Rabu, 11 Juli 2012

PUISI DI TENGAH MASYARAKAT KRISIS

Indra Tjahyadi *)
Jurnal Nasional, 15 Juni 2008

Puisi tidak lahir dari kekosongan. Ia lahir dari totalitas pengalaman estetika manusia dalam relasinya dengan realitas dunia, yang kemudian dimaterialkan dalam bentuk jalinan kata-kata (yang indah), yang memiliki daya guna bagi kelangsungan hidup peradaban manusia. Antara puisi dan di dunia ia dilahirkan senantiasa memiliki hubungan yang tak terpungkiri. Suatu pertalian yang sangat erat dan saling bersikait antara satu dengan lainnya.
Realitas dunia adalah tempat pengetahuan-pengetahuan, pengalaman-pengalaman artistik dan kreatif milik seorang penyair ditempa dan dimatangkan. Untuk kemudian dilebur menjadi satu manifestasi total yang baru, yang dengan “campur tangan” realitas dunia menjadi satu material yang mencakup seluruh eksistensi manusia dalam relasi dan keberadaannya dengan dunia. Oleh sebab itu usaha untuk meniadakan relasi antara puisi dan dunia dengan realitasnya adalah hal yang sangat naif dan mengaburkan kebenaran yang ada.

Meskipun demikian kita tidak boleh secara gegabah dan serampangan menyatakan bahwa puisi adalah sekedar “tiruan” atau “refleksi” dari alam. Sebab, merujuk pada Karl Marx, seorang pemikir besar zaman modern, puisi sebagai bagian dunia yang perlu dibedakan dari kerja manusia, tentu bukanlah sekedar “tiruan” atau “refleksi” atas relitas eksternal, melainkan lebih jauh merupakan upaya memasukkan realitas ke dalam tujuan-tujuan manusia, karena ia melukiskan manusia yang secara alamiah, menjadikan aktivitas hidup manusia sebagai obyek kesadarannya. Dalam kata lain, puisi senantiasa berelasi dengan relitas dunia. Ia tidaklah semata-mata merupakan mimetik dari dunia eksternal, karena dalam puisi realitas internal, yang merupakan totalitas pengalaman estetika manusia, lebur dengan realitas eksternal yang merupakan kenyataan yang ada di luar manusia sebagai diri. Hal ini tak lain dan tak bukan karena puisi, sebagaimana seni pada umumnya, tidak hanya mimetik dengan maksud utilitarian secara langsung, selalu saja ada unsur-unsur di dalam puisi yang mengandung tujuan di dalam dirinya sendiri.

Di dalam peradaban masyarakat krisis, di mana segala nilai sosial, politik, dan kebudayaan tengah mengalami degradasi dan kerunyamannya seperti saat ini, kita tidaklah dapat menyatakan secara diktatoris-dogmatis bahwa puisi-puisi yang muncul seharusnya berpegang pada komitmen sosial yang berpegang pada kegelisahan yang muncul dari realitas keseharian, sebab pemikiran semacam ini sama saja dengan mengingkari keberadaan realitas internal sebagai salah satu faktor yang juga penting dan utama dalam fakta dan proses penciptaan puisi.

Masyarakat krisis adalah masyarakat yang telah tercerabut dari nilai-nilai dan norma-norma yang telah dipercayaiannya. Nilai-nilai ataupun norma-norma yang dulu menjadi pegangan hidup dalam menjalani kehidupan kini seakan-akan tak lagi dapat dipercaya, bahkan dapat dikatakan telah hilang dan menemukan pengasingannya dalam realitas keseharian. Ini berdampak pada hilang dan terasingkannya eksistensi yang telah mereka bangun dan miliki selama ini, sehingga ia mengalami semacam kebuntuan, kesesatan, bahkan kegelapan dalam menjalankan tugasnya sebagai “pejalan di muka bumi”.

Bagi puisi, keadaan yang demikian tersebut mengakibatkan munculnya dua dampak yang tak terelakkan, yakni: (a) di satu sisi ingin melarikan diri dan lebur dalam keasingan, dan (b) di lain sisi berada pada jalur pencarian kembali eksistensi dengan jalan mempertanyakan kembali keberadaannya, dunia dan realitasnya secara frontal. Akan tetapi meski kedua dampak tersebut terlihat agak berseberangan, sebenarnya, keduanya masih menyimpan satu persamaan yang tak dapat dipungkiri, yakni: bahwa keduanya mengandung semangat dan nilai resistensi atas dunia dan realitasnya yang mengingkari dan mengasingkannya.

Ya. Nilai dan semangat resistensi atas dunia dan realitasnya adalah hal yang khas yang muncul dalam peradaban masyarakat krisis. Dalam pemikiran kaum neo-marxis, nilai dan semangat resistensi yang tumbuh kembang dalam peradaban masyarakat krisis pada akhirnya senantiasa memunculkan dua tipologi pemahaman estetika. Yang pertama, adalah estetika sebagai ruang bebas otonom, tempat orang berekspresi di tengah segala macam penindasan dan keterkungkungan. Pada tipologi ini, puisi menjelma sebuah wilayah “tak bertuan” tempat manusia menjadi kreator yang bisa menciptakan makna yang nampaknya tak ada dalam dunia empiris yang sedang kacau balau dan penuh kontradiksi.

Di dalam wilayah ini, seorang penyair bisa merekonstruksi makna secara subyektif, tanpa terlalu peduli pada objektivitas dan relevansi langsung dari momen-momen realitas dunia. Hal ini menjadikan puisi dapat dipahami sebagai jalan pembebasan, suatu wahana kreatifitas manusia yang ditolak oleh sistem hidup sehari-hari. Sebab ia memuat kekuatan-kekuatan dan daya transendensi, serta kekuatan untuk mengambil jarak dengan kehidupan sosial yang represif, serta mengemban nilai otonomi dalam dirinya sendiri, dan senantiasa tidak berpretensi untuk membawa perubahan atau revolusi masyarakat. Pendeknya, puisi menjadi mimpi masyarakat ideal. Suatu kondisi yang begitu diidam-idamkan oleh masyarakat krisis.

Tipologi yang kedua adalah estetika sebagai alat untuk meneriakkan resistensi, momen korektif dan protes terhadap masyarakat, dan pendorongan ke arah perubahan. Dalam pemahaman tipologi ini, puisi berdiri pada titik di mana ia menjadi sarana untuk mewujudkan kembali dunia yang utuh. Di sini, penyair tidak tenggelam dalam kesempitan dunianya sendiri, karena ia tidak menjadi pasif, dan tidak hanya memperhatikan gerak perubahan jiwanya sendiri. Di sini setiap perubahan gerak jiwa seorang penyair dibarengi dengan perubahan gerak jiwa zaman di mana penyair tersebut hidup dan pernah, serta akan, hidup.

Dalam pemahaman ini, puisi senantiasa terlibat dalam gerakan resistensi, senantiasa memuat kontradiksi masyarakat, memprotes keadaan, memuat pesan utopis-mesianik untuk melawan reifikasi total, komodifikasi, hilangnya aura, dan budaya fetish dari masyarakat krisis. Dalam pemahaman ini puisi berfungsi sebagai semacam alat komunikasi politik yang menampakkan tanggung jawab sosialnya. Ia menginspirasikan sebuah gerakan sosial demi perubahan, dan ia menjadi inspiratif karena diangkat dari situasi sosial masyarakat, tidak diisolasi dan tidak ditaruh di puncak mercusuar yang indah.

Hanya saja pemahaman tersebut juga menimbulkan beberapa efek yang lain, semisal semakin menyempitnya ruang transendensi manusia, dan semakin jauhnya penyair dari sebuah kosmos tunamakna yang memberi kelebihan padanya dalam membentuk ruang pemaknaan yang sebebas-bebasnya. Akibatnya puisi-puisi yang lahir dari tipologi pemahaman estetika ini kerap terjerembab dalam kompromi terhadap situasi. Karena dalam pemahaman ini, puisi berada dalam kerangka besar untuk perubahan masyarakat.

Dijumput dari: http://indra-tjahyadi.blogspot.com/2011/08/puisi-di-tengah-masyarakat-krisis.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati