Sabtu, 03 September 2011

Gus tf Sakai; Dari Payakumbuh Melintas Batas Dunia

Hendra Makmur
http://mediaindonesia.com/

Jika menyadari hidup dalam kampung global, tidak ada relevansinya jika kita mempertentangkan hidup di kota atau di pelosok desa. Lihat saja, dari Payakumbuh, sebuah kota kecil sekitar 150 kilometer di timur laut Kota Padang, Gus tf Sakai mampu menembus sekat-sekat Indonesia bahkan antar negara, melalui sastra. Karyanya berupa novel, cerpen dan puisi menjangkau atmosfer yang luas, bukan sekedar budaya habitatnya, Minangkabau.

Penyair yang bernama asli Gustrafizal ini memutuskan hidup menjadi penulis setelah tamat dari Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang pada 1994. Keputusan tersebut kemudian dibarengi dengan pilihannya untuk kembali tinggal di daerah asalnya yang acap disebut Luhak 50 Koto.

Tinggal di kota kecil, malah mendukung kreatifitas Gus. Puluhan penghargaan ia peroleh sejak dari tingkat internasional hingga ke nasional. Antara lain, penghargaan sastra Lontar untuk kumpulan cerpen Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (2001), Sih Award dari Jurnal Puisi untuk puisi Susi, 2000 M (2002), SEA Write Award dari Kerajaan Thailand untuk kumpulan cerpen Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (2004) dan Penghargaan Sastra Khatulistiwa untuk kumpulan cerpen Perantau (2007).

Pada peringatan kemerdekaan Agustus lalu, pemerintah provinsi Sumbar memberi Anugerah Tuah Sakato untuk Gus bersama 13 orang lainnya. Sebuah penghargaan baru untuk menghargai tokoh Minang yang konsisten berkarya di bidangnya.

Gus kaget atas penghargaan itu. Semoga telah berubah. Orang Minangkabau biasanya lebih menghargai orang-orang yang tinggal di rantau, katanya kepada Hendra Makmur dari Media Indonesia, Kamis (2/10) lalu.

Ia lalu bercerita banyak tentang proses kreatifnya, mainstream sastra dunia serta sastra Indonesia yang masih sering terjebak dalam konflik kelompok. Berikut petikan wawancaranya:

Sudah puluhan penghargaan yang Anda terima hingga dua yang terakhir Khatulistiwa Literary Award dan Anugerah Tuah Sakato dari Gubernur Sumbar. Apa yang Anda rasakan?

Saya tentu berterima kasih. Ada sesuatu yang beda. Sesuatu yang semoga telah berubah. Orang Minangkabau, Anda tahu, biasanya lebih menghargai orang-orang yang tinggal di rantau ketimbang yang tinggal menetap di kampung sendiri.

Bagaimana proses pencarian ide Anda ketika berkarya? Apakah mengalir begitu saja? Ataukah butuh pemicu atau peristiwa sebagai pemantik?

Saya kira kedua-duanya. Sangat banyak yang kita tak tahu. Dan mencari adalah suatu keharusan. Begitu kita menemukan sesuatu, keinginan menulis akan sangat besar. Tapi di sisi lain kita membutuhkan segalanya mengalir begitu saja agar apa yang kita tulis menjadi wajar, tak terkesan dibuat-buat atau dipaksakan.

Bagaimana perbedaan proses pencarian ide untuk karya puisi dan prosa? Nama Gus tf dan Gus tf Sakai yang Anda bedakan untuk karya puisi maupun prosa, apakah berlatar belakang perbedaan yang mendasar ketika menghasilkan dua karya itu?

Dulu, pada masa atau periode awal-awal menulis, memang ada semacam pertimbangan apakah suatu ide lebih cocok untuk puisi ataukah lebih cocok untuk prosa. Tapi sekarang rupanya tidak. Apa pun idenya, bila yang ada Gus tf, maka yang muncul adalah puisi. Bila Gus tf Sakai, yang muncul prosa. Jadi tak ada beda mendasar. Satu hal yang agak jelas: Gus tf sering muncul ketika sedang bepergian atau dalam perjalanan, sedangkan Gus tf Sakai ketika sedang menetap atau tinggal lama, membaca-baca, menyelidik, meneliti sesuatu tak ke mana-mana.

Apa yang membuat Anda memutuskan berdomisili di Payakumbuh, sementara banyak sastrawan lain merasa perlu pindah ke Jakarta?

Saya tak tahu apa pertimbangan sastrawan lain. Tetapi saya kira, dengan kemajuan dan segenap kemudahan yang disediakan teknologi, domisili tak lagi penting. Dunia telah mengecil. Anda bisa melompat dari suatu dunia ke dunia lain dalam hitungan detik

Apakah Anda tidak merasa ketinggalan informasi dengan tinggal di kota kecil?

Tidak. Bagaimana akan ketinggalan informasi bila suatu kejadian di suatu belahan dunia bisa dengan mudah hadir di hadapan kita, bahkan pada saat yang sama?

Dengan memilih tinggal di Payakumbuh, pasti kota ini ada kelebihannya untuk Anda. Boleh tahu apa itu?

Ya, saya kira ada. Kemudahan dan kebergegasan informasi membuat Anda berada dalam irama hidup yang cepat. Dan kota kecil semacam Payakumbuh, di mana segalanya masih berjalan relatif alami dan pelan, akan memberi Anda semacam keseimbangan.

Sepertinya Anda menikmati betul tinggal di Payakumbuh. Apakah itu mempengaruhi proses Anda dalam berkarya?

Ya saya kira juga. Selain keseimbangan tadi, di mana Anda bisa ulang-alik antara kebergegasan dan kepelanan, lebih dari itu semua, saya tetap berada di dunia nyata. Maksud saya, saya tak berjarak dari atmosfer hidup yang melahirkan saya. Dengan kata lain, saya tak mudah tercerabut dari akar budaya, sesuatu yang sangat penting yang memberi kontribusi, sekaligus perbedaan, antara satu pengarang dengan pengarang lain.

Dari banyak karya Anda, Anda dikatakan melintas batas-batas daerah dan bahkan dunia. Bagaimana Anda bisa menulis banyak tentang tempat lain, sementara Anda lebih banyak tinggal di Payakumbuh? Apa cukup dengan media massa dan internet saja?

Sudah saya katakan, kemajuan teknologi telah memanjakan kita untuk bisa berada di mana saja. Kita bisa melintas, ulang-alik, dari satu belahan dunia ke lain belahan dunia. Bahkan dari satu masa ke lain masa. Tapi jangan lupa, karena kemajuan teknologi juga telah menyeragamkan banyak tempat di dunia, baiklah kita mengenali atau menyebut segala jarak tempat dan waktu itu sebagai khasanah. Hanya dengan begitu kita bisa melihat segalanya dengan berbeda, yang pada gilirannya memperkaya. Tapi pula, tentu selalu ada kasus di mana internet dan media massa saja tak cukup. Dan saya beruntung karena kadang diundang ke berbagai tempat.

Apa kegiatan Anda selain menulis sekarang?

Tak ada, atau mungkin belum ya?

Apakah Anda sedang menyelesaikan karya baru?

Ya, tapi selalu tak pernah selesai.

Novel, cerpen, atau puisi?

Ya semua. He he

Kalau boleh dapat bocoran, tentang apa?

Novel, tentang sebuah kampung yang hilang. Cerpen dan puisi macam-macam.

Kapan rencananya akan terbit?

Tak tahu kapan akan terbit. Ya karena itu tadi, tak pernah selesai-selesai. He he

Bagaimana pendapat Anda tentang banyaknya penulis baru saat ini yang langsung melejit, terkenal, dan laku di masyarakat?

Ya bagus. Mereka mestinya cerdas-cerdas ya? Mereka lahir dan tumbuh pada zaman di mana banyak hal datang dari segala arah.

Apa ini hal positif? Atau ada tidak baiknya?

Ya positif kalau mereka bisa memberdayakan itu semua. Tapi bisa pula negatif, karena banyak hal yang datang timpa-bertimpa itu membuat kita bisa terjebak dalam kedangkalan. Dan dalam masyarakat kita, Indonesia, yang amburadul dan direpotkan oleh banyak hal ini, sesuatu yang dangkal cenderung disukai. Maka yang melejit, terkenal, laku, sangat sering berkebalikan dengan kualitas.

Menurut Anda, ke mana arah mainstream sastra dunia sekarang?

Ke kesadaran betapa beragam sumber penciptaan. Kekayaan dari berbagai khasanah mulai jadi perhatian. Sastrawan dengan tradisi sastra yang kokoh seperti Eropa, untuk mempertahankan tradisi itu, mulai membongkar dan mendekontruksi tradisinya. Kita lihat sekarang penghargaan-penghargaan sastra internasional mulai banyak diperoleh oleh karya-karya sastra hibrida, yang pengarangnya berasal dari negara-negara kolonial atau bekas jajahan.

Di Indonesia ke mana?

Sepertinya masih meraba-raba. Kalau saja mereka tahu betapa kayanya sumber-sumber lokal.

Mengapa seolah sastawan tak lepas dari intrik sejak dulu. Banyak perpecahan, misalnya adanya blok Utan Kayu, Horizon, dll. Bagaimana Anda memandangnya? Apakah ini tidak merugikan?

Ya tentu saja merugikan. Selain tradisi sastra kita masih sangat muda, ini tak lepas dari sejarah awal kesusastraan kita yang tidak berfungsi atau diletakkan atas dasar kepentingan sastra, melainkan atas dasar kepentingan lain seperti politik. Sastra belum kita pandang sebagai suatu teks yang punya sifat dan ukuran-ukuran sendiri. Dan jejak itulah yang masih membekas sampai kini.

Bagaimana solusinya ke depan menurut Anda?

Tak lain, marilah kita kembalikan ini semua. Mari kita lihat hanya teks sastra, kepentingan sastra. Jangan lagi kepentingan kelompok. Sastra yang karena ukuran-ukurannya bersifat menyatukan, kok malah menjelma jadi alat kepentingan kelompok yang sifatnya justru memisahkan. Sesuatu yang sangat bertolak-belakang, bukan?

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati