Indra Tjahyadi *)
Jurnal Nasional, 15 Juni 2008
Puisi tidak lahir dari kekosongan. Ia lahir dari totalitas pengalaman estetika manusia dalam relasinya dengan realitas dunia, yang kemudian dimaterialkan dalam bentuk jalinan kata-kata (yang indah), yang memiliki daya guna bagi kelangsungan hidup peradaban manusia. Antara puisi dan di dunia ia dilahirkan senantiasa memiliki hubungan yang tak terpungkiri. Suatu pertalian yang sangat erat dan saling bersikait antara satu dengan lainnya.
Realitas dunia adalah tempat pengetahuan-pengetahuan, pengalaman-pengalaman artistik dan kreatif milik seorang penyair ditempa dan dimatangkan. Untuk kemudian dilebur menjadi satu manifestasi total yang baru, yang dengan “campur tangan” realitas dunia menjadi satu material yang mencakup seluruh eksistensi manusia dalam relasi dan keberadaannya dengan dunia. Oleh sebab itu usaha untuk meniadakan relasi antara puisi dan dunia dengan realitasnya adalah hal yang sangat naif dan mengaburkan kebenaran yang ada.
Meskipun demikian kita tidak boleh secara gegabah dan serampangan menyatakan bahwa puisi adalah sekedar “tiruan” atau “refleksi” dari alam. Sebab, merujuk pada Karl Marx, seorang pemikir besar zaman modern, puisi sebagai bagian dunia yang perlu dibedakan dari kerja manusia, tentu bukanlah sekedar “tiruan” atau “refleksi” atas relitas eksternal, melainkan lebih jauh merupakan upaya memasukkan realitas ke dalam tujuan-tujuan manusia, karena ia melukiskan manusia yang secara alamiah, menjadikan aktivitas hidup manusia sebagai obyek kesadarannya. Dalam kata lain, puisi senantiasa berelasi dengan relitas dunia. Ia tidaklah semata-mata merupakan mimetik dari dunia eksternal, karena dalam puisi realitas internal, yang merupakan totalitas pengalaman estetika manusia, lebur dengan realitas eksternal yang merupakan kenyataan yang ada di luar manusia sebagai diri. Hal ini tak lain dan tak bukan karena puisi, sebagaimana seni pada umumnya, tidak hanya mimetik dengan maksud utilitarian secara langsung, selalu saja ada unsur-unsur di dalam puisi yang mengandung tujuan di dalam dirinya sendiri.
Di dalam peradaban masyarakat krisis, di mana segala nilai sosial, politik, dan kebudayaan tengah mengalami degradasi dan kerunyamannya seperti saat ini, kita tidaklah dapat menyatakan secara diktatoris-dogmatis bahwa puisi-puisi yang muncul seharusnya berpegang pada komitmen sosial yang berpegang pada kegelisahan yang muncul dari realitas keseharian, sebab pemikiran semacam ini sama saja dengan mengingkari keberadaan realitas internal sebagai salah satu faktor yang juga penting dan utama dalam fakta dan proses penciptaan puisi.
Masyarakat krisis adalah masyarakat yang telah tercerabut dari nilai-nilai dan norma-norma yang telah dipercayaiannya. Nilai-nilai ataupun norma-norma yang dulu menjadi pegangan hidup dalam menjalani kehidupan kini seakan-akan tak lagi dapat dipercaya, bahkan dapat dikatakan telah hilang dan menemukan pengasingannya dalam realitas keseharian. Ini berdampak pada hilang dan terasingkannya eksistensi yang telah mereka bangun dan miliki selama ini, sehingga ia mengalami semacam kebuntuan, kesesatan, bahkan kegelapan dalam menjalankan tugasnya sebagai “pejalan di muka bumi”.
Bagi puisi, keadaan yang demikian tersebut mengakibatkan munculnya dua dampak yang tak terelakkan, yakni: (a) di satu sisi ingin melarikan diri dan lebur dalam keasingan, dan (b) di lain sisi berada pada jalur pencarian kembali eksistensi dengan jalan mempertanyakan kembali keberadaannya, dunia dan realitasnya secara frontal. Akan tetapi meski kedua dampak tersebut terlihat agak berseberangan, sebenarnya, keduanya masih menyimpan satu persamaan yang tak dapat dipungkiri, yakni: bahwa keduanya mengandung semangat dan nilai resistensi atas dunia dan realitasnya yang mengingkari dan mengasingkannya.
Ya. Nilai dan semangat resistensi atas dunia dan realitasnya adalah hal yang khas yang muncul dalam peradaban masyarakat krisis. Dalam pemikiran kaum neo-marxis, nilai dan semangat resistensi yang tumbuh kembang dalam peradaban masyarakat krisis pada akhirnya senantiasa memunculkan dua tipologi pemahaman estetika. Yang pertama, adalah estetika sebagai ruang bebas otonom, tempat orang berekspresi di tengah segala macam penindasan dan keterkungkungan. Pada tipologi ini, puisi menjelma sebuah wilayah “tak bertuan” tempat manusia menjadi kreator yang bisa menciptakan makna yang nampaknya tak ada dalam dunia empiris yang sedang kacau balau dan penuh kontradiksi.
Di dalam wilayah ini, seorang penyair bisa merekonstruksi makna secara subyektif, tanpa terlalu peduli pada objektivitas dan relevansi langsung dari momen-momen realitas dunia. Hal ini menjadikan puisi dapat dipahami sebagai jalan pembebasan, suatu wahana kreatifitas manusia yang ditolak oleh sistem hidup sehari-hari. Sebab ia memuat kekuatan-kekuatan dan daya transendensi, serta kekuatan untuk mengambil jarak dengan kehidupan sosial yang represif, serta mengemban nilai otonomi dalam dirinya sendiri, dan senantiasa tidak berpretensi untuk membawa perubahan atau revolusi masyarakat. Pendeknya, puisi menjadi mimpi masyarakat ideal. Suatu kondisi yang begitu diidam-idamkan oleh masyarakat krisis.
Tipologi yang kedua adalah estetika sebagai alat untuk meneriakkan resistensi, momen korektif dan protes terhadap masyarakat, dan pendorongan ke arah perubahan. Dalam pemahaman tipologi ini, puisi berdiri pada titik di mana ia menjadi sarana untuk mewujudkan kembali dunia yang utuh. Di sini, penyair tidak tenggelam dalam kesempitan dunianya sendiri, karena ia tidak menjadi pasif, dan tidak hanya memperhatikan gerak perubahan jiwanya sendiri. Di sini setiap perubahan gerak jiwa seorang penyair dibarengi dengan perubahan gerak jiwa zaman di mana penyair tersebut hidup dan pernah, serta akan, hidup.
Dalam pemahaman ini, puisi senantiasa terlibat dalam gerakan resistensi, senantiasa memuat kontradiksi masyarakat, memprotes keadaan, memuat pesan utopis-mesianik untuk melawan reifikasi total, komodifikasi, hilangnya aura, dan budaya fetish dari masyarakat krisis. Dalam pemahaman ini puisi berfungsi sebagai semacam alat komunikasi politik yang menampakkan tanggung jawab sosialnya. Ia menginspirasikan sebuah gerakan sosial demi perubahan, dan ia menjadi inspiratif karena diangkat dari situasi sosial masyarakat, tidak diisolasi dan tidak ditaruh di puncak mercusuar yang indah.
Hanya saja pemahaman tersebut juga menimbulkan beberapa efek yang lain, semisal semakin menyempitnya ruang transendensi manusia, dan semakin jauhnya penyair dari sebuah kosmos tunamakna yang memberi kelebihan padanya dalam membentuk ruang pemaknaan yang sebebas-bebasnya. Akibatnya puisi-puisi yang lahir dari tipologi pemahaman estetika ini kerap terjerembab dalam kompromi terhadap situasi. Karena dalam pemahaman ini, puisi berada dalam kerangka besar untuk perubahan masyarakat.
Dijumput dari: http://indra-tjahyadi.blogspot.com/2011/08/puisi-di-tengah-masyarakat-krisis.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar