Minggu, 10 Juni 2012

MENGGELIATKAN GAIRAH KREATIVITAS TEATER INDONESIA

Sri Wintala Achmad *
http://sastra-indonesia.com/

Teater dikenal sebagai induk dari segala genre seni (mother of arts). Berbagai disiplin seni, seperti seni musik, seni rupa, seni tari, seni vokal, dan sastra merupakan unsur-unsur penting yang mengkristal di dalam seni teater. Teater pula sering mendapat sebutan seni kolektif. Karena banyak personal, seperti: sutradara, astrada, penulis naskah lakon, piñata setting atau piñata dekorasi, piñata make-up dan busana, piñata lampu, piñata musik, dan aktor-aktris terlibat di dalamnya.

Kehadirannya di blantika seni Indonesia, teater dapat dijadikan medium pemahaman akan kesan-pesan di balik peristiwa kehidupan. Karena itu, setiap produk pementasan teater senantiasa merefleksikan kondisi manusia secara kritis terhadap kehidupan personal atau kolektif dengan latar-belakang budaya dan tradisi, sosial, politik, atau religius yang hidup di lingkup kehidupannya.

Bagi insan teater, teater sangat berperan besar di dalam membangun suatu sikap arif di dalam menghadapi segala persolan kehidupan. Sikap arif yang selalu memosisikan proses lebih utama ketimbang tujuan. Pandangan yang berpijak suatu asumsi bahwa berhasil-gagalnya suatu tujuan tergantung pada benar-salahnya suatu proses ini tidak hanya diungkapkan Iwan Fals melalui lagu Seperti Matahari, melainkan sebagian besar insan yang telah lama berhelat dengan dunia teater.

Namun seiring perkembangan zaman, teater tampaknya mengalami kendala perkembangannya. Sanggar-sanggar teater tinggal nama. Setiap pementasan teater selalu sepi dari pengunjung. Polemik atau pewacanaan sehat tentang teater mulai jarang diangkat oleh beberapa pengamat atau kritikus melalui media massa lokal atau pusat. Memang di luar dugaan, kalau kehidupan teater yang pernah mengalami kegairahan hidup pada periode 70-an hingga 90-an itu berangsur-angsur dalam kondisi sangat memprihatinkan. Seperti si tua Bangka yang mencoba bertahan hidup dengan tongkatnya di samping liang lahat.

Realitas getir yang melanda kehidupan teater tidak bisa dibiarkan begitu saja. Persoalan urgen tersebut harus dicari faktor-faktor penyebabnya melalui analisa cermat, kritis, dan objektif. Hingga solusi persoalan (problem solving)-nya dapat dirumuskan dan diaplikasikan di dalam upaya membangkitkan kembali kegairahan kehidupan teater di masa-masa mendatang. Sekalipun disadari, bahwa kendala-kendala yang bakal di hadapi akan semakin berat.

Persoalan Internal dan Eksternal

Sebelum mengambil langkah untuk menggairahkan kembali dunia teater lokal dan nasional, maka tindakan paling arif yakni mengaji terlebih dahulu perihal berbagai hambatan baik berupa persoalan internal maupun eksternal. Sekalipun tidak serumit mengaplikasikan rumusan teoritik ke dalam praktik pembangkitan kembali kehidupan teater, namun pengajian ini tidak dapat dikerjakan secara serampangan, instant, dan subjektif.

Persoalan internal yang menghambat kegairahan kehidupan teater dapat dicatat, antara lain: pertama, putusnya benang merah komunikasi dialogis antar generasi. Akibat yang ditimbulkan dari persoalan ini, generasi baru di dalam mempelajari teater serupa sekelompok anak ayam kehilangan induknya. Tidak mendapatkan pengarahan perihal bagaimana berteater yang baik. Alhasil tidak musykil, apabila setiap pementasan teater dari generasi baru selalu kedodoran dalam manajeman dan pematangan teknis pementasan. Singkat kata, pementasan di bawah standard kualitas.

Kedua, kecenderungan generasi baru di dalam berteater lebih mengutamakan pentas sebagai tujuan dari pada sebagai bagian dari proses. Akibatnya, apabila pementasan tersebut tidak memenuhi target keberhasilan yang diharapkan, perasaan frustrasi setiap person di dalam kelompok teater akan memperlemah gairah kreativitas selanjutnya. Demikian juga kalau pementasan berhasil, perasaan cepat puas akan menurunkan sikap disiplin di dalam berlatih. Dikarenakan, keberhasilan justu ditangkap sebagai candu yang memabukkan.

Ketiga, terdapat mis-interpreatasi di lingkup generasi baru di dalam menangkap hakikat teater. Teater sekadar dipandang sebagai medium pemanjaan romantisme kolektivitas, dan bukan medium pembentukan jati diri setiap person di dalam kelompok tersebut. Akibatnya, setiap latihan dan pementasan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Spirit totalitas kolektif kurang tercermin baik saat latihan maupun pementasan.

Adapun persoalan eksternal yang dicatat sebagai penghambat atas perkembangan kehidupan teater, yakni: pertama, kurangnya dukungan dari generasi teater senior (untuk teater sanggar), rektor, dekan, dan dosen (untuk teater kampus), dan orang tua sendiri. Hal ini dikemungkinkan waktu luang dari para generasi teater senior semakin sempit. Disamping, perhatian dari sebagian besar mereka mulai tercurah pada profesi lain yang menjanjikan perbaikan masa depan keluarga dan pribadinya. Sementari kurangnya dukungan dari pihak rektor, dekan, dan dosen, serta orang tua, dikarenakan teater dianggap suatu aktivitas yang sekadar memboros-boroskan waktu percuma, disamping tidak memberikan akses konkret terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomis di masa depan.

Kedua, kurangnya dukungan dari pihak sponsor. Bagi pihak sponsor, teater bukan suatu aktivitas kesenian yang tidak berpotensi memberikan keuntungan. Mengingat setiap pementasan teater hanya mampu mengundang audience dengan jumlah sangat terbatas. Tidak seperti event band yang digelar secara out-door. Disamping memiliki kejelasan segment pasar, pula mampu menampung kuantitas audience yang cukup besar.

Ketiga, kurangnya dukungan dari pemerintah. Sejak orde lama, teater telah diklaim sebagai medium kritik atas kebijakan pemerintah. Tidak khayal, kalau setiap pementasan teater sangat sulit mendapatkan dukungan perijinan dan terlebih finansial. Sikap anti teater yang lebih berpijak pada pertimbangan politis itu masih terasa gaungnya pada tampuk pemerintahan sekarang. Akibatnya, perkembangan teater selalu menghadapi kendala di negerinya sendiri.

Keempat, kurangnya dukungan dari publik. Laju perkembangan dunia entertainment yang ditawarkan media televisi dapat diklasifikasikan sebagai salah satu penghambat perkembangan teater. Melalui dunia entertainment, publik sudah dapat memperoleh hiburan rekreatif dan gratis ketimbang pementasan teater yang cenderung mengajaknya untuk berfikir dengan mengeluarkan uang saku buat membeli tiket masuk. Akibatnya, pementasan teater selalu sepi dari pengunjung. Kalau toh ramai ramai, mereka hanya dari kalangan komunitasnya sendiri. Sungguh tragis!

Solusi dan Upaya Pengembangan

Sesudah mengaji berbagai persoalan di muka, kita dapat merumuskan solusi dan merancang metode pengembangan teater untuk disosialisasikan secara luas dan diaplikasikan secara bertahap. Beberapa solusi yang saya tawarkan tersebut, antara lain: pertama, membangun kembali ruang-ruang komunikasi dialogis antar generasi teater. Melalui komunikasi intensif, generasi baru akan memperoleh masukan positif berupa pengarahan tentang proses berteater yang benar baik dalam latihan maupun pementasan.

Kedua, membangun interaksi dialogis antara generasi teater dengan pihak-pihak terkait semisal rektor, dekan, dosen (untuk teater kampus), dan orang tua (untuk teater sanggar). Interaksi ini guna memberikan penjelasan kepada semua pihak, bahwa teater merupakan medium pencerdasan intelektual, penajaman kepekaan batiniah, dan pemperkokoh kepribadian manusia di tengah gemuruh kehidupan yang semakin kompleks. Teater bukan alat seseorang untuk menghasilkan banyak uang.

Ketiga, melakukan pendekatan dengan pemerintah. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan bahwa teater merupakan medium refleksi yang berperan untuk mengoreksi kehidupan personal, sosial, bangsa, negara, dan penguasanya. Koreksi ini bukan ditujukan untuk menjatuhkan pemerintah dari kursi kekuasaannya, karena teater bukan alat politis. Melainkan sebagai medium penyadaran, teater dapat dijadikan medium koreksi atas kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Keempat, melakukan pendekatan dengan publik melalui pentas keliling dari desa ke desa. Pentas yang seyogyanya dikemas dengan menarik dan tanpa biaya mahal diarahkan guna menyosialisasikan teater secara aktif di ruang apresiasi publik. Hal ini penting, mengingat teater masih diasumsikan publik sebagai konsumsi kaum menengah dan elite. Karena itu agar publik dapat menerima sosialisasi tersebut, pementasan teater tidak harus sarat bahasa simbol, absurd, dan sulit untuk dimengerti, melainkan pementasan dapat dikemas dengan gaya sampakan atau bergaya lenong, ludruk dll.

Apabila keempat solusi ini dapat diterapkan di dalam upaya menghidupkan kembali kegairahan proses kreativitas di bidang teater, saya percaya teater akan memiliki peluang untuk berkembang di masa mendatang. Pengembangan yang tidak sekadar memosisikan teater sekadar sebagai medium edukatif, apresiatif, korektif di dalam lingkup masyarakat yang terbatas, melainkan sebagai medium rekreatif bagi masyarakat luas.

Catatan Akhir

Uraian di muka sekadar merupakan pemikiran perihal bagaimana menggeliatkan kembali gairah proses kreativitas di bidang teater sesudah menyaksikan panggung perteateran semakin sepi dari pewacanaan dari pengamatnya. Sesudah dunia teater tampak mengalami stagnasi kreativitas. Sesudah dunia teater mulai ditinggalkan insan-insan yang pernah habis-habisan behelat di dalamnya, karena tidak pernah menjanjikan kepastian masa depan. Sesudah dunia teater tidak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah.

Pemikiran ini seyogyanya dijadikan renungan yang mengarah pada penentuan sikap bagi beberapa pihak terkait guna bertindak konkret, yakni menggairahkan kembali geliat kreativitas di bidang teater. Apapun cara, seperti penyelenggaraaan festival atau lomba teater, workshop, diskusi dll adalah baik adanya. Tindakan semacam inilah yang ditunggu-tunggu. Sebab persoalan besar buat dijawab oleh setiap insan teater bukan apa yang kita bicarakan ini, melainkan apa yang kita lakukan sesudah melihat realitas buruk di dalam dunia teater tersebut. Demikian bukan?

*) Sri Wintala Achmad, Pemerhati sastra, seni-budaya
Dijumput dari: http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/13/menggeliatkan-gairah-kreativitas-teater-indonesia-oleh-sri-wintala-achmad/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati