Risa Umami
http://pesantrenbudaya.com/?id=247
RIWAYAT HIDUP HAMZAH FANSURI
Syeikh Hamzah Fansuri adalah seorang cendekiawan, ulama tasawuf, dan budayawan terkemuka yang diperkirakan hidup antara pertengahan abad ke-16 sampai awal abad ke-17. Nama gelar atau takhallus yang tercantum di belakang nama kecilnya memperlihatkan bahwa pendekar puisi dan ilmu suluk ini berasal dari Fansur, sebutan orang-orang Arab terhadap Barus, sekarang sebuah kota kecil di pantai barat Sumatra yang terletak antara kota Sibolga dan Singkel sampai abad ke-16 kota ini merupakan pelabuhan dagang penting yang dikunjungi para saudagar dan musafir dari negeri-negeri jauh.
Sayang sekali bukti-bukti tertulis yang dinyatakan kapan sebenarnya Syeikh Hamzah Fansuri lahir dan wafat, di mana dilahirkan dan di mana pula jasadnya dibaringkan dan di tanam, tak dijumpai sampai sekarang. Dari syair dan dari namanya sendiri sudah sekian lama berdominasi di Fansur, dekat Singkel, sehingga mereka dan turunan mereka pantas digelari Fansur. Konon saudara Hamzah Fansuri bernama Ali Fansuri, ayah dari Abdur Rauf Singkel Fansuri. Pada ahli cenderung memahami dari syair bahwa Hamzah Fansuri lahir di tanah Syahmawi, tapi tidak ada kesepakatan mereka dalam mengidentifikasikan tanah Syahmawi itu, ada petunjuk tanah Aceh sendiri ada yang menunjuk tanah Siam, dan bahkan ada sarjana yang menunjuk negeri Persia sebagai tanah yang di Aceh oleh nama Syamawi.
KARYA – KARYA
Syair-syair Syeikh Hamzah Fansuri terkumpul dalam buku-buku yang terkenal, dalam kesusasteraan Melayu / Indonesia tercatat buku-buku syairnya antara lain :
a. Syair burung pingai
b. Syair dagang
c. Syair pungguk
d. Syair sidang faqir
e. Syair ikan tongkol
f. Syair perahu
Karangan-karangan Syeikh Hamzah Fansuri yang berbentuk kitab ilmiah antara lain :
a. Asfarul ‘arifin fi bayaani ‘ilmis suluki wa tauhid
b. Syarbul ‘asyiqiin
c. Al-Muhtadi
d. Ruba’i Hamzah al-Fansuri
Karya-karya Syeikh Hamzah Fansuri baik yang berbentuk syair maupun berbentuk prosa banyak menarik perhatian para sarjana baik sarjana barat atau orientalis barat maupun sarjana setempat, yang banyak membicarakan tentang Syeikh Hamzah Fansuri antara lain Prof. Syed Muhammad Naquib dengan beberapa judul bukunya mengenai tokoh sufi ini, tidak ketinggalan seumpama Prof. A. Teeuw juga r.O Winstedt yang diakuinya bahwa Syeikh Hamzah Fansuri mempunyai semangat yang luar biasa yang tidak terdapat pada orang lainnya. Dua orang yaitu J. Doorenbos dan Syed Muhammad Naquib al-Attas mempelajari biografi Syeikh Hamzah Fansuri secara mendalam untuk mendapatkan Ph.D masing-masing di Universitas Leiden dan Universitas London. Karya Prof. Muhammad Naquib tentang Syeikh Hamzah Fansuri antaranya :
- The Misticim of Hamzah Fansuri (disertat 1966), Universitas of Malaya Press 1970
- Raniri and The Wujudiyah, IMBRAS, 1966
- New Light on Life of Hamzah Fansuri, IMBRAS, 1967
- The Origin of Malay Shair, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1968
PEMIKIRAN
Dari karya-karya yang ditulis mengenai Hamzah Fansuri menunjukkan kelebihan yang sangat menonjol dalam bidangnya dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain pada masanya. Pada mulanya Hamzah Fansuri mempelajari ilmu tasawuf setelah menjadi anggota tarekat Qadiriyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Jailani. Valentijn, seorang sarjana Belanda yang mengunjungi Barus pada tahun 1706, mengomentari tentang Hamzah Fansuri : Seorang penyair Melayu, Hamzah Fansuri…yakni seorang yang sangat terkemuka di lingkungan orang-orang Melayu oleh karena syair-syair dan puisi-puisinya yang menakjubkan, membuat kita karib kembali dengan kota tempat lahir sang penyair bilamana di dalam puisi-puisinya yang agung dia mengangkat naik dari timbunan debu kebesaran dan kemegahan masa lampau kota itu dan mencipta kembali masa-masa gemilang dan kebesarannya.
Syair-syair Hamzah Fansuri yang diketahui tidak kurang 32 untaian. Syair-syairnya dianggap sebagai syair Melayu pertama yang ditulis dalam bahasa Melayu, yaitu sajak empat baris dengan pola bunyi akhir a a a a pada setiap barisnya.
Ciri-ciri sajaknya yang menonjol di antaranya menjadi semacam konvensi sastra atau puisi Melayu klasik. Pertama, pemakaian penanda kepengarangan. Kedua, banyak petikan ayat Alquran, hadis, pepatah, dan kata-kata Arab. Itu menunjukkan derasnya proses Islamisasi yang untuk pertamakalinya melanda bahasa, kebudayaan dan sastra Melayu abad ke-16. Ketiga, dalam setiap bait terakhir syairnya selalu mencantumkan takhallus (nama diri), yaitu nama julukan yang biasanya didasarkan pada nama tempat kelahiran penyair atau tempat ia dibesarkan. Keempat, terdapat pula tamsil dan citraan-citraan simbolik atau konseptual yang biasa digunakan oleh penyair-penyair Arab dan Persia dalam melukiskan pengalaman dan gagasannya. Kelima, karena paduan yang seimbang antara diksi (=pilihan kata), rima dan unsur-unsur puitik lainnya.
Syair-syair Hamzah Fansuri menciptakan suasanan ekstase dalam pembacaannya, seperti halnya suasana para sufi saat melakukan wirid, yaitu konser musik yang disertai zikir, nyanyian, dan pembacaan sajak. Ciri lain yang dapat ditambahkan sebagaimana puisi penyair sufi pada umumnya, syair-syair Hamzah Fansuri memadukan metafisika, logika, dan estetika secara seimbang.
Winstedt mengatakan bahwa syair-syair Hamzah Fansuri kebanyakan memakai irama pantun, meskipun urutan sajaknya mengikuti urutan sajak syair. Mengenai syair Hamzah Fansuri, C. Hoykas dalam bukunya Perintis Sastra mengemukakan pendapat antara lain bahwa karangan-karangan Hamzah Fansuri bukan saja banyak memakai nama-nama Arab tetapi juga banyak mempergunakan kata-kata Arab di dalamnya. Oleh karena itu, karangan-karangan Hamzah Fansuri tidak mudah dipahami oleh orang biasa. Pengaruh Hamzah Fansuri cepat tersebar di seluruh tempat di Indonesia dan Malaysia terutama melalui pengajaran-pengajaran yang beliau berikan selama perantauan ke berbagai tempat dan melalui karya-karyanya yang tersebar di seluruh Asia Tenggara. Murid-muridnya pun tersebar pula di mana-mana. Hamzah Fansuri bukan saja seorang ulama tasawuf dan sastrawan terkemuka tetapi juga seorang perintis dan pelopor pembaharuan. Sumbangannya sangat besar bagi perkembangan kebudayaan Islam di Nusantara, khususnya di bidang kerohanian, keilmuan, filsafat, bahasa, dan sastra. Di bidang keilmuan, Hamzah Fansuri telah mempelopori penulisan risalah tasawuf atau keagamaan yang demikian sistematis dan bersifat ilmiah. Sebelum karya-karya Hamzah Fansuri muncul, masyarakat Melayu mempelajari masalah-masalah agama, tasawuf, dan sastra melalui kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia.
Dalam bidang sastra, Hamzah Fansuri mempelopori pula penulisan puisi-puisi filosofis dan mistis bercorak Islam. Kedalaman kandungan puisi-puisinya sukar ditandingi oleh penyair lain yang sezaman bahkan sesudahnya. Dalam bidang kesusastraan pula, ia orang pertama yang memperkenalkan syair dan puisi empat baris dengan skema sajak akhir a a a a seperti telah disinggung sebelumnya. Dilihat dari strukturnya, syair yang diperkenalkan oleh Hamzah Fansuri seolah-olah merupakan perpaduan antara sajak Persia dengan pantun Melayu.
Hamzah Fansuri juga telah berhasil meletakkan dasar-dasar puitika dan estetika Melayu. Pengaruh itu masih dapat diamati jauh setelah ia mati bahkan hingga sekarang, seperti dalam karya penyair Pujangga Baru, sastrawan angkatan 70-an dan sebagainya, berada dalam satu jalur estetik dengan Hamzah Fansuri. Bidang kebahasaan, Hamzah Fansuri telah memberikan beberapa sumbangan. Pertama, sebagai penulis pertama kitab keilmuan dalam bahasa Melayu, ia berhasil mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa intelektual dan ekspresi keilmuan yang hebat. Dengan demikian, kedudukan bahasa Melayu di bidang penyebaran ilmu dan persuratan menjadi sangat penting dan mengungguli bahasa-bahasa Nusantara lainnya pada waktu itu. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada sekitar abad ke-17, bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar pada berbagai lembaga pendidikan Islam, bahkan digunakan pula oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bahasa administrasi dan bahasa pengantar di sekolah-sekolah pemerintah. Itulah yang telah memberikan peluang besar terhadap bahasa Melayu bukan saja untuk berkembang maju tetapi juga untuk dipilih dan ditetapkan menjadi bahasa persatuan dan kebangsaan Indonesia. Sumbangan/pemikiran selanjutnya mengenai kebahasaan dapat dibaca dalam syair-syair dan risalah-risalah tasawuf Hamzah Fansuri, sangat besar jasanya dalam proses Islamisasi bahasa Melayu. Islamisasi bahasa sama saja dengan Islamisasi pemikiran dan kebudayaan. Syair-syairnya bukan saja memperkaya perbendaharaan kata bahasa Melayu tetapi juga mengintegrasikan konsep-konsep Islam dalam berbagai bidang kehidupan dalam sistem bahasa dan budaya Melayu.
Dalam bidang filsafat, ilmu tafsir dan telaah sastra, Hamzah Fansuri telah pula mempelapori penerapan metode takwil atau hermeneutika keruhanian. Sebagai contoh, dalam tulisannya Rahasia Ahli Makrifat, Hamzah Fansuri menganalisis dengan tajam dan dengan landasan pengetahuan yang luas mencakup metafisika, teologi, logika, epistemologi, dan estetika. Murid Hamzah Fansuri yang terkenal ialah Syekh Syamsuddin bin Abdullah as Samathrani, sangat berpengaruh dalam kehidupan keagamaan di Kesultan Aceh Darussalam, terutama pada masa pemerintahan Sayid al Mukammal dan Sultan Iskandar Muda. Pendirian Syekh Syamsuddin itu merupakan cerminan pendirian Hamzah Fansuri. Hal itu tidak saja dapat dilihat dari seluruh karya Syamsuddin, bahkan karyanya tersebut dapat dianggap memperjelas pendirian Hamzah Fansuri. Salah satu pandangan dan uraian Syamsuddin atas karya Hamzah Fansuri berjudul Ruba-i Hamzah Fansuri.
Perbedaan Faham
Setelah Sultan Iskandar Muda meninggal, ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin mendapat serangan hebat dari ulama besar lainnya yaitu Nuruddin Ar-Raniri dan Abdurrauf Al Singkili. Bentuk dan sifat pertentangan ini berpangkal pada adanya dua aliran dalam ilmu tasawuf yang memang sulit untuk dikompromikan. Aliran pertama seperti sudah disebutkan yaitu wujudiyah, teori ini merupakan monisma (serba esa). Menurut ahli tasawuf dari aliran itu, dunia hanyalah emanasi atau pancaran dari inti sari yang tidak tercipta. Aliran yang kedua wihdatussyuhud yakni kesatuan persaksian. Pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda sebenarnya telah ada benih-benih pertentangan kedua aliran tasawuf tersebut tetapi dengan kebijaksanaan Sultan Iskandar Muda pertentangan itu tidak sampai menimbulkan kekacauan di lapangan kehidupan keagamaan. Sesudah Sultan Iskandar Muda meninggal maka Syekh Nuruddin Ar Raniri berhasil mempengaruhi Sultan Iskandar Sani untuk meberantas ajaran-ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As Samathrani yang dianggap olehnya sebagai ajaran sesat. Buku-buku karya Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as Samathrani dibakar dan dimusnahkan. Rakyat Aceh dilarang menganut faham kedua tokoh tersebut.
Tentang karya dan pemikiran-pemikiran Hamzah Fansuri banyak yang sulit difahami, oleh sebab itu telah mengakibatkan pula penafsiran-penafsiran yang berbeda terhadap buah pikirannya. Monteil menyimpulkan dengan mengutip sebagian tulisan P. Zoetmulder : mungkin P. Zoetmulder yang benar, kalau menulis bahwa Ar-Raniri yang merupakan muslim terbaik, tetapi Syamsuddin adalah ahli pikir yang terbaik. Bagaimana kita tidak boleh mengagumi syair perahu dari Hamzah Fansuri yang wujud Allah nama perahunya.
Masa Wafat
Hamzah Fansuri, ulama sufi, sastrawan dan cendekiawan yang hidup pada pertengahan abad ke-16 dan awal abad ke-17 di Fansur, meninggal dan dikuburkan di Desa Oboh Kecamatan Rundeng Kabupaten Aceh Singkil.
Kehidupan Hamzah Fansuri tidak terlepas dari proses alur sejarah secara langsung maupun tidak langsung terikat dengan perjalanan agama Islam di Nusantara. Aliran tasawuf berdasarkan faham wujudiyah yang diaplikasikan dalam kehidupan dan dipaparkan dengan lirik sastra Melayu merupakan orang pertama yang mempelopori pengembangan sastra Melayu di Nusantara.
Membicarakan Hamzah Fansuri sebagai tokoh fenomenal, baik sebagai penyair, ulama dan sekaligus intelektual maka tidak akan habis-habis untuk mengurai segi-segi kehidupan maupun karya-karyanya. Sebagai penyair Melayu klasik namanya tetap abadi. Ia adalah seorang penyair besar, sekaligus seorang ulama yang mengemukakan ide-idenya melalui puisi maupun prosa. Pikiran-pikiranya tentang masalah keagamaan terutama tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, yang dalam faham keagamaan pikiran-pikiran Hamzah Fansuri dimasukkan dalam kategori wujudiyah.
Karya tulis Hamzah Fansuri dapat dikatakan sebagai peletak dasar bagi peranan bahasa Melayu sebagai bahasa keempat di dunia Islam setelah bahasa Arab, Persia, dan Turki Usmani pada waktu itu. Karya-karya Hamzah Fansuri tersebar berkat jasa Sultan Iskandar Muda yang mengirimkan kitab-kitab karya Hamzah Fansuri antara lain ke Melaka, Kedah, Sumatra Barat, Kalimantan, Banten, Gresik, Kudus, dan Ternate.
*) Risa Umami, mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FIB Universitas Brawijaya
2011-11-07 / sumber: www.sufinews.com, www.santri.com, blog.harian-aceh.com
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar