Rabu, 15 Agustus 2012

Perempuan-Perempuan Kereta

Ahmad Zaini *
http://sastra-indonesia.com/

Sewaktu pagi belum sempurna memasuki hari, tangan-tangan kekar para perempuan kereta menjinjing keranjang yang penuh dengan telur asin. Mereka berjalan menembus pagi buta yang dipenuhi kabut penghalang mata. Langkah mereka laksana langkah laki-laki yang kokoh menyangga beban yang berat. Ya, itulah pekerjaan sehari-hari dari perempuan-perempuan kereta yang mencari nafkah ke kota demi menyambung hidup di dunia.


Parmi, salah satu dari perempuan-perempuan itu, rela setiap hari pulang pergi ke Surabaya. Dia mempunyai keinginan yang kuat memperjuangkan pendidikan anak-anaknya. Parmi mempunyai lima orang anak. Anak pertama dan anak kedua sudah tamat sarjana S1, sedangkan yang tiga masing-masing masih duduk di bangku SD, SMP, dan SMA. Dari jerih payahnya setiap hari berjualan telur, ia berusaha membiayai kuliah dan sekolah anak-anaknya hingga tamat.

Namun apa hendak dikata. Waktu terus berlalu, dan Parmi juga merasakan itu, yakni usia yang bertambah udzur. Otot-otot tangan Parmi tak sekekar dulu. Kini usianya kurang lebih setengah abad. Di usia setua itu Parmi masih tekun berangkat bersama perempuan-perempuan yang lain ke kota mengais rizki. Setiap pagi ia harus duduk satu hingga satu setengah jam menunggu kedatangan kereta. Mata lelap karena pengaruh kantuk ia lawan dengan mengobrol atau bergurau dengan sesama calon penumpang kereta di stasiun tua. Sampai-sampai karena terlena dengan gurauannya ia tidak tahu kalau kereta sudah mau berhenti di stasiun itu.

Suara petugas stasiun memberi aba-aba jika kereta jurusan Surabaya berhenti di jalur 2. Sedangkan jalur pertama akan dilewati kereta Argo Bromo jurusan Jakarta-Surabaya. Kereta ekonomi yang biasa ditumpangi perempuan-perempuan itu berhenti menunggu Argo Bromo lewat sudah hampir setengah jam. Mereka ada yang memasrahkan diri pada awak kereta, ada juga yang menggerutu karena kereta Argo Bromo yang ditunggu tak kunjung lewat. Ya, memang jadi rakyat kecil harus sabar. Denan menggunakan kereta ekonomi atau biasanya mereka menyebut KRD (Kereta Diesel) dengan biaya dua ribu rupiah untuk sampai Stasiun Turi Surabaya, ya, harus mengalah pada kereta eksekutif tumpangan orang-orang berduit yang tentunya harga tiketnya lebih mahal.

“Waduh, nasib, nasib!” keluh Parmin penjual kipas dari anyaman bambu.

Suasana gelisah menghinggapi para penumpang kereta tapi tidak bagi Parmi. Dia sudah hapal dengan yang seperti itu. Menunggu dua, tiga jam pernah ia rasakan. Ia malah nyenyak dalam tidurnya setelah semalaman kurang tidur. Maklum di rumah ia bekerja sendiri. Mulai dari membersihkan telur yang selama seminggu direndam dengan air garam hingga menggodok kemudian memberi stempel pada permukaan telur asin tersebut satu persatu. Terkadang Parmi harus begadang hingga pukul 23.00 WIB. Pada pukul 03.15 dini hari Parmi harus sudah bangun untuk mempersiapkan sarapan anak-anaknya sebelum mereka berangkat ke sekolah. Waduh, perempuan yang satu ini memang luar biasa.

Hentakan pertama kereta yang akan berangkat sedikit mengganggu tidur Parmi. Ia terbangun lalu melihat kursi-kursi kereta yang sudah penuh sesak dengan penumpang. Ia kemudian menyandarkan kepalanya ke dinding kereta. Dalam sekejap ia pun tertidur lagi. Kereta melaju kencang melintasi rel-rel yang tak berujung dengan mengeluarkan suara yang gemuruh. Lintasan-lintasan yang tak rata membuat gerbong kereta bergoyang-goyang. Pedagang asongan yang berkeliling menjajakan barang dagangannya jika tidak ingin jatuh harus berpegangan pada pundak-pundak penumpang yang duduk di kursi sebelah kanan-kiri mereka. Wow, begitu mengasyikkan.

“Mi, Parmi, bangun! Kita sudah sampai,” seorang pedagang telur asin membangunkan Parmi yang terlelap dalam tidur. Dengan serta merta Parmi lantas mengangkat dua buah keranjang yang sejak tadi diletakkan di depannya. Tangan yang sudah mulai keriput namun masih tetap kuat mengangkat keranjang yang sarat dengan telur.

“Sri, tolong ini!” pintanya pada rekannya.

Dua keranjag telur ia keluarkan dari kereta lantas diterima oleh Sri yang lebih dulu turun dari atas kereta.

“Matur suwun, Sri!” ucapnya dengan logat Jawa.

Kuli langganannya lantas mengangkut dua keranjang telur untuk di bawa ke tempat biasa Parmi berjualan. Parmi duduk dengan beralas jarik yang dibawa dari rumah. Ia menawarkan telur-telurnya kepada setiap orang yang melintas di depannya. Selama setengah hari parmi duduk dibelakang telur melayani pelanggannya membeli telur-telur yang bercap “Barokah” buatannya.

Sinar matahari sudah mulai terasa menyengat kulit kepala Parmi. Dengan gendongan ia menutupi kepalanya yang sudah dipenuhi rambut putih atau uban. Di dalam keranjang masih tersisa sekitar lima butir telur. Sementara orang yang melintas di depannya sudah mulai jarang. Ia kemudian mengemasi barang-barangnya untuk dibawa ke musholla stasiun. Ia istirahat sebentar kemudian melaksanakn ibadah shalat dzuhur.

Menurut cerita rekan-rekannya, Parmi ini adalah sosok perempuan yang bisa dijadikan anutan. Di samping dia itu ulet dalam bekerja, Parmi termasuk orang yang jujur dan taat beribadah. Walaupun setiap hari ia selalu dalam keadaan berpergian untuk berjualan namun ia tidak pernah meninggalkan kewajibannya melaksanakan shalat lima waktu. Sehingga setiap orang yang bergaul dengan Parmi akan merasa senang dan nyaman. Hingga para petugas di stasiun itu sudah terlalu hapal dengan sosok Parmi yang jujur dan pandai bergaul di usianya yang semakin senja.

Sabar dan teguh pendirian adalah kunci bekerja yang dipegang oleh Parmi. Setiap hari dengan membawa dua keranjang telur asin ia hanya mendapatkan laba sekitar dua puluh lima ribu rupiah. Jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan rencana pengeluaran untuk biaya sekolah anak-anaknya. Hanya satu yang ada dalam benak Parmi. Yakni, anak-anaknya kelak jangan sampai hidup sengsara seperti yang ia alami saat ini. Buktinya, dua anaknya setelah lulus S1, sekarang sudah bekerja pada instansi pemerintah walaupun masih berstatus sebagai tenaga honorer.

“Yang penting anak saya tidak sebagai penghuni kereta seperti ibunya,” yang kemudian ditertawakan oleh teman-temannya di atas kereta.

Beberapa tahun Parmi bekerja sebagai penjual telur asin. Beberapa tahun pula ia mengenyam pahit manisnya kehidupan. Dari pengalamannya itulah dia berpesan kepada anak-anaknya agar mementingkan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Orang tua tidak akan hidup selamanya. Suatu saat pasti akan mati. Jika ditinggal mati oleh kedua orang tuanya paling tidak anak-anak sudah bisa hidup mandiri dengan bekal yang diperoleh sebelumnya.

Klakson kereta meraung memecah gemuruh suara roda kereta yang berputar di atas rel-rel besi. Jalannya tidak stabil tersendat-sendat oleh rem yang semakin kuat menjepit. Masinis kereta perlahan mengurangi kecepatan laju kereta. Sesaat kemudian percikan-percikan api akibat gesekan rem dengan roda kereta semakin meningkat. Kini kereta benar-benar berhenti di stasiun tua.

Hari sudah tampak gelap. Rel-rel kereta dengan bantalan kayu besi tak terlihat dengan jelas. Dengan perasaan mereka, perempuan-perempuan kereta berjalan menapaki satu demi satu bantalan rel kereta. Langkah gontai tanda kelelahan tampak dari cara mereka berjalan.

“Aduh, kakiku!”

“Kenapa, Mi?”

“Kakiku tersandung kayu ini,” jawabnya dengan menunjuk ibu jari kaki kanannya yang tidak jelas karena hari sudah malam.

Parmi berjalan terpincang-pincang menahan rasa sakit yang agak lumayan.

Di perempatan jalan yang terang oleh sinaran lampu jalan, Parmi berhenti memeriksa ibu jari kaki kanannya. Ternyata darah mengalir dari jari kakinya itu. Kontan perempuan-perempuan yang lain membantu mengobatinya. Ada yang mencarikan obat merah, ada pula yang mencarikan kain kasa untuk membalut luka.

“Obat merahnya habis,” kata Karti setelah dari toko yang berada di pinggir jalan.

“Kain kasanya juga,” sahut Ti’ah yang berlari-lari menyusul Karti.

“Sudah tidak apa-apa. Saya masih kuat,” kata Parmi lantas ia berjalan melanjutkan perjalanan pulang.

Udara malam tak mampu mengeringkan peluh yang bercucuran di dahi Parmi dan kawan-kawan. Tangan-tangan kekar sibuk menyeka keringat-keringat yang mengalir di wajah mereka. Sinar lampu penerang jalan desa menerpa muka-muka lusuh terkena debu kota. Namun mereka tetap tegar dengan secercah senyum di bibir merekah. Perempuan-perempuan bukan lagi orang yang hanya menerima uang dari hasil kerja suaminya kemudian pergi ke pasar untuk membelanjakannya untuk kebutuhan hidup keluarga mereka. Perempuan-perempuan dengan keterbatasannya juga mampu mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan agak terbilang lebih ekstrim. Jika lelaki yang berkerja di kota, misalnya sebagai tukang becak, mereka menginap di kota hingga seminggu kemudian baru pulang. Sedangkan perempuan-perempuan ini setiap hari berangkat pagi kemudian pulang sore, terkadang malam hanya dengan menumpang kereta ekonomi yang sangat ekonomis.

Di halaman rumah, anak-anak Parmi berdiri menunggu kedatangan ibunda tercinta. Berjam-jam mereka gelisah karena hari ini ibunya datang agak malam. Biasanya ketika adzan maghrib berkumandang, ibunya sudah berada di rumah. Ibu yang berusia senja yang ditunggu-tunggu datang berjalan dengan terpincang-pincang. Anak-anaknya segera menghampirinya kemudian memapah ibunya dan membawakan dua keranjang telur yang dijinjingnya.

“Di keranjang masih tersisa lima butir telur. Ambillah sebagai lauk makan malam kalian. Ibu tidak membeli ikan karena uangnya pas-pasan untuk membayar sekolah kalian besok,” katanya kemudian dengan suara parau.
_____________________
*) Cerpenis lahir di Lamongan, 7 Mei 1976. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media cetak seperti Tabloid Telunjuk, Majalah MPA dan Radar Bojonegoro. Beberapa puisinya juga dimuat dalam Antologi Puisi Bersama seperti Bulan Merayap (DKL, 2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Absurditas Rindu (SastraNesia Lamongan, 2006), Khianat Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006). Selain menulis, juga sebagai tanaga edukatif di SMA Raudlatul Muta’allimin Babat Lamongan. Sekarang beralamat di Sanggar Sastra ”Telaga Biru”, Wanar, Pucuk, Lamongan. e-mail: ilazen@yahoo.co.id.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati