Sabtu, 21 Agustus 2021

Budi Darma: Lebaran, Bius Primitif untuk Berkorban

Triyanto Triwikromo, Budi Darma
suaramerdeka.com
 
PROFESOR Dr Budi Darma adalah nama penting dalam kebudayaan Indonesia. Selain telah menghasilkan karya-karya utama semacam novel Olenka, Rafilus, Ny Talis, dan kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington, sastrawan ini juga telah mendapatkan berbagai penghargaan semacam SEA Write Award (South East Asian Write Award) (1984), Anugerah Seni Pemerintah RI (1993), dan Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden RI (2003). Selain itu pengarang pendiam ini juga pernah mengajar di NTU Australi (Northern Territory University di Darwin), dan NTU di Singapura (Nanyang Technological University), dan tinggal di Indiana, Amerika. Sebagai manusia kosmopolitan, apa komentar dia tentang Lebaran dan identitas kemanusiaan seseorang? Berikut petikan perbincangan dengan dia belum lama ini.
 
Sebagai individu yang telah melalang buana ke berbagai penjuru dunia, Anda jelas-jelas menjadi manusia global. Manusia yang mungkin tidak lagi memiliki getaran yang dahsyat untuk “pulang” ke tanah asal atau ikatan-ikatan kebudayaan lokal. Lalu, apakah Lebaran dan mudik, misalnya, masih bermakna dalam kehidupan Anda?
 
Tradisi mudik bukan monopoli bangsa kita, sebab, bangsa Amerika juga memilikinya. Pada zaman dahulu, mereka memiliki kebiasaan untuk mengucapkan terima kasih karena panen mereka telah berhasil dengan baik.
 
Tradisi pengungkapan terima kasih ini masih berlaku sampai sekarang, yaitu berupa tradisi Thanksgiving Day pada bulan November. Semua anggota keluarga, termasuk anak-anak yang sudah tinggal berpencaran, berkumpul bersama, melakukan kenduri dengan hidangan daging kalkun. Pada hari-hari sekitar Thanksgiving Day kampus-kampus pasti sepi, karena mahasiswa dari luar kota mudik ke rumah orang tua masing-masing.
 
Hal semacam ini senantiasa berkait dengan mitos. Mitos selalu menyangkut kolektivitas, seperti juga yang terjadi pada Thanksgiving Day di negara ultramodern Amerika. Aspek primitif masyarakat Amerika ini bahkan pernah dijadikan cerpen terkenal oleh Sherley Jackson, “The Lottery”, dengan latar pedesaan pada 1930-an. Untuk merayakan keberhasilan panen, seluruh penduduk desa berkumpul, dan sesudah itu mereka mengadakan undian. Barang siapa menang dalam undian ini, dia akan pura-pura dilempari batu oleh seluruh penduduk desa. Namun, apabila penduduk benci kepada pemenang undian, katakanlah, karena pemenang itu terkenal tidak baik kelakuannya, upacara lempar batu ini tidak sekadar pura-pura, tapi sungguh-sungguh. Cerpen ini adalah sebuah parodi mengenai betapa primitif manusia itu sebenarnya secara kolektif.
 
Sebagai orang Indonesia, tentu saja saya sangat menghayati dan menghormati makna mudik. Namun, sejak kecil, baik dari pihak keluarga saya sendiri maupun dari keluarga isteri saya, saya dan isteri sudah dididik untuk berpikir praktis dan realistis. Pada saat-saat mudik lalu lintas di luar kota sangat padat, dan kecelakaan sering pula terjadi. Kalau mau mudik, jangan tepat pada hari Lebaran, tapi dapat dicari hari lain.
 
Lebaran identik dengan kembali ke kesucian, kembali ke asal muasal, apakah dengan demikian saat orang beramai-ramai mudik, sesungguhnya mereka sedang melakukan identifikasi terhadap akar?
 
Betul, mudik adalah semacam ritual yang amat kuat kaitannya dengan identitas, dengan akar keluarga dan akar tanah kelahiran. Dalam diri kita, sadar atau tidak, kita masih memiliki semacam jiwa primitif, yang mengikat seluruh anggota keluarga sebagai sebuah kesatuan yang kokoh.
 
Dalam kehidupan pribadi Anda, apakah “akar budaya” itu penting sekali? Jangan-jangan akar atau asal muasal itu sudah sulit dicari?
 
Asal muasal memang sulit dicari, namun masa kanak-kanak tidak sulit dicari. Setiap orang, pada hakikatnya, terikat oleh masa kanak-kanaknya. Lihatlah, misalnya, selera makan. Meskipun selera makan dapat berubah, makanan masa kanak-kanak, sadar atau tidak, tetap mewarnai kehidupan seseorang. Primordialisme dalam keluarga, awalnya, adalah kesatuan dalam keluarga ketika kita masing-masing masih kanak-kanak. Jangan heran, manakala ada jenderal yang sekali tempo suka tidur di lantai, karena itulah cara dia tidur dahulu. Mudik, pada hakikatnya, juga kerinduan terhadap masa kanak-kanak. Akar budaya sebuah komunitas adalah “masa kanak-kanak” komunitas itu, yaitu aspek primitif yang pasti dimiliki oleh setiap orang dalam komunitas. Akar budaya penting, karena berdasarkan akar budaya itulah perilaku manusia terbentuk, meskipun masing-masing individu manusia tidak menyadarinya. Sulit dicari, karena letak akar budaya berada pada alam ketidaksadaran, bukan pada alam kesadaran.
 
Energi (kebudayaan) macam apa yang sesungguhnya membuat orang melakukan selebrasi Lebaran secara besar-besaran? Mengapa “kepulangan” seakan-akan menjadi ideologi tunggal yang tak bisa dilawan? Apa ia telah menjadi mitos?
 
Mitos membawa manusia kembali ke masa kanak-kanak, ke masa primitif, dan karena itu menyingkirkan manusia modern dari logika dan rasionya. Karena mitos menarik manusia ke masa kanak-kanak dan dunia primitif, maka mitos melahirkan ritual, seperti misalnya upacara tedhak siti bayi berumur tujuh tahun. Lebaran adalah ritual, demikian pula implikasi Lebaran termasuk tradisi mudik dan maaf-memaafkan pada hari Lebaran. Begitu berhubungan dengan ritual dengan akar mitos, manusia siap untuk berkorban banyak, karena, dalam keadaan seperti ini, manusia seolah masuk ke alam keterbiusan primitif.
 
Setelah pulang ke tanah asal atau ke kesucian, mereka pergi lagi ke “daerah pergolakan” atau ke hal-hal yang sekuler. Bukankah tindakan mudik, dengan demikian, hanya merupakan tindakan pura-pura, ethok-ethok, atau kosmetik belaka?
 
Lebaran dengan segala implikasinya termasuk mudik, sekali lagi, adalah ritual yang amat erat kaitannya dengan mitos. Memang, dalam zaman modern mudik mungkin hanya tindakan berpura-pura, tapi di balik kepura-puraan itu tetap tersimpan makna yang dalam. Bagaimanakah rasanya, misalnya, apabila pernikahan tidak disertai ritual yang akarnya adalah mitos? Ada yang hambar dalam perkawinan semacam ini, seolah perkawinan ini tidak mempunyai roh
 
Hidup sesungguhnya kian praktis dan sekuler. Apakah pada satu masa Lebaran pun akan dipandang sebagai sesuatu yang praktis, sekuler, dan tak berkait dengan sublimasi dan kontemplasi?
 
Ada kemungkinan, pada suatu saat Lebaran dengan berbagai implikasinya akan menjadi sekadar ritual tanpa muatan spiritual lagi. Namun, karena manusia tetap ditakdirkan memiliki sifat-sifat primitif tanpa disadarinya sendiri, antusiasme untuk mudik mungkin masih akan terus berlangsung. Lihat, misalnya, data terakhir mengenai Lebaran tahun 2007 ini. Sekitar Lebaran 4, 6 juta warga Jakarta mudik, dan 2,4 pemudik itu naik sepeda motor bersama keluarganya.
 
Apakah kita ketika merespons akar budaya sudah jadi Malin Kundang semua?
 
Malin Kundang adalah simbol perlawanan terhadap ibu yang akhirnya akan mendatangkan kesengsaraan. Ibu dalam dinamisasi makna telah berubah menjadi adat-istiadat, tradisi, kebudayaan, dan hal-hal semacam itu. Apakah kesengsaraan itu akan ada dan berapa besar kadarnya, tergantung pada dinamisasi adat-istiadat, tradisi, dan kebudayaan itu sendiri. Dinamisasi ini akan memberi tahu kita seberapa besar unsur sakral yang masih ada di dalamnya, dan seberapa jauh unsur sakral yang sudah lepas dari konstruk adat-isitiadat itu.
 
Lebaran telah menjadi cara mempertunjukkan identitas yang kadang-kadang tak menghargai orang lain. Bagaimana proses menciptakan identitas diri ketika harus berhadapan dengan orang lain saat menjalankan Lebaran?
 
Sejak dahulu toleransi antarmanusia selama Lebaran sudah terbentuk dengan baik dalam masyarakat kita. Keputusan Pemerintah sekarang untuk memberlakukan libur bersama selama 6 hari menunjukkan, bahwa pada hakikatnya masyarakat Indonesia menerima Lebaran sebagai sesuatu yang harus dirayakan bersama-sama.
***

http://sastra-indonesia.com/2009/03/budi-darma-lebaran-bius-primitif-untuk-berkorban/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati