Ibnu Wahyudi
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/
Pengantar
Melalui Koran Tempo saya pernah menyatakan bahwa karya sastra, puisi pada khususnya, yang tampil dalam sejumlah milis sastra, belum menampakkan sumbangan atau kontribusi yang nyata atau signifikan bagi perkembangan kesastraan nasional (Basral, 2007). Konteks pernyataan saya itu bukan pada dimensi kualitas karya yang tampil, melainkan pada kenyataan bahwa (hampir) tidak ada seleksi terhadap karya dari para anggota milis bersangkutan. Terlebih lagi jika karya itu dimuat dalam blog atau situs pribadi, dapat dinyatakan bahwa seleksi atau pertimbangan layak-tidaknya sebuah karya itu terbit menjadi sangat subjektif. Dengan ungkapan lain, dimunculkan-tidaknya sebuah karya pertama-tama bukan karena pertimbangan mutu, melainkan lebih pada hasrat tertentu. Bahwa ada karya berkualitas yang hadir dalam dunia maya itu tentu merupakan suatu keniscayaan sebab mungkin saja sang pemilik blog atau situs adalah pesastra yang memang mempunyai talenta atau keterampilan dalam mengolah kata.
Dengan demikian, bukan dunia maya itu yang menjadi permasalahan di sini, melainkan pada karya itu sendiri. Sebuah karya yang, katakanlah, memang unggul baik dalam penggarapan tema maupun daya ekspresinya, tetap akan layak muncul di mana pun. Milis, blog, twitter, atau facebook, misalnya, hanyalah media dengan otoritas yang begitu longgar yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja. Bahkan, seseorang yang sesungguhnya tidak menampilkan sebuah puisi di dunia maya sangat mungkin “seolah-olah” turut meramaikan wahana itu dengan puisi karyanya. Tentu saja, jika “puisinya” itu tidak bermasalah, jejaring sosial itu dapat meneguhkan kepengarangan atau kepenyairan seseorang. Akan tetapi, bagaimana jika kenyataan yang merunyamkan yang malahan diperoleh?
Itulah yang terjadi pada diri Taufiq Ismail, dengan puisi yang konon telah ia buat dan muncul di sebuah milis, lalu bahkan puisi itu dikutip sebagai bahan latihan dalam sebuah buku Terampil Berbahasa Indonesia untuk Kelas 8 SMP/MTs, terbitan bentuk digital oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008. Kepenyairan Taufiq Ismail bukannya menjadi semakin menjulang dengan “puisinya” itu, malahan tercoreng sebab kemudian muncul tuduhan plagiat kepadanya. Dalam menghadapi kenyataan itu, Taufiq Ismail sampai perlu mengadakan klarifikasi di Fadli Zon Library pada tanggal 14 April 2011 sebab ia merasa memang tidak pernah menulis puisi yang berjudul “Kerendahan Hati” yang isinya sungguh serupa dengan “Be The Best of Whatever You Are” karya Douglas Malloch.
Itulah contoh akibat dari longgar dan mudahnya apa saja untuk dipublikasikan melalui dunia maya dengan akibat yang sering tidak disadari sedari awal. Bahkan, seorang pendiri Wikipedia, Jimmy Wales, pun konon pernah sampai geleng-geleng kepala membaca riwayat hidupnya yang centang-perenang tidak karuan dan tidak akurat (Media Indonesia, 10 Maret 2007). Namun, begitulah agaknya salah satu konsekuensi dari dunia maya yang serba terbuka dan telah mendunia.
Berkah Media Maya
Sudah barang tentu, bukan hanya peluang berdimensi negatif seperti contoh di atas yang ditawarkan oleh penemuan teknologi multimedia, khususnya dalam kaitan dengan dunia maya, melainkan terbentang pula ajakan untuk berkreasi dengan cara menyiasati keterbatasan yang dicanangkan. Sebagai contoh konkret, jejaring sosial yang bernama twitter, yang hanya memungkinkan kita untuk menuangkan ide dalam 140 karakter, ternyata tidak selamanya mengebiri, tetapi malahan merangsang kreasi yang tidak terduga.
Dalam #anjinggombal, komunitas dunia twitter yang pengikutnya hinggak kini telah berjumlah lebih dari 100.000, sangat tampak adanya upaya menyiasati keterbatasan jumlah huruf tersebut dengan pendekatan yang masa kini dan sangat kontekstual. Peribahasa dipermainkan, dan cinta pun diceburkan ke dalam ketidakterdugaan ungkapan yang (umumnya) serba memikat. Peribahasa yang dipelesetkan, misalnya adalah “Berakit-rakit ke penghulu, berenang-renang ke pernikahan”; “Bagai katak dalam tempurung. Ngga peduli soal jarak, cinta kita selalu terhubung; “Setinggi-tinggi bangau terbang, jatuhnya jadi kecap juga”; “Ma’ lu bertanya, ma’ gue yang jawab”; atau “Gajah di pelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan kelihatan. Ya, iyalah, orang kumannya semanis kamu”.
Peribahasa memang termasuk yang banyak “dipermainkan”, tetapi tidak berarti ungkapan lain diabaikan. Utamanya yang berhubungan dengan relasi antarmanusia, dalam hal itu yang paling dominan adalah mengenai cinta, banyak ditampilkan oleh komunitas twitter. Sekadar contoh, silakan simak kutipan ini, “Aku sukanya sih apel dibanding anggur, makanya aku suka ngapelin kamu daripada nganggurin kamu” atau “Maaf aku cuma bisa mencintaimu setengah hati karena hatiku yang setengah lagi kan ada di kamu”
Ekspresi melalui twitter yang sudah lumayan banyak sejak tahun 2010 itu, kemudian dikumpulkan dan diterbitkan sebagai buku pada tahun 2010 juga. Dengan nada yang tidak berbeda jauh dengan isi twitter, penjelasan akan telah terbitnya buku mereka pun diungkapkan dengan nada yang jenaka dan segar, seperti dapat dibaca dari anjinggombal.com: “Setelah menyebarkan kekuatan gombal warming di belantara dunia Twitter, Anjinggombal sudah berhasil menelurkan (Anjing kok bertelur?) karyanya berjudul AKU PADAMU, kumpulan tweet Anjinggombal yang diterbitkan oleh penerbit Bukune. Semua keuntungan dari buku itu sepenuhnya kami sumbangkan ke pihak Tunas Cendekia”.
Terbitnya buku Aku Padamu: Karena Cinta dapat Ditemukan dalam Kata (Bukune, 2010) bukan satu-satunya buku yang terbit setelah sebelumnya muncul di dunia maya atau jejaring sosial. Beberapa buku telah terbit, baik berupa kumpulan sajak, kisah inspiratif, maupun permasalahan yang lebih serius dan berat, tetapi tetap dikemas dengan keterbatasan yang ada. Sastrawan Goenawan Mohamad pun tidak ketinggalan: kumpulan “kicauannya” yang ia tulis semenjak tahun 2009 kini dapat kita peroleh dalam bentuk buku berjudul Percikan: Kumpulan Twitter @gm_gm yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2011.
Jika pada Aku Padamu yang sangat dominan adalah nuansa yang serba ringan, menggelikan, tetapi juga lumayan cerdas, dalam buku Goenawan Mohamad itu berisi permasalahan yang sepintas lalu terkesan begitu berat. Hampir semua permasalahan utama manusia disinggung dengan pendekatan yang tampak serius. Perhatikan saja pengelompokan isi bukunya: Informasi dan Media, Politik dan Demokrasi, Korupsi, Ekonomi dan Konsumerisme, Olahraga dan Kebudyaan, Bangsa dan Negara, Jakarta dan Kota Besar, Hukum dan Keadilan, Komedi dan Inspirasi, Keimanan, Bumi dan Lingkungan, Amerika dan Internasional, serta Tokoh dan Sejarah. Akan tetapi, apakah “kicauan” Goenawan Mohamad juga senantiasa serba berat? Ternyata tidak; bahkan beberapa di antaranya terasa begitu akrab dengan kualitas inspirasi yang cukup mengena dalam kemasan yang tidak lebih dari 140 kata. Sejumlah pelesetan ternyata juga digarap oleh Goenawan Mohamad, seperti “Berpolemik di Twitter hanya mencari musuh. Bekerja di dunia kreatif: saling asah, saling asih, saling asuh”; “Semoga di Senayan mereka ingat: mereka dipilih rakyat untuk membela negeri ini dari kejatuhan. Bukan untuk membela teman-teman dalam kejahatan”; “Tiap hari di zaman otoriter Orde Baru, pertanyaannya: apa ada demo? Tiap hari di zaman demokrasi sekarang: ada demo apa?”; “Hukum Archimedes yang belum resmi: Mutu koalisi politik sebuah negeri sama dan sebangun dengan mutu kesebelasan nasionalnya”; “Sayang, Presiden gampang tersinggung. Tapi syukur kita boleh seenaknya menyinggung dia dan mengecam bahwa dia gampang tersinggung”; “Nikah siri yang mengawini perempuan tanpa komitmen akan dilarang. Maka seorang pelakunya jelaskan: ‘Ini bukan nikah siri. Ini koalisi”.
Wadah Karya Kontekstual
Cara orang berkomunikasi dan isi yang dikomunikasikan dalam era yang dikuasai oleh kekuasaan dunia maya itu jelas menunjukkan perbedaan signifikan dibandingkan dengan ketika internet atau apalagi teknologi komunikasi jarak jauh belum ditemukan. Sebagai analogi, teater yang dipentaskan pada masa ketika teknologi tata suara, tata lampu, atau televisi belum ditemukan, tentu sangat berbeda dengan pada masa sekarang. Jika tokoh pewayangan itu pada umumnya memiliki tangan yang panjang atau mengapa bentuk arena pertunjukan pada masa lalu berupa teater setengah lingkaran, hal itu tidak lain karena penyiasatan atas teknologi yang mengiringi karya semasa.
Tangan yang umumnya panjang pada tokoh wayang kulit dimaksudkan, antara lain, agar gerakan utama cerita dapat diwakili oleh gerakan tangan itu. Kepala, kaki, atau gerakan tubuh boleh statis, tetapi gerakan tangan menunjukkan maksud yang hendak disampaikan atau jawaban atas suatu pertanyaan. Demikian pula dengan bentuk teater pada masa lalu yang setengah lingkaran, pada galibnya adalah penyiasatan atas kualitas akustik yang diharapkan. Jika bentuk teater datar atau lurus saja, jelas bahwa suara sulit untuk didengar oleh orang yang jauh dari panggung.
Gambaran yang baru disebutkan itu hanyalah cara untuk menjelaskan bahwa panjang suatu cerita dalam blog atau facebook dan kandungan “kicauan” dalam twitter tidak dapat dipisahkan dari tanggapan subjektif para penulis atas kemajuan teknologi yang ada. Lahirnya fiksimini, prosamini, cerpen atau novel kolaboratif, serta flash fiction di sejumlah jejaring sosial bukan soal kekurangmampuan para penulis itu mengemukakan gagasan atau ide, melainkan justru dilandasi oleh kesadaran atas media, waktu, dan kesempatan pembaca dalam menikmati bacaan teman sejejaring atau dalam sebuah komunitas. Kesadaran semacam itu penting karena dengan hal itu relasi personal dan komunal telah dibangun kendati di antara para anggota komunitas itu tidak sedikit yang belum pernah bertatap wajah atau berkenalan.
Karya seperti Nama yang Mendera: Antologi Prosamini (Citra Aji Parama, 2010), Cinta, Kenangan, dan Hal-Hal yang Tak Selesai (Gramedia Pustaka Utama, 2011), Biarkan Aku Mencintaimu dalam Sunyi: Email terbuka seorang selingkuhan (Gradien), Selasar Kenangan (Akoer), serta sejumlah buku serupa lainnya yang telah terbit menengarai adanya suatu laku dalam menghasilkan karya sastra dengan penyiasatan atas media yang memiliki karakteristik khas. Dalam kaitan itu, “media” yang dimaksud adalah media yang merupakan hasil penemuan teknologi multimedia yang memanfaatkan dunia maya sebagai basis komunikasi dan mewujud menjadi sejumlah sarana dengan bermacam istilah, seperti blog, proyek kolaboratif, situs jejaring sosial, jejaring sosial-virtual, dan dunia permainan virtual.
Penutup
Buku yang telah disebutkan hanya merupakan contoh dari kreativitas yang berupa tulisan yang awalnya semata-mata merupakan kegiatan menuangkan ide, baik melalui facebook maupun twitter, tanpa niatan atau pretensi untuk membukukannya menjadi sebuah terbitan. Dengan demikian, kehendak untuk menghasilkan “karya sastra” pun tentu juga tidak serta merta mengiringi setiap tulisan. Akan tetapi, terhimpunnya tulisan tersebut, secara tidak langsung menunjukkan bahwa telah muncul suatu bentuk kreativitas dalam berkarya dengan penyiasatan atas keterbatasan atau karakteristik dari media masing-masing.
Daftar Pustaka:
Apresiasi Sastra. 2009. Selasar Kenangan. Jakarta: Akoer.
Basral, Akmal Nasery. 2007. “Merayakan Komunitas, Mengkaji Selektivitas.” Ruang Baca Koran Tempo, Februari.
Blogmam Indonesia. 2007. Biarkan Aku Mencintaimu dalam Sunyi: Email Terbuka Seorang Selingkuhan. Jakarta: Gradien.
Cinta, Kenangan, dan Hal-hal Yang Tak Selesai. 2011. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kramadibrata, Dewaki, Dewi Indrawati, dan Didik Durianto. 2008. Terampil Berbahasa Indonesia VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Media Indonesia. 2007. “’Wikipedia’ Sering Keliru. 10 Maret.
Mohamad, Goenawan. 2011. Percikan: Kumpulan Twitter @gm_gm. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wahyudi, Ibnu. 2010. Nama yang Mendera: Antologi Prosamini. Yogyakarta: Citra Aji Parama.
Dijumput dari: http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1336
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar