Sri Wintala Achmad *
http://sastra-indonesia.com/
Teater dikenal sebagai induk dari segala genre seni (mother of arts). Berbagai disiplin seni, seperti seni musik, seni rupa, seni tari, seni vokal, dan sastra merupakan unsur-unsur penting yang mengkristal di dalam seni teater. Teater pula sering mendapat sebutan seni kolektif. Karena banyak personal, seperti: sutradara, astrada, penulis naskah lakon, piñata setting atau piñata dekorasi, piñata make-up dan busana, piñata lampu, piñata musik, dan aktor-aktris terlibat di dalamnya.
Kehadirannya di blantika seni Indonesia, teater dapat dijadikan medium pemahaman akan kesan-pesan di balik peristiwa kehidupan. Karena itu, setiap produk pementasan teater senantiasa merefleksikan kondisi manusia secara kritis terhadap kehidupan personal atau kolektif dengan latar-belakang budaya dan tradisi, sosial, politik, atau religius yang hidup di lingkup kehidupannya.
Bagi insan teater, teater sangat berperan besar di dalam membangun suatu sikap arif di dalam menghadapi segala persolan kehidupan. Sikap arif yang selalu memosisikan proses lebih utama ketimbang tujuan. Pandangan yang berpijak suatu asumsi bahwa berhasil-gagalnya suatu tujuan tergantung pada benar-salahnya suatu proses ini tidak hanya diungkapkan Iwan Fals melalui lagu Seperti Matahari, melainkan sebagian besar insan yang telah lama berhelat dengan dunia teater.
Namun seiring perkembangan zaman, teater tampaknya mengalami kendala perkembangannya. Sanggar-sanggar teater tinggal nama. Setiap pementasan teater selalu sepi dari pengunjung. Polemik atau pewacanaan sehat tentang teater mulai jarang diangkat oleh beberapa pengamat atau kritikus melalui media massa lokal atau pusat. Memang di luar dugaan, kalau kehidupan teater yang pernah mengalami kegairahan hidup pada periode 70-an hingga 90-an itu berangsur-angsur dalam kondisi sangat memprihatinkan. Seperti si tua Bangka yang mencoba bertahan hidup dengan tongkatnya di samping liang lahat.
Realitas getir yang melanda kehidupan teater tidak bisa dibiarkan begitu saja. Persoalan urgen tersebut harus dicari faktor-faktor penyebabnya melalui analisa cermat, kritis, dan objektif. Hingga solusi persoalan (problem solving)-nya dapat dirumuskan dan diaplikasikan di dalam upaya membangkitkan kembali kegairahan kehidupan teater di masa-masa mendatang. Sekalipun disadari, bahwa kendala-kendala yang bakal di hadapi akan semakin berat.
Persoalan Internal dan Eksternal
Sebelum mengambil langkah untuk menggairahkan kembali dunia teater lokal dan nasional, maka tindakan paling arif yakni mengaji terlebih dahulu perihal berbagai hambatan baik berupa persoalan internal maupun eksternal. Sekalipun tidak serumit mengaplikasikan rumusan teoritik ke dalam praktik pembangkitan kembali kehidupan teater, namun pengajian ini tidak dapat dikerjakan secara serampangan, instant, dan subjektif.
Persoalan internal yang menghambat kegairahan kehidupan teater dapat dicatat, antara lain: pertama, putusnya benang merah komunikasi dialogis antar generasi. Akibat yang ditimbulkan dari persoalan ini, generasi baru di dalam mempelajari teater serupa sekelompok anak ayam kehilangan induknya. Tidak mendapatkan pengarahan perihal bagaimana berteater yang baik. Alhasil tidak musykil, apabila setiap pementasan teater dari generasi baru selalu kedodoran dalam manajeman dan pematangan teknis pementasan. Singkat kata, pementasan di bawah standard kualitas.
Kedua, kecenderungan generasi baru di dalam berteater lebih mengutamakan pentas sebagai tujuan dari pada sebagai bagian dari proses. Akibatnya, apabila pementasan tersebut tidak memenuhi target keberhasilan yang diharapkan, perasaan frustrasi setiap person di dalam kelompok teater akan memperlemah gairah kreativitas selanjutnya. Demikian juga kalau pementasan berhasil, perasaan cepat puas akan menurunkan sikap disiplin di dalam berlatih. Dikarenakan, keberhasilan justu ditangkap sebagai candu yang memabukkan.
Ketiga, terdapat mis-interpreatasi di lingkup generasi baru di dalam menangkap hakikat teater. Teater sekadar dipandang sebagai medium pemanjaan romantisme kolektivitas, dan bukan medium pembentukan jati diri setiap person di dalam kelompok tersebut. Akibatnya, setiap latihan dan pementasan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Spirit totalitas kolektif kurang tercermin baik saat latihan maupun pementasan.
Adapun persoalan eksternal yang dicatat sebagai penghambat atas perkembangan kehidupan teater, yakni: pertama, kurangnya dukungan dari generasi teater senior (untuk teater sanggar), rektor, dekan, dan dosen (untuk teater kampus), dan orang tua sendiri. Hal ini dikemungkinkan waktu luang dari para generasi teater senior semakin sempit. Disamping, perhatian dari sebagian besar mereka mulai tercurah pada profesi lain yang menjanjikan perbaikan masa depan keluarga dan pribadinya. Sementari kurangnya dukungan dari pihak rektor, dekan, dan dosen, serta orang tua, dikarenakan teater dianggap suatu aktivitas yang sekadar memboros-boroskan waktu percuma, disamping tidak memberikan akses konkret terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomis di masa depan.
Kedua, kurangnya dukungan dari pihak sponsor. Bagi pihak sponsor, teater bukan suatu aktivitas kesenian yang tidak berpotensi memberikan keuntungan. Mengingat setiap pementasan teater hanya mampu mengundang audience dengan jumlah sangat terbatas. Tidak seperti event band yang digelar secara out-door. Disamping memiliki kejelasan segment pasar, pula mampu menampung kuantitas audience yang cukup besar.
Ketiga, kurangnya dukungan dari pemerintah. Sejak orde lama, teater telah diklaim sebagai medium kritik atas kebijakan pemerintah. Tidak khayal, kalau setiap pementasan teater sangat sulit mendapatkan dukungan perijinan dan terlebih finansial. Sikap anti teater yang lebih berpijak pada pertimbangan politis itu masih terasa gaungnya pada tampuk pemerintahan sekarang. Akibatnya, perkembangan teater selalu menghadapi kendala di negerinya sendiri.
Keempat, kurangnya dukungan dari publik. Laju perkembangan dunia entertainment yang ditawarkan media televisi dapat diklasifikasikan sebagai salah satu penghambat perkembangan teater. Melalui dunia entertainment, publik sudah dapat memperoleh hiburan rekreatif dan gratis ketimbang pementasan teater yang cenderung mengajaknya untuk berfikir dengan mengeluarkan uang saku buat membeli tiket masuk. Akibatnya, pementasan teater selalu sepi dari pengunjung. Kalau toh ramai ramai, mereka hanya dari kalangan komunitasnya sendiri. Sungguh tragis!
Solusi dan Upaya Pengembangan
Sesudah mengaji berbagai persoalan di muka, kita dapat merumuskan solusi dan merancang metode pengembangan teater untuk disosialisasikan secara luas dan diaplikasikan secara bertahap. Beberapa solusi yang saya tawarkan tersebut, antara lain: pertama, membangun kembali ruang-ruang komunikasi dialogis antar generasi teater. Melalui komunikasi intensif, generasi baru akan memperoleh masukan positif berupa pengarahan tentang proses berteater yang benar baik dalam latihan maupun pementasan.
Kedua, membangun interaksi dialogis antara generasi teater dengan pihak-pihak terkait semisal rektor, dekan, dosen (untuk teater kampus), dan orang tua (untuk teater sanggar). Interaksi ini guna memberikan penjelasan kepada semua pihak, bahwa teater merupakan medium pencerdasan intelektual, penajaman kepekaan batiniah, dan pemperkokoh kepribadian manusia di tengah gemuruh kehidupan yang semakin kompleks. Teater bukan alat seseorang untuk menghasilkan banyak uang.
Ketiga, melakukan pendekatan dengan pemerintah. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan bahwa teater merupakan medium refleksi yang berperan untuk mengoreksi kehidupan personal, sosial, bangsa, negara, dan penguasanya. Koreksi ini bukan ditujukan untuk menjatuhkan pemerintah dari kursi kekuasaannya, karena teater bukan alat politis. Melainkan sebagai medium penyadaran, teater dapat dijadikan medium koreksi atas kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Keempat, melakukan pendekatan dengan publik melalui pentas keliling dari desa ke desa. Pentas yang seyogyanya dikemas dengan menarik dan tanpa biaya mahal diarahkan guna menyosialisasikan teater secara aktif di ruang apresiasi publik. Hal ini penting, mengingat teater masih diasumsikan publik sebagai konsumsi kaum menengah dan elite. Karena itu agar publik dapat menerima sosialisasi tersebut, pementasan teater tidak harus sarat bahasa simbol, absurd, dan sulit untuk dimengerti, melainkan pementasan dapat dikemas dengan gaya sampakan atau bergaya lenong, ludruk dll.
Apabila keempat solusi ini dapat diterapkan di dalam upaya menghidupkan kembali kegairahan proses kreativitas di bidang teater, saya percaya teater akan memiliki peluang untuk berkembang di masa mendatang. Pengembangan yang tidak sekadar memosisikan teater sekadar sebagai medium edukatif, apresiatif, korektif di dalam lingkup masyarakat yang terbatas, melainkan sebagai medium rekreatif bagi masyarakat luas.
Catatan Akhir
Uraian di muka sekadar merupakan pemikiran perihal bagaimana menggeliatkan kembali gairah proses kreativitas di bidang teater sesudah menyaksikan panggung perteateran semakin sepi dari pewacanaan dari pengamatnya. Sesudah dunia teater tampak mengalami stagnasi kreativitas. Sesudah dunia teater mulai ditinggalkan insan-insan yang pernah habis-habisan behelat di dalamnya, karena tidak pernah menjanjikan kepastian masa depan. Sesudah dunia teater tidak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah.
Pemikiran ini seyogyanya dijadikan renungan yang mengarah pada penentuan sikap bagi beberapa pihak terkait guna bertindak konkret, yakni menggairahkan kembali geliat kreativitas di bidang teater. Apapun cara, seperti penyelenggaraaan festival atau lomba teater, workshop, diskusi dll adalah baik adanya. Tindakan semacam inilah yang ditunggu-tunggu. Sebab persoalan besar buat dijawab oleh setiap insan teater bukan apa yang kita bicarakan ini, melainkan apa yang kita lakukan sesudah melihat realitas buruk di dalam dunia teater tersebut. Demikian bukan?
*) Sri Wintala Achmad, Pemerhati sastra, seni-budaya
Dijumput dari: http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/13/menggeliatkan-gairah-kreativitas-teater-indonesia-oleh-sri-wintala-achmad/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar