menengarai dan menginformasikannya. Di sini, pembaca cenderung berfungsi sebagai pengontrol.
Redaktur yang bertanggung jawab meloloskan tulisan-tulisan itu sendiri tak mungkin mengontrol dan mendata semua tulisan yang pernah dimuat media cetak lain dengan beban kesibukan yang dipikulnya. Jangan-jangan, ada media cetak yang tak mendata tulisan-tulisan, terutama dari luar, yang telah dimuatnya sendiri. Buktinya, masih ada media cetak yang memuat tulisan, termasuk cerpen, sampai lebih dari sekali —biasanya dua kali— tanpa bermaksud menyengajanya.
Boleh jadi, setiap redaktur tak bermaksud menerapkan standar ganda untuk cerpen, esai sastra, dan esai nonsastra di satu sisi dan puisi di sisi lain. Pemuatan ganda cerpen, esai sastra, dan esai nonsastra biasanya diganjar masuk daftar hitam orang-orang yang tulisannya tak lakak dipublikasikan lagi. Itu dilakukan setelah pemuatan ganda itu diketahui redaktur. Sebaliknya, pemuatan ganda puisi seperti tak pernah diganjar “hukuman” setimpal. Penyebabnya tampaknya lebih bukan lantaran redaktur tak mau melakukannya, melainkan karena tak tahu. Pembaca pun nyaris tak ada yang menginformasikannya.
Pemuatan ganda sendiri terjadi karena penulisnya mengirimkan tulisan yang sama ke lebih dari satu media cetak. Tulisan tersebut biasanya dikirim dalam rentang waktu berbeda. Setelah menunggu sekian waktu tak dimuat juga di satu media cetak, penulis mengirimkannya ke media cetak lain. Pemuatan ganda tak mungkin terjadi jika penulis menginformasikan ke redaktur tentang penarikan tulisan itu sebelum dikirim ke media cetak lain atau redaktur tak telat menerima informasi penarikan tersebut.
Namun, ada juga penulis yang sengaja tak memberi tahu redaktur tentang penarikan tulisan itu. Penulis seperti itu biasanya memang masih berharap tulisannya dimuat media cetak tersebut. Bahkan, ada penulis puisi yang sengaja mengirimkan puisi yang telah lama dimuat di satu media cetak ke media cetak lain dengan harapan mengutip honorarium ganda.
Di sisi lain, pemuatan ganda sendiri kadang-kadang disengaja. Ini biasanya berlaku bagi tulisan dari pihak luar media cetak yang diterima bukan karena penulisnya mengirimkan ke banyak media cetak. Tulisan semacam ini dimuat ganda —kurang dipedulikan apakah media cetak lain telah memuatnya atau belum— lantaran pentingnya isi tulisan tersebut atau pentingnya orang yang menulisnya dan media cetak tersebut tak perlu membayarnya. Misalnya, naskah pidato presiden pada kesempatan tertentu (poin c Pasal 13 Undang-Undang UU RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta —selanjutnya disebut UU Hak Cipta— yang mulai berlaku sejak 29 Juli 2003 lalu).
Persoalannya, apakah pemuatan ganda itu menyalahi peraturan? Setahu saya, tak ada satu peraturan pun yang mengakomodasi secara khusus masalah pemuatan ganda di media cetak. Meski begitu, ada pasal dalam UU Hak Cipta yang mengarah ke pengesahan pemuatan ganda.
Sebab, Pasal 46 UU tersebut menyebutkan, “Kecuali diperjanjikan lain, pemegang hak cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga…” Pasal tersebut dapat ditafsirkan, penulis sebagai pemegang hak cipta boleh mengirim satu tulisan yang sama ke lebih dari satu media cetak dengan konsekuensi dimuat di lebih dari satu media cetak pula, baik dimuat secara serempak atau dalam waktu yang berbeda.
Memang, di sana ada klausa “Kecuali diperjanjikan lain”. Tapi, persoalannya, perjanjian yang mana? Lazimnya, perjanjian melibatkan dan disepakati kedua belah pihak yang berjanji. UU Hak Cipta pun cenderung mendefinisikan perjanjian seperti itu. Bahkan, UU tersebut mewajibkan perjanjian lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal (Ditjen) Hak Cipta agar mempunyai akibat hukum kepada pihak ketiga (Pasal 47, ayat [2]).
Kalau perjanjian seperti itu yang dimaksud, saya tak pernah tahu bahwa ada penulis cerpen, puisi, esai sastra, atau bentuk tulisan lain sebagai pemegang hak cipta menandatangani perjanjian dengan pihak media cetak tentang pelimpahan hak eksklusif dari penulis kepada media cetak untuk mengumumkan atau memperbanyak tulisannya. Apalagi kalau sampai dicatatkan di Ditjen Hak Cipta.
Yang ada biasanya hanyalah ketentuan yang dibikin sendiri oleh pihak media cetak bahwa tulisan tidak pernah dimuat media cetak atau media massa lain. Ketentuan yang melarang pengiriman tulisan ke media cetak atau media massa lain nyaris tidak ada—untuk tak menyebut tak ada sama sekali.
Ketentuan yang melarang mengirim tulisan yang pernah dipublikasikan itu pun tak diketahui setiap penulis. Sebab, ketentuan itu tak pernah dimuat secara permanen atau terus-menerus di setiap media cetak. Penulis biasanya hanya tahu dari surat balasan bila tulisannya ditolak untuk dimuat. Padahal, tak semua media cetak menolak tulisan dengan cara seperti itu.
Kalau ketentuannya seperti dalam UU Hak Cipta, apa pihak media cetak tak dirugikan? Dengan prosedur seperti sekarang, pemuatan ganda sedikit banyak merugikan pihak media cetak, apalagi pihak media cetak yang memuatnya bukan pada kesempatan pertama.
Namun, dengan mempertimbangkan motif masyarakat Indonesia membeli media cetak, seberapa besar sih anggota masyarakat yang membeli media cetak hanya dengan alasan ingin membaca karya sastra, termasuk esai atau kritik sastra? Meski angka pastinya tak ada, jumlahnya diyakini sangat kecil. Apalagi masing-masing media cetak diasumsikan punya target pasar berbeda.
Dengan asumsi yang sama, pembeli media cetak pun berpeluang sangat kecil untuk dirugikan. Kalau dia ternyata biasa membeli lebih dari satu media cetak dengan asumsi target pasar yang berbeda itu dan membeli dengan motif tunggal ingin membaca karya sastra, toh, dia masih punya hak untuk tak membeli media cetak yang memuat karya sastra yang sama.
Namun, kesempatan tampil karya sastra penulis lain jadi berkurang? Betul. Tapi itulah pilihan redaksi media cetak yang bersangkutan. Itulah hak prerogatifnya, walau mungkin kemudian disesalinya karena ternyata dimuat juga media cetak lain. Di sisi lain, itulah hasil kompetisi: karya siapa yang dianggap bagus di mata redaksi, karya itu pula yang dimunculkan.
Nyatanya, yang lebih banyak dirugikan secara ekonomis adalah penulis. Masih banyak media cetak yang tak memberikan honorarium —UU Hak Cipta hanya menyebut royalti— kepada penulis. Padahal, meski diawali dengan klausa “Kecuali diperjanjikan lain”, Pasal 45, ayat (3), UU tersebut mewajibkan pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi. Tak sedikit pula media cetak yang memberikannya dalam jumlah alakadarnya.
Masih ada pula media cetak yang menghanguskan honorarium yang tak diambil penulis secara langsung dalam jangka waktu tertentu—biasanya paling telat tiga bulan. Ini biasanya berlaku untuk penulis yang sekota dengan kantor (pusat) media cetak itu atau berdekatan dengan kota kantor tersebut. Padahal, media cetak tersebut tak pernah memberitahukan ihwal pemuatan tulisannya.
Ujungnya, urusan pemuatan ganda menjadi kelihatan repot di mata penulis cerpen dan penulis puisi tadi. Tapi mereka berdua tak lagi saling dongkol. Mereka tak lagi mengirimkan tulisannya ke media cetak.
Maklum, media cetak tak lagi menyediakan ruang bagi mereka. Sebab, media cetak pun pusing kalau harus mengontrol tulisan di semua media cetak lain dan mematuhi ketentuan UU Hak Cipta. Padahal, niat mereka menyediakan ruang itu hanya untuk “ibadah”. Kalau untuk “ibadah” saja dibikin pusing dan repot, ngapain “ibadah” kalau akhirnya nggak ikhlas.
Iwan Gunadi, eseis dan peneliti sastra. Pernah menjadi Ketua Komunitas Sastra Indonesia (KSI). Tinggal di Tangerang, Banten.
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2011/06/standar-ganda-publikasi-karya-sastra.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar