Kafiyatun Hasya
http://sastra-indonesia.com/
“Aku memang tak menampakkan dihalayak banyak orang, tapi aku tahu kau diantara mereka”. Ucapmu padaku disenja kemaren. Entah kenapa aku tak bisa mengerti posisimu. Kau sebagai seorang pelukis yang terkenal, tak pantang memenyerah ketika malas menyambar semagatmu. Mungkin itu karena kau hidup dari hasil corat-coret tanganmu. Tapi aku yang berstatus kekasihmu sejak dua tahun yang lalu, tak penah kau kenalkan dengan teman-temanmu. Kau hanya mengenalkanku pada lukisan-lukisanmu. Kau paling banyak melukis perempuan daripada benda atau makhluk lainnya. Saat ditanya, kau hanya menjawab dengan senyuman serta sentuhan lembut ditanganku untuk sekedar menenangkanku.
“Ah, kau sangat pandai merayuku! Jangan-jangan kau menyimpan perempuan lain, lalu kau alihkan dengan melukis wajah-wajah mereka dikanvasmu” sergahku
“Tidak, tidak akan. Aku bukan penghianat. Kau satu-satunya kekasihku. Perempuan dilukisanku tak pernah berarti bagiku, mereka hanya barang kesayanganku saja”
Kau ini seperti hidup dizaman kerajaan saja, kau simpan selirmu dengan rapat dan aneh. Kau simpan mereka pada kanvas-kanvas kebanggaanmu, yang kelak jika kau beruntung, lukisan-lukisan itulah yang akan mengisi perut kosongmu”.
“Berarti aku berhutang budi pada perempuan dilukisanku, begitu maksudmu?!” kau memandangku sinis dan ragu, lalu kau menatap langit luas, memejamkan mata seraya mengucap kata-kata yang tak jelas ditelingaku.
“Kau berdo’a saja, agar tak pernah ada selir-selir seperti yang kau katakan. Jika itu terjadi bukan berarti aku penghianat, melainkan ada kesalah kesalahan yang tak pernah kita sadari.”
Sedetik kau menatapku, lalu membuang wajahmu kelangit luas lagi. Seakan mengharap sesuatu jatuh darisana. Entah itu berupa kebahagiaan atau duka. Kau meninggalkanku tetap sendiri duduk dibatu besar. Batu yang aku duduki memang sangat besar dan kokoh selama tidak ada benda yang lebih kuat menimpanya. Tapi aku perempuan, bukan batu kuat dari langit seperti yang selalu kau harapkan.
“Kisah cintaku tak boleh kandas disini. Aku susah payah mengumpulkan gugusan-gugusan kecil cintaku untuk kita jadikan titian-titian hidup. Perjuanganku baru dimulai”.
* * *
Diakhir pekan, kau mengajakku untuk menemanimu dalam acara pameran lukisanmu. Hampir satu bulan satu kali kita bersama diacara yang dihadiri para penyuka seni dan budayawan. Tak jarang, lukisanmu dibeli dengan harga yang cukup mahal. Aku mengamati tiap lukisanmu. Selalu begini, sama seperti yang dulu-dulu. Lukisan perempuan melulu. Perempuan jawa yang berkerudung. Entahlah, kenapa aku tidak juga mengeri filosofi lukisan kekasihku. Padahal hanya wajah perempuan.
“Mas Pras” panggilku ketika acara pameran usai
“Kenapa Din?”
“Kita langsung pulang atau jalan lagi?”
“Kita ketempat biasa saja”.Aku menurut saja apa yang kau katakan, selama aku masih bisa bersamamu.
“Kau yakin kisah kita tidak akan buruk?” tanyaku padamu saat duduk di batu besar.
“Bukan lantaran karena aku tak perduli padamu, maka kisah buruk terlahir untuk kita, aku tak membawa kisah buruk untuk hubungan kita. Aku tidak akan membawakan kisah-kisah sendu. Aku tak ingin membuatmu terus-terusan gamang. Aku tak ingin menambah bebanmu”.
“Aku tak habis pikir, kenapa aku sapai mencintaimu”.
“Itu adalah keajaiban”. Jawabmu pendek.
Tak jelas, kenapa kau sembunyikan aku seperti selir-selirmu,dalam kejauhan imajinasi dan kelakar nalurimu. Kekasihku yang sangat aku puja dan kunanti, yang aku harap dapat menghancurkan segala kegelisahan. Dan setelah lama aku mencoba menerima kehadiranmu, pada sejumput yang tak pernah lepas dihatiku, aku menjadi sangat mencintaimu.
Perempuan yang berharga bagimu, adalah prempuan yang bisa menampakkan wujudnya pada kanvas-kanvasmumu. Apa bagusnya bagiku, jika lukisan kekasihku saja aku tak mengerti. Apa itu berarti aku tak benar-benar mencintaimu?! Alangkah tragisnya, jika putik bunga berserakan dikakimu sebelum waktunya. Ambillah segala putik bunga-bungaku, dan kau akan tahu betapa kejamnya pelukis wajahku yang tak menyamakan aku dengan bunga-bunga yang lain.
Bercinta denganmu membuat aku lupa. Teman-temanku yang begitu bersikukuh bahwa kau bukan lelaki sejati, yang tak pernah bisa mengakui aku sebagai kekasihmu. Namun, itu tak membuat aku mati suri.
“Din..” kau memulai percakapan dipertemuan kali ini
“Iya mas?”
“Semalam aku bermimpi”
“Ah, itukan sudah biasa”
“Tidak, ini mimpi yang tak seperti biasanya”
“Apa sich?!”
“Dengar, dengarkan aku baik-baik”. Kau diam sebentar mengambil nafas.”aku bermimpi kau menjadi patung dilukisanku. Lalu menjelma bunga kering. Tapi aku sangat menyukainya. Meski bunga itu kering, gairahnya tak mengurangi niatku untuk terus memoleskan warna-warna kehidupan. Biasanya kau hadir bukan sebagai obyek lukisanku, paling tidak kau hanya menemani aku jalan-jalan dipulau khayalanku”.
“Apa maksudmu?”
“Aku senang ketika Tuhan memberiku mimpi tentang keberadaan dan tubuhmu. Jarang sekali itu terjadi”.
“Kau hawatir aku menjadi patung yang tak punya warna-warna cerah kehidupan bila kita bersama?!”.
“Tidak”
“Itu omong kosong sayang…”
“semoga saja memang omong kosong!”
Untuk sekian kali lagi kau menampakkan wajah hawatirmu. . Dengan sebatag rokok kau hembuskan segala ragu lewat asap yang membumbung, menjauh, dan mengabadi dilangit. Satu keraguan terlewatkan dibatinmu. Menyamai angin yang kerap menampar daun-daun kering. Yang membawa debu dan daun kering terpisah dari kerabatnya. Jka ia seorang manusia, mungkin dihari tenang ia kembali mencari kerabatnya. Aku tak mau seperti daun kering yang berjarak dengan kerabatnya, begitupun dengan kekasihku.
“Jangan terus-terusan ragu, itu akan mempengaruhi pikiranmu”.
“Aku tidak ragu,. Aku sedang berpikir bila kau jauh dariku apa yang akan terjadi padamu. Karna aku lelaki, aku tak risau”.
Aku tak mengerti dengan perasaan kekasihku. Haruskah aku redam seja gejolak yang menyembul ketika bertemu denganmu didepan banyak orang?!. Padahal pertemuan ini yang aku tunggu. Dengan merenung dan melamun tak membuahkan hasil. Serupa apapun kisah kita, aku peduli. Aku kerap menatap lekat-lekat matamu sambil menerawang, kira-kira adakah sebongkah kesetiaan yang terjerat, atau malah telah terlepas dari jeratan ikut halimbubu. Andai halimbubu itu mengerti keinginanku, tafsiranku akan membaik.
Aku menangkap gerut berbeda pada jalan pikiranmu. Lama kelamaan aku merasa bosan. Ada keinginan untuk tak peduli padamu, berharap kisah kita berakhir saja disini. Dari saking capeknya aku bertekad saja. Meninggalkanmu.
Aku ingin kita bertemu
ditempat biasa
SMSku masuk diponselmu sepuluh hari setelah pertemuan terakhir kita. Besoknya pada waktu yang telah kita sepakati kau tengah duduk di batu besar itu. Kau menggeser dudukmu untukku. Lalu kau membuka tasmu, mengeluarkan secarik kertas buram.
Kertas ini bukan kertas pink
Ini kertas buram. Tapi cinta
Bukanlah hal yang nampak.
Banyak hal yang tidak nampak
Yang bisa kita rasakan.
Adinda, dikeningmu bibirku
Ingin diam dan berpulang
Prasetyo
Sepulang pameran
“Senjata penyair adalah kata-katanya yang tulus”. Ucapku ketika ketika aku sudah membaca tulisanmu. Lalu duduk disampingmu. Persis seperti kemaren-kemarennya.
“Aku sependapat denganmu. Karena itu ketulusan. Aku terserah kamu saja. Kau mau terus seperti ini denganku atau malah meninggalkanku. Jika kau meninggalkanku aku putuskan, aku akan berhenti saja melukis wajahmu”.
“Apa?”
“Ya, selama ini aku melukis wajahmu yang telah tercemari disetiap lenguhan inspirasiku. Dengan wajah yang berbeda dengan bunga-bunga yang lainnya. Kau adalah bungaku meski tanpa atau dengan putik. Bagiku kau sama saja. Kau lebih berharga dari semua hasil lukisanku”.
Dengan rasa bahagia yang begitu saja membuncah pada hatiku seketika. Disiang ini, ditempat bebas penuh dengan beribu keinginan untuk hidup damai, aku menemukan seberkas keyakinan bahwa kau adalah lelaki yang belum sepenuhnya aku pahami, namun begitu sangat menghawatirkan aku.
“Adinda… aku begitu mencintaimu..”
* * *
Menyatakan perasaan kia dengan bahasa tubuh, yang diwakili oleh tangan atas jari-jari kita adalah ungkapan puncak keindahan. Ternyata coretan kekasihku adalah kumpulan perasaan cintanya.
Bagiku kau mas, adalah menyatukan rantai kisah cinta yang sungguh indah. Dengan segala yang telah kita lewatkan aku tak pantas meningglkanmu begitu saja. Mengenalmu, menjadikan aku sebagai putri bunga cantik dalam setiap lukisanmu. Kau sangat mahir melukis wajah, begitupun melukis kisah kita.
“Mas..,aku punya harapan besar padamu, menjadi yang berharga dan terindah dalam hidupmu. Disetiap dentingan do’a-do’aku, namamu dan segala harapan kita selalu kuucap.Semoga…”
Paiton 15 april 2009.
*) Dimuat di majalah ALFIKR.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar